buddye8910i
New member
Takana Jo Kampuang
Barongsai itu perlahan-lahan membalikkan tubuh. Di atas tiang-tiang setinggi sekitar satu meter, barongsai betina itu menoleh ke kiri dan kanan. Detik berikutnya, singa kuning itu meloncati sejumlah patok besi, mengangkat kaki depannya, sebelum akhirnya berguling di tanah. Riuh tepuk tangan penonton yang memadati halaman Klenteng See Hin Kiong, Padang, Kamis (7/2/2008), langsung membahana. Di bawah cahaya ratusan lampion, atraksi barongsai dari Himpunan Bersatu Teguh (HBT) itu menjadi hiburan sekaligus puncak acara menyambut datangnya Tahun Baru Imlek 2559.
Tubuh Alexander dan Gesang, pemain barongsai itu, masih bersimbah peluh ketika penonton berebut mengucapkan selamat atas pertunjukan yang memukau. ?Kuncinya adalah latihan,? tutur Gesang, pemuda Muslim dari Jawa itu. Dia sendiri tidak keberatan membawakan barongsai dalam acara pergantian tahun yang dirayakan warga Tionghoa itu. Baginya, kegiatan seni yang digeluti sejak beberapa tahun ini dibawakannya untuk menghibur orang lain.
Pelatih barongsai, Yongky Witarsah, membuka kesempatan bagi para peminat yang ingin menjadi pemain barongsai. ?Tidak ada batasan agama atau suku,? tutur Yongky. Dan memang, sejumlah agenda seni yang diadakan menjelang pergantian tahun itu tidak sekadar ditujukan untuk masyarakat Tionghoa yang merayakan Imlek saja, tetapi juga untuk masyarakat umum. Terbukti, pengunjung klenteng malam itu datang dari berbagai daerah dengan aneka latar belakang.
?Kami terbuka saja. Masyarakat yang mau melihat upacara penyambutan Imlek kami persilakan juga,? papar Indra Budi Dermawan, Sekretaris Klenteng See Hin Kiong. Klenteng yang terletak di kawasan Pondok, atau juga disebut Tanah Kongsi, memang menjadi pusat perayaan Imlek. Sejumlah wihara di kawasan itu merayakan Imlek dengan berdoa dan tidak mengadakan acara pertunjukan untuk umum.
Kelompok Gambang Long See Tong juga turut menyemarakkan saat pergantian tahun yang dimulai sejak pukul 20.00. Kelompok musik dari Himpunan Keluarga Lie-Kwee ini membawakan sejumlah lagu berbahasa Mandarin, seperti Tien Mik-Mik dan Wo Yo Ik Tuan Cing. Kendati sejumlah pengunjung tidak paham arti lagu ini, mereka tetap mengelilingi kelompok yang beranggotakan lintas generasi itu. Apalagi, sejumlah lagu yang dibawakan mempunyai irama yang tidak asing di telinga.
Masyarakat Tionghoa di Padang ini sesungguhnya juga bukan penutur bahasa Tionghoa atau Mandarin. ?Sehari-harinya, masyarakat Tionghoa di Padang ini memakai bahasa Minang. Kalau ada orang Tionghoa dari luar Padang pasti segera tampak karena bahasa yang mereka gunakan berbeda,? papar Anwar Wijaya, Ketua Rayon Marga Huang.
Pendapat ini diperkuat oleh Erniwati, peneliti masyarakat Tionghoa di Padang. Dalam buku Asap Hio di Ranah Minang, dia mengemukakan bahwa masyarakat Tionghoa yang bermukim di daerah Pecinan, Padang, berbahasa Minangkabau dengan logat Tionghoa.
Dan, dengarlah. Seusai manggung di depan klenteng, kelompok Gambang Long See Tong kembali ke rumah keluarga Lie-Kwee dan menghibur anggota keluarga dari suku itu. Lagu yang mereka bawakan tidak saja lagu Mandarin, tetapi juga lagu Minangkabau seperti Takana Jo Kampuang serta Minangkabau. Bahasa itu sudah menjadi bahasa mereka sendiri.
Intensi Imlek
Tepat saat pergantian tahun, petugas klenteng membunyikan lonceng raksasa serta beduk. Persembahyangan yang diikuti seluruh pengurus klenteng serta umat juga dilakukan tepat pada pergantian tahun. Bau dupa serta asap hio memenuhi ruangan klenteng yang sudah berusia 111 tahun itu. Kira-kira, 1.000 umat berdoa menyambut tahun yang baru. Sebagian berasal dari luar Padang.
Sebagian umat yang sudah selesai bersembahyang membeli burung pipit yang dijual di pintu keluar klenteng. ?Burung ini simbol membuang sial,? kata Mira, warga Tionghoa yang merayakan Imlek. Di tangannya, seekor burung pipit yang dibeli Rp 1.000 dibungkus dengan kertas coklat. Setelah bungkus dilepas dan burung terbang, wajah Mira tampak gembira.
