akhta
New member
Wayang sebagai penggambaran kehidupan manusia sarat dengan filosofi kehidupan. Permainan wayang adalah simbol hehidupan manusia di jagad raya ini. Berbagai ragam cerita dan tokoh ibarat sandiwara. Seperti lagu yang di populerkan oleh Ahmad Albar “Panggung Sandiwara” yg bertemakan dunia adalah panggung sandiwara yang harus kita mainkan sebagai aktor didalamnya. Sama dengan cerita wayang kulit yang terdiri dari banyak tokoh yg berkarakter baik dan jahat untuk membuat menarik cerita. Namun semua cerita dan gerak dari tokoh wayang yang digambarkan bersumber dari satu yaitu Sang “Dalang”. Dalang adalah seorang sutradara, penulis lakon, seorang narator, seorang pemain karakter, penyusun iringan, seorang "penyanyi", penata pentas, penari dan lain sebagainya. Kesimpulannya dalang adalah seseorang yang mempunyai kemampuan ganda, dan juga seorang manager, paling tidak seorang pemimpin dalam pertunjukan bagi para anggotanya (pesinden dan pengrawit).
Jika Dalang adalah sumber segala permainan wayang demikian pula keberadaan Tuhan sebagai sumber segala kehidupan di jagadraya. Jika manusia dan seluruh isi jagadraya sama seperti wayang berarti kehidupan telah diatur seperti lakon wayang. Bahkan gerak dan ucapan manusia bersumber pada Tuhan. Tuhan Maha Kuasa atas segala kehidupan. Tidak ada yg memiliki kuasa yang kekal selain Tuhan. Kuasa manusia adalah semu seperti kuasa Fir’aun yg memiliki akhir. Kuasa Tuhan membawa Kehendak Tuhan pada manusia dan jagadraya. Hidup-mati, senang-susah yang mengisi kehidupan manusia adalah jalan cerita yang dibawakan oleh Tuhan. Jalan hidup manusia berubah-ubah bagai cerita dalam wayang. Cerita selalu berganti dengan alur yang manusia sendiri tidak tahu akhir ceritanya bagaimana.
Jika begitu, manusia yang berperan protagonis tak lepas dari bimbingan dan petunjuk Tuhan yang kita sebut dengan “Hidayah”. Demikian pula manusia yg bersifat antagonis dilambangkan sifatnya bersumber dari “Syetan” yaitu hamba Tuhan yang “ma’rifat” yang mendapat peran untuk menggoda manusia. Syetan ibarat Butho / raksasa jahat dalam pewayangan.
Mampukah akal manusia menerima semua ini? Baik-buruk pada hakekatnya berasal dari Tuhan sebagai Dalang. Kehidupan manusia sudah diatur oleh Tuhan. Surga-Neraka berarti sudah ditetapkan calon penghuninya atau bahkan Surga-Neraka hanya simbol yang sebenarnya tidak ada. Apakah manusia muslim akan terima jika Fi’aun masuk surga? Sudikah anda jika Maria Ozawa akhirnya berjilbab?
Jika berfilosofi seperti lakon wayang, semua itu bisa saja terjadi. Lha wong semua itu terserah apa kata dalang. Setidaknya jika kita merasa mempunyai otak / cerdas (padahal tidak) kita dapat memilih jadi lakon Pandawa atau Kurawa. Mau berbuat baik yang berbuah kebaikan atau berbuat jahat yang berbuah dengan kejahatan pula. Jika Tuhan berkehendak / melakonkan Maria Ozawa berjilbab dan menjadi ustadzah kenapa tidak. Semua berserah kepada Tuhan. Semoga kita menjadi manusia yang “Tawakal” dan selalu mendapat “Hidayah” dari Allah Tuhan Maha Esa dan menerima semua perbedaan / peristiwa sebagai Kuasa dan Kehendak Tuhan. Atas Kehendak Allah, dan Maria Ozawa pun Berjilbab.