lelaki
New member
Kuat Desakan Perjanjian Ekstradisi Segera Diteken
SINGAPURA - Pejabat Singapura gerah juga negaranya disebut sebagai sarang persembunyian konglomerat hitam dari Indonesia. Karena itu, mereka mendorong agar perjanjian ekstradisi segera disepakati kedua negara, sehingga citra Singapura sebagai salah satu pusat keuangan dunia berstandar tinggi tidak ternoda.
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Singapura Lim Hng Kiang menolak dengan tegas bahwa Singapura menyediakan tempat suaka bagi konglomerat yang membawa uang miliaran dolar AS hasil korupsi di Indonesia. "Saya jamin tidak ada uang haram di Singapura," tegas Hng Kiang mengawali jawabannya dengan nada tinggi.
Selanjutnya menteri yang pernah berkarir sembilan tahun di angkatan bersenjata Singapura itu mengatakan, santernya berita bahwa Singapura akan menyepakati perjanjian ekstradisi dengan Indonesia kemarin dipastikan membuat para konglomerat hitam lari.
"Saat Anda tulis bahwa perjanjian ekstradisi akan disepakati, mereka telah lari semua. Nah, silakan sekarang Indonesia mencari mereka di negara lain," kata Hng Kiang saat ditemui di kantornya yang megah dan berarsitektur kuno gaya Eropa kemarin.
Belum adanya perjanjian ekstradisi antara RI dan Singapura menimbulkan kecurigaan masyarakat Indonesia terhadap niat baik negara kota itu dalam memberantas korupsi dan kejahatan. Sebab, sejauh ini banyak penjahat, terutama yang berurusan dengan ekonomi, masih bisa bersembunyi di Singapura.
Menurut catatan koran ini, sejumlah buron kasus korupsi yang membawa uang ratusan juta dolar AS itu, antara lain, Sudjiono Timan (terpidana 15 tahun dalam kasus korupsi dana BPUI), Maria Pauline Lumowa (pembobol BNI), Nader Taher (terpidana kasus kredit macet Bank Mandiri), serta Bambang Soetrisno (kasus BLBI Bank Surya).
Selain itu, beberapa bankir masih menjadi buron, seperti Irawan Salim (tersangka kasus Bank Global), Agus Anwar (tersangka BLBI Bank Pelita), Atang Latief (kasus BLBI Bank Bira), Lydia Mochtar (kasus BLBI Bank Tamara), dan Sjamsul Nursalim (korupsi BLBI Bank Dagang Nasional Indonesia).
Hng Kiang menegaskan, Singapura sangat mematuhi regulasi internasional dengan standar paling tinggi dalam pengelolaan keuangan. "Reputasi kami sekarang selevel dengan Bank of England (Bank Sentral Inggris) dan pusat keuangan dunia di Zurich. Jadi, berita tentang uang haram di negara kami sangat krusial bagi reputasi kami," tegas Wakil Chairman Monetary Authority of Singapore (MAS) atau Bank Sentral Singapura itu.
Sektor finansial di Singapura, sebut Hng Kiang, melibatkan perputaran uang SGD 750 miliar tahun lalu dan tumbuh rata-rata 20 persen tiap tahun. Sumbangan sektor keuangan terhadap gross domestic product (GDP) Singapura mencapai 11 persen. "Katakanlah uang haram dari Indonesia bisa mencapai SGD 1 miliar masuk ke Singapura, jumlah itu tetap tak sebanding dengan yang kami peroleh dari reputasi baik kami sebagai pusat keuangan dunia yang aman dan tepercaya," katanya keras.
Karena itu, Hng Kiang mengaku sudah bertemu Menteri Luar Negeri George Yeoh untuk menanyakan perkembangan perjanjian ekstradisi. "Meski saya tidak terlibat dalam urusan itu, kolega saya menjelaskan bahwa perjanjian ekstradisi dibahas paralel dengan perjanjian tentang pertahanan. Jika tidak ada halangan, prosesnya akan cepat selesai," ujarnya.
