JAKARTA--MIOL: Baru 357 kabupaten/kota (82%) yang memiliki Satuah Kerja Perangkat Daerah (SKPD)�Keluarga Berencana (KB) yang dikukuhkan melalui Peraturan Daerah (Perda)
Padahal bentuk organsisasi ini akan sangat berpengaruh pada anggaran yang diperoleh, serta menunjukan bahwa daerah tersebut
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR-RI di Jakarta, kemarin, mengemukakan bentuk SKPD itupun bentuknya bervariasi.
"Sebagian daerah memang memiliki komitmen yang tinggi terhadap program KB, namun yang tidak menggangarkan didalam APBD-nya juga cukup banyak," tandasnya.Tercatat, variasi bentuk SKPD yang ditetapkan melalui Perda terdiri dari, Bentuk dinas 42,49%, badan 29,33% dan kantor 10,62%
Karena jumlah SKPD tersebut mengindikasikan bahwa daerah masih belum memprioritaskan penyelenggaraan program KB, maka BKKBN memperjuangkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)�baru pengganti PP 25 tahun 2000. Nantinya PP baru ini akan mewajibkan semua Kab/kota melaksanakan program KB.
Selain itu. juga akan dikeluarkan RPP pengganti PP No.8/2003 tentang bentuk bentuk organisasi KB di daerah. Menurut Sugiri, masih ada perdebatan antara BKKBN dengan Departemen Dalam Negeri soal bentuk organisasi di daerah. Dimana BKKBN menginginkan berbnetuk dinas dan Depdagri ingin berbentuk Badan.
"Kalau PP baru ini keluar dan ditambah sosialisasi pentingya KB, saya yakin, jumlah organisasi KB di daerah akan mencapai 100 persen," lanjutnya yakin.
Dilain pihak, Mariani Akib Barramuli, Anggota DPR-RI dari Fraksi Golkar berpendapat, agar organisasi di KB diaerah mencapai 100% dan program KB sukses, dirinya mengusulkan perlunya masalah KB ditangani langsung oleh pusat (sentralistik).
Disisi lain, tercatat pada 2006, terdapat 5.709.650 pasangan. Namun realisasi pencapaian hingga akhir tahun 2006 baru sebanyak 5.083.927 pasangan (89,04%).
Yang menarik, jumlah peserta KB pria juga sangat kecil pertumbuhanya. Tercantum, dari 5.083.927 pasangan yang ikut KB pada 2006, jumlah peserta pria hanya 125.601 (2,47%) saja. Sugiri menduga, rendahnya partisipasi kaum pria diakibatkan oleh rendahnya pilihan alat ber-KB, yakni hanya vaksetomi dan kondom saja.
Padahal bentuk organsisasi ini akan sangat berpengaruh pada anggaran yang diperoleh, serta menunjukan bahwa daerah tersebut
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR-RI di Jakarta, kemarin, mengemukakan bentuk SKPD itupun bentuknya bervariasi.
"Sebagian daerah memang memiliki komitmen yang tinggi terhadap program KB, namun yang tidak menggangarkan didalam APBD-nya juga cukup banyak," tandasnya.Tercatat, variasi bentuk SKPD yang ditetapkan melalui Perda terdiri dari, Bentuk dinas 42,49%, badan 29,33% dan kantor 10,62%
Karena jumlah SKPD tersebut mengindikasikan bahwa daerah masih belum memprioritaskan penyelenggaraan program KB, maka BKKBN memperjuangkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)�baru pengganti PP 25 tahun 2000. Nantinya PP baru ini akan mewajibkan semua Kab/kota melaksanakan program KB.
Selain itu. juga akan dikeluarkan RPP pengganti PP No.8/2003 tentang bentuk bentuk organisasi KB di daerah. Menurut Sugiri, masih ada perdebatan antara BKKBN dengan Departemen Dalam Negeri soal bentuk organisasi di daerah. Dimana BKKBN menginginkan berbnetuk dinas dan Depdagri ingin berbentuk Badan.
"Kalau PP baru ini keluar dan ditambah sosialisasi pentingya KB, saya yakin, jumlah organisasi KB di daerah akan mencapai 100 persen," lanjutnya yakin.
Dilain pihak, Mariani Akib Barramuli, Anggota DPR-RI dari Fraksi Golkar berpendapat, agar organisasi di KB diaerah mencapai 100% dan program KB sukses, dirinya mengusulkan perlunya masalah KB ditangani langsung oleh pusat (sentralistik).
Disisi lain, tercatat pada 2006, terdapat 5.709.650 pasangan. Namun realisasi pencapaian hingga akhir tahun 2006 baru sebanyak 5.083.927 pasangan (89,04%).
Yang menarik, jumlah peserta KB pria juga sangat kecil pertumbuhanya. Tercantum, dari 5.083.927 pasangan yang ikut KB pada 2006, jumlah peserta pria hanya 125.601 (2,47%) saja. Sugiri menduga, rendahnya partisipasi kaum pria diakibatkan oleh rendahnya pilihan alat ber-KB, yakni hanya vaksetomi dan kondom saja.