Cyberhijacking di Indonesia Untuk Kasih pelajaran

indonesiaindonesia

Administrator
NamaDomain.com, Jakarta, Kompas Cyber Media

Masih ingat Tony Adams yang awal tahun ini bikin geger karena suka membajak nama domain dari situs-situs terkenal di Indonesia? Calvin Lukmantara, --pemilik NamaDomainCom, situs Indonesia yang menerima pendaftaran nama domain-- menduga orangnya masih muda belia. "Saya belum pernah bertemu. Saya hanya berhubungan lewat telepon," katanya.

Adalah Calvin, yang selama ini menjadi penghubung para korban dengan si Tonny, dan memaksanya untuk mengembalikan jarahannya itu kepada pemilik aslinya. "Tapi dalam hal Tony saya kira, dia hanya main-main, tidak serius, apalagi kriminal. Dia tampaknya hanya ingin kasih pelajaran supaya kita hati-hati menjaga nama domain milik kita," katanya ketika dikontak di kantornya di bilangan Slipi, Jakarta Barat.

Meski demikian Calvin yang mengaku terjun ke bisnis Internet sejak Maret 1999 itu setuju bahwa cyberhijacking adalah perbuatan tercela yang bisa digolongkan sebagai kriminal.

Seperti dimaklumi, seorang cyberhijacker membajak nama domain dari situs populer yang sedang berjalan. Di tangannya, situs-situs tadi, lalu diisi informasi-informasi menyesatkan dan gambar-gambar porno. Akibatnya pemilik situs tidak saja dirugikan secara material, juga secara immaterial. Si pembajak baru mengembalikan penguasaan situs tersebut setelah mendapat uang tebusan yang dimintanya.

Cyberhijacking berbeda dengan cybersquating. Yang terakhir ini adalah perbuatan menyandera nama domain dari milik orang-orang terkenal (selebritis) atau perusahaan-perusahana ternama. Tujuannya, jika si pemilik nama atau perusahaan pada suatu hari memintanya, si cybersquater akan minta uang tebusan.

Tapi menurut Calvin, untuk menuding seseorang melakukan cybersquating tidak gampang. Sangat tergantung pada motivasi si pelaku. Kalau dia mendaftarkan nama domain ayahbunda.com, kemudian ada majalah bernama sama, menurutnya tidak otomatis pemilik nama domain tersebut, seorang cybersquater.

"Coba siapa yang paling berhak atas Kartini.com: PT. Kartini Mandiri, Toko Roti Kartini, Kartini Mulyadi SH., Batik Merk Kartini, Kartini Fashion Inc. USA atau Toko Khek Kartini di Malaysia?" tanyanya.

Selain itu menurut Calvin juga sangat bergantung dari mana orang melihatnya.

Yang anti-cybersquatting tentu saja menganggap cybersquatter telah melakukan sandera merk dagang mereka untuk bisa digunakan sebagai alamat internet dengan imbalan tebusan yang kadang terkesan gila sehingga harus dihukum. Yang pro-cybersquatting sebaliknya menyatakan siapa pun boleh memiliki nama domain: siapa cepat dia yang dapat.

Calvin sendiri mengaku terus terang mengantongi sejumlah nama domain yang masuk katagori high profile berupa nama domain perusahaan-perusahaan terkenal di Indonesia.

"Tapi saya bukan seorang cybersquater. Hanya kalau ada yang merasa berkepentingan dengan nama itu, dan menghubungi saya, wajar kalau saya minta ganti rugi. Anggap saja itu 'uang sekolah' untuk memperoleh pelajaran berharga karena ceroboh mendaftarkan nama domainnya," katanya sembari tertawa.

Ia menyatakan keheranannya bahwa di saat ini masih banyak perusahaan besar dengan kemampuan finansial, akses informasi dan visi bisnis yang jauh di atas individu atau perusahaan kecil, justru sering lalai dalam mendaftarkan nama domainnya. "Apakah para direksinya terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bermain golf daripada memikirkan bagaimana bersaing di era Internet ini?" tanyanya.

Ia juga tak lupa mengkritik para pemburu nama domain di Indonesia yang dinilainya tidak kreatif. "Kalau detik.com dianggap sukses, orang biasanya latah membikin nama detak.com, menit.com atau kilat.com. Demikian juga kalau astaga.com dianggap sukses, ramai-ramai bikin alamak.com, ajegile.com atau astafirullah.com. Padahal masih banyak sekali nama domain potensial yang tersedia. Yang membatasi jumlahnya hanyalah kemampuan imajinasi kita sendiri," ujarnya.

Toh meski dunia Internet Indonesia pernah dilanda heboh cyberhijacking dan cybersquattingkesadaran akan nama domain di Indonesia menurut Calvin masih terbilang rendah. "Menyesal sekali, karena kadang-kadang untuk itu mereka harus membayar mahal," katanya.

Dalam upayanya untuk memberi pencerahan mengenai nama domain dan cybersquatting, situs NamaDomainCom kini membuka papan diskusi tentang itu. Calvin mengaku lagi sibuk mencari moderatornya yaitu relawan yang mau menjadi polisi lalulintas bagi rubrik tersebut. Ada yang minat? (kj)
 
Back
Top