Meski berharap segera diimplementasikan, Hng Kiang menegaskan bahwa prosedur ekstradisi tetap harus mengikuti sistem hukum di Singapura. "Mahkamah pengadilan yang akan menentukan apakah permohonan ekstradisi itu bisa diterima atau tidak," terangnya.
Hng Kiang juga membantah anggapan bahwa pelabuhan Singapura sebagai tempat transit penyelundup produk ilegal ke Indonesia. "Itu pernyataan yang tidak masuk akal. Tidak ada keuntungan apa pun merusak ekonomi Indonesia," jelasnya.
Pelabuhan Singapura, jelas alumnus Cambridge University itu, menerapkan sistem bebas pajak, kecuali atas enam komoditas, termasuk alkohol dan rokok.
"Nah, jika ada kapal dari Tiongkok membawa tekstil atau mainan lewat pelabuhan Singapura adalah sah, meski produk yang dibawa itu nanti dimasukkan secara ilegal ke Indonesia. Kami tidak ada urusan dengan itu," tegasnya.
Selain mengklarifikasi tentang berita miring tentang Singapura di Indonesia, menteri perindustrian dan perdagangan Singapura memberikan pandangan-pandangannya tentang perekonomian Indonesia. "Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia semakin penting bagi Singapura, khususnya di sektor perdagangan," katanya.
Hubungan dagang Indonesia dan Singapura terus meningkat meskipun kedua negara menghadapi berbagai masalah bilateral. Total nilai ekspor dan impor kedua negara terus bertambah. Begitu juga aliran dana dari investor Singapura ke Indonesia dan sebaliknya.
Dalam pertemuan wartawan Indonesia dengan Economic Development Board (EDB) dan International Enterprise Singapore (IE), terungkap bahwa Indonesia tetap mitra dagang terpenting Singapura, bersama Malaysia, Eropa, Amerika Serikat, dan Tiongkok. Indonesia juga menjadi lahan investasi yang subur bagi investor Singapura yang bergerak di bidang telekomunikasi dan manufaktur.
Kedua institusi yang bernaung di bawah Kementerian Perindustrian dan Perdagangan itu menjadi ujung tombak perekonomian Singapura. EDB, seperti BKPM di Indonesia, bertugas "menjual" Singapura ke luar untuk menarik masuk investor asing. Sedangkan IE, seperti Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), bertugas mendorong dan membantu semua perusahaan yang berbasis di Singapura untuk berbisnis di luar.
Menurut Thong Pao Yi, executive director EDB, investor Indonesia menjadikan Singapura sebagai batu lompatan untuk menjangkau pasar global. "Ada sekitar 1.400 investor Indonesia yang berusaha di Singapura dan jumlahnya terus meningkat," ujarnya.
Beberapa di antara investor tersebut bahkan sudah menjadi perusahaan multinasional (MNC), seperti Lippo Group, APP, dan Samudra Indonesia Tbk.
Di bidang perdagangan, total nilai ekspor dan impor kedua negara pada 2006 naik 16,1 persen, dari Singapura Dollar (SD) 54,217 juta pada 2005 menjadi SD 62,93 juta. Defisit neraca perdagangan yang selama ini dialami Indonesia dengan Singapura juga terus menyusut.
Peter Lee, assistant director Southeast Asia IE, menyatakan bahwa nilai ekspor Indonesia ke Singapura pada 2006 naik 34,6 persen menjadi SD 23,425 juta. Pada saat yang sama, nilai impor Indonesia dari Singapura hanya naik 7,3 persen menjadi SD 39,504 juta. "Dalam empat tahun terakhir, kami mencatat ada pertumbuhan nilai perdagangan rata-rata sampai 10,75 persen," ujar Lee.
Lebih lanjut, Lee menyebutkan bahwa investor Singapura memberikan perhatian besar terhadap upaya pemerintah Indonesia dalam memberantas korupsi di segala bidang. "Itu perkembangan yang menarik dan kami menaruh harapan besar agar program tersebut sukses," katanya.
Berbagai pungutan tak resmi, khususnya di Bea Cukai, diakui Lee, masih menjadi sumber biaya tak terduga yang ditakuti pengusaha Singapura selain biaya buruh (labour cost) dan lamanya proses birokrasi.
Tanggapan Menlu RI
Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda mengklarifikasi adanya third party note (nota pihak ketiga) yang dikirim Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo. Dalam waktu dekat, Hassan mengaku segera mengirim jawaban atas nota yang berisi permintaan klarifikasi tentang alasan TNI-AL menangkap kapal-kapal tongkang Singapura itu kepada Yeo.
"Memang, ada penangkapan beberapa kapal pengangkut granit Singapura oleh TNI-AL," ujar Menlu Nur Hassan ketika ditemui di kantornya kemarin.
Dia pun mengaku telah menerima third party note dari pemerintah Singapura sejak Minggu lalu (25 Maret). Tapi, menurut dia, secara lisan dia telah memberikan penjelasan pendahuluan kepada George Yeo di sela-sela pertemuan ASEAN-Uni Eropa yang berlangsung di Jerman (15 Maret).
"Saat itu saya katakan, memang klaim bahwa kapal yang ditangkap TNI-AL itu mengangkut granit. Namun, yang kita permasalahkan adalah muatan yang ada di bawah granit itu," ujarnya.
Selain itu, tambah dia, hanya sedikit di antara beberapa kapal yang ditangkap itu mengangkut granit chips (keping granit). "Mereka mengambil pasir darat yang telah kita larang dan menyembunyikan di bawah granit yang mereka ambil," tuturnya.
Menanggapi nota klarifikasi Singapura itu, Menlu mengatakan masih mengumpulkan informasi dan data di lapangan. "Secepatnya kita memberikan laporan lengkap kepada pemerintah Singapura tentang penangkapan kapal-kapal pengangkut granit mereka," janjinya.
SINGAPURA - Pejabat Singapura gerah juga negaranya disebut sebagai sarang persembunyian konglomerat hitam dari Indonesia. Karena itu, mereka mendorong agar perjanjian ekstradisi segera disepakati kedua negara, sehingga citra Singapura sebagai salah satu pusat keuangan dunia berstandar tinggi tidak ternoda.
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Singapura Lim Hng Kiang menolak dengan tegas bahwa Singapura menyediakan tempat suaka bagi konglomerat yang membawa uang miliaran dolar AS hasil korupsi di Indonesia. "Saya jamin tidak ada uang haram di Singapura," tegas Hng Kiang mengawali jawabannya dengan nada tinggi.
Selanjutnya menteri yang pernah berkarir sembilan tahun di angkatan bersenjata Singapura itu mengatakan, santernya berita bahwa Singapura akan menyepakati perjanjian ekstradisi dengan Indonesia kemarin dipastikan membuat para konglomerat hitam lari.
"Saat Anda tulis bahwa perjanjian ekstradisi akan disepakati, mereka telah lari semua. Nah, silakan sekarang Indonesia mencari mereka di negara lain," kata Hng Kiang saat ditemui di kantornya yang megah dan berarsitektur kuno gaya Eropa kemarin.
Belum adanya perjanjian ekstradisi antara RI dan Singapura menimbulkan kecurigaan masyarakat Indonesia terhadap niat baik negara kota itu dalam memberantas korupsi dan kejahatan. Sebab, sejauh ini banyak penjahat, terutama yang berurusan dengan ekonomi, masih bisa bersembunyi di Singapura.
Menurut catatan koran ini, sejumlah buron kasus korupsi yang membawa uang ratusan juta dolar AS itu, antara lain, Sudjiono Timan (terpidana 15 tahun dalam kasus korupsi dana BPUI), Maria Pauline Lumowa (pembobol BNI), Nader Taher (terpidana kasus kredit macet Bank Mandiri), serta Bambang Soetrisno (kasus BLBI Bank Surya).
Selain itu, beberapa bankir masih menjadi buron, seperti Irawan Salim (tersangka kasus Bank Global), Agus Anwar (tersangka BLBI Bank Pelita), Atang Latief (kasus BLBI Bank Bira), Lydia Mochtar (kasus BLBI Bank Tamara), dan Sjamsul Nursalim (korupsi BLBI Bank Dagang Nasional Indonesia).
Hng Kiang menegaskan, Singapura sangat mematuhi regulasi internasional dengan standar paling tinggi dalam pengelolaan keuangan. "Reputasi kami sekarang selevel dengan Bank of England (Bank Sentral Inggris) dan pusat keuangan dunia di Zurich. Jadi, berita tentang uang haram di negara kami sangat krusial bagi reputasi kami," tegas Wakil Chairman Monetary Authority of Singapore (MAS) atau Bank Sentral Singapura itu.
Sektor finansial di Singapura, sebut Hng Kiang, melibatkan perputaran uang SGD 750 miliar tahun lalu dan tumbuh rata-rata 20 persen tiap tahun. Sumbangan sektor keuangan terhadap gross domestic product (GDP) Singapura mencapai 11 persen. "Katakanlah uang haram dari Indonesia bisa mencapai SGD 1 miliar masuk ke Singapura, jumlah itu tetap tak sebanding dengan yang kami peroleh dari reputasi baik kami sebagai pusat keuangan dunia yang aman dan tepercaya," katanya keras.
Karena itu, Hng Kiang mengaku sudah bertemu Menteri Luar Negeri George Yeoh untuk menanyakan perkembangan perjanjian ekstradisi. "Meski saya tidak terlibat dalam urusan itu, kolega saya menjelaskan bahwa perjanjian ekstradisi dibahas paralel dengan perjanjian tentang pertahanan. Jika tidak ada halangan, prosesnya akan cepat selesai," ujarnya.
Meski berharap segera diimplementasikan, Hng Kiang menegaskan bahwa prosedur ekstradisi tetap harus mengikuti sistem hukum di Singapura. "Mahkamah pengadilan yang akan menentukan apakah permohonan ekstradisi itu bisa diterima atau tidak," terangnya.
Hng Kiang juga membantah anggapan bahwa pelabuhan Singapura sebagai tempat transit penyelundup produk ilegal ke Indonesia. "Itu pernyataan yang tidak masuk akal. Tidak ada keuntungan apa pun merusak ekonomi Indonesia," jelasnya.
Pelabuhan Singapura, jelas alumnus Cambridge University itu, menerapkan sistem bebas pajak, kecuali atas enam komoditas, termasuk alkohol dan rokok.
"Nah, jika ada kapal dari Tiongkok membawa tekstil atau mainan lewat pelabuhan Singapura adalah sah, meski produk yang dibawa itu nanti dimasukkan secara ilegal ke Indonesia. Kami tidak ada urusan dengan itu," tegasnya.
Selain mengklarifikasi tentang berita miring tentang Singapura di Indonesia, menteri perindustrian dan perdagangan Singapura memberikan pandangan-pandangannya tentang perekonomian Indonesia. "Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia semakin penting bagi Singapura, khususnya di sektor perdagangan," katanya.
Hubungan dagang Indonesia dan Singapura terus meningkat meskipun kedua negara menghadapi berbagai masalah bilateral. Total nilai ekspor dan impor kedua negara terus bertambah. Begitu juga aliran dana dari investor Singapura ke Indonesia dan sebaliknya.
Dalam pertemuan wartawan Indonesia dengan Economic Development Board (EDB) dan International Enterprise Singapore (IE), terungkap bahwa Indonesia tetap mitra dagang terpenting Singapura, bersama Malaysia, Eropa, Amerika Serikat, dan Tiongkok. Indonesia juga menjadi lahan investasi yang subur bagi investor Singapura yang bergerak di bidang telekomunikasi dan manufaktur.
Kedua institusi yang bernaung di bawah Kementerian Perindustrian dan Perdagangan itu menjadi ujung tombak perekonomian Singapura. EDB, seperti BKPM di Indonesia, bertugas "menjual" Singapura ke luar untuk menarik masuk investor asing. Sedangkan IE, seperti Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), bertugas mendorong dan membantu semua perusahaan yang berbasis di Singapura untuk berbisnis di luar.
Menurut Thong Pao Yi, executive director EDB, investor Indonesia menjadikan Singapura sebagai batu lompatan untuk menjangkau pasar global. "Ada sekitar 1.400 investor Indonesia yang berusaha di Singapura dan jumlahnya terus meningkat," ujarnya.
Beberapa di antara investor tersebut bahkan sudah menjadi perusahaan multinasional (MNC), seperti Lippo Group, APP, dan Samudra Indonesia Tbk.
Di bidang perdagangan, total nilai ekspor dan impor kedua negara pada 2006 naik 16,1 persen, dari Singapura Dollar (SD) 54,217 juta pada 2005 menjadi SD 62,93 juta. Defisit neraca perdagangan yang selama ini dialami Indonesia dengan Singapura juga terus menyusut.
Peter Lee, assistant director Southeast Asia IE, menyatakan bahwa nilai ekspor Indonesia ke Singapura pada 2006 naik 34,6 persen menjadi SD 23,425 juta. Pada saat yang sama, nilai impor Indonesia dari Singapura hanya naik 7,3 persen menjadi SD 39,504 juta. "Dalam empat tahun terakhir, kami mencatat ada pertumbuhan nilai perdagangan rata-rata sampai 10,75 persen," ujar Lee.
Lebih lanjut, Lee menyebutkan bahwa investor Singapura memberikan perhatian besar terhadap upaya pemerintah Indonesia dalam memberantas korupsi di segala bidang. "Itu perkembangan yang menarik dan kami menaruh harapan besar agar program tersebut sukses," katanya.
Berbagai pungutan tak resmi, khususnya di Bea Cukai, diakui Lee, masih menjadi sumber biaya tak terduga yang ditakuti pengusaha Singapura selain biaya buruh (labour cost) dan lamanya proses birokrasi.
Tanggapan Menlu RI
Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda mengklarifikasi adanya third party note (nota pihak ketiga) yang dikirim Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo. Dalam waktu dekat, Hassan mengaku segera mengirim jawaban atas nota yang berisi permintaan klarifikasi tentang alasan TNI-AL menangkap kapal-kapal tongkang Singapura itu kepada Yeo.
"Memang, ada penangkapan beberapa kapal pengangkut granit Singapura oleh TNI-AL," ujar Menlu Nur Hassan ketika ditemui di kantornya kemarin.
Dia pun mengaku telah menerima third party note dari pemerintah Singapura sejak Minggu lalu (25 Maret). Tapi, menurut dia, secara lisan dia telah memberikan penjelasan pendahuluan kepada George Yeo di sela-sela pertemuan ASEAN-Uni Eropa yang berlangsung di Jerman (15 Maret).
"Saat itu saya katakan, memang klaim bahwa kapal yang ditangkap TNI-AL itu mengangkut granit. Namun, yang kita permasalahkan adalah muatan yang ada di bawah granit itu," ujarnya.
Selain itu, tambah dia, hanya sedikit di antara beberapa kapal yang ditangkap itu mengangkut granit chips (keping granit). "Mereka mengambil pasir darat yang telah kita larang dan menyembunyikan di bawah granit yang mereka ambil," tuturnya.
Menanggapi nota klarifikasi Singapura itu, Menlu mengatakan masih mengumpulkan informasi dan data di lapangan. "Secepatnya kita memberikan laporan lengkap kepada pemerintah Singapura tentang penangkapan kapal-kapal pengangkut granit mereka," janjinya.