?Tahun ini kami secara khusus berdoa agar Indonesia terhindar dari bencana seperti yang banyak terjadi pada tahun yang baru lalu,? kata Indra Budi Dermawan lagi. Untuk itu, dia menggagas pemasangan 500 lampion di klenteng. Cahaya lampion diharapkan bisa memberikan terang pada tahun yang baru. Intensi doa tahun baru yang melibatkan kepentingan negara dan bangsa ini, menurut Indra, jauh lebih bermakna ketimbang dana yang harus dikeluarkan untuk mempersiapkan lampion.
Inilah Imlek Kota Padang. Dari kemeriahan seluruh masyarakat, asap hio, serta burung pipit yang terbang bebas, ada harapan untuk masuk ke tahun Tikus Tanah ini dengan lebih baik lagi. Gong Xi Fa Chai!
keterangan foto:
Atraksi barongsai dari Himpunan Bersatu Teguh (HBT) Kota Padang memikat ribuan orang yang datang ke Klenteng See Hin Kiong, Padang, Rabu (6/2/2008), dalam perayaan Imlek 2559
ART
? Kompas
Barongsai itu perlahan-lahan membalikkan tubuh. Di atas tiang-tiang setinggi sekitar satu meter, barongsai betina itu menoleh ke kiri dan kanan. Detik berikutnya, singa kuning itu meloncati sejumlah patok besi, mengangkat kaki depannya, sebelum akhirnya berguling di tanah. Riuh tepuk tangan penonton yang memadati halaman Klenteng See Hin Kiong, Padang, Kamis (7/2/2008), langsung membahana. Di bawah cahaya ratusan lampion, atraksi barongsai dari Himpunan Bersatu Teguh (HBT) itu menjadi hiburan sekaligus puncak acara menyambut datangnya Tahun Baru Imlek 2559.
Tubuh Alexander dan Gesang, pemain barongsai itu, masih bersimbah peluh ketika penonton berebut mengucapkan selamat atas pertunjukan yang memukau. ?Kuncinya adalah latihan,? tutur Gesang, pemuda Muslim dari Jawa itu. Dia sendiri tidak keberatan membawakan barongsai dalam acara pergantian tahun yang dirayakan warga Tionghoa itu. Baginya, kegiatan seni yang digeluti sejak beberapa tahun ini dibawakannya untuk menghibur orang lain.
Pelatih barongsai, Yongky Witarsah, membuka kesempatan bagi para peminat yang ingin menjadi pemain barongsai. ?Tidak ada batasan agama atau suku,? tutur Yongky. Dan memang, sejumlah agenda seni yang diadakan menjelang pergantian tahun itu tidak sekadar ditujukan untuk masyarakat Tionghoa yang merayakan Imlek saja, tetapi juga untuk masyarakat umum. Terbukti, pengunjung klenteng malam itu datang dari berbagai daerah dengan aneka latar belakang.
?Kami terbuka saja. Masyarakat yang mau melihat upacara penyambutan Imlek kami persilakan juga,? papar Indra Budi Dermawan, Sekretaris Klenteng See Hin Kiong. Klenteng yang terletak di kawasan Pondok, atau juga disebut Tanah Kongsi, memang menjadi pusat perayaan Imlek. Sejumlah wihara di kawasan itu merayakan Imlek dengan berdoa dan tidak mengadakan acara pertunjukan untuk umum.
Kelompok Gambang Long See Tong juga turut menyemarakkan saat pergantian tahun yang dimulai sejak pukul 20.00. Kelompok musik dari Himpunan Keluarga Lie-Kwee ini membawakan sejumlah lagu berbahasa Mandarin, seperti Tien Mik-Mik dan Wo Yo Ik Tuan Cing. Kendati sejumlah pengunjung tidak paham arti lagu ini, mereka tetap mengelilingi kelompok yang beranggotakan lintas generasi itu. Apalagi, sejumlah lagu yang dibawakan mempunyai irama yang tidak asing di telinga.
Masyarakat Tionghoa di Padang ini sesungguhnya juga bukan penutur bahasa Tionghoa atau Mandarin. ?Sehari-harinya, masyarakat Tionghoa di Padang ini memakai bahasa Minang. Kalau ada orang Tionghoa dari luar Padang pasti segera tampak karena bahasa yang mereka gunakan berbeda,? papar Anwar Wijaya, Ketua Rayon Marga Huang.
Pendapat ini diperkuat oleh Erniwati, peneliti masyarakat Tionghoa di Padang. Dalam buku Asap Hio di Ranah Minang, dia mengemukakan bahwa masyarakat Tionghoa yang bermukim di daerah Pecinan, Padang, berbahasa Minangkabau dengan logat Tionghoa.
Dan, dengarlah. Seusai manggung di depan klenteng, kelompok Gambang Long See Tong kembali ke rumah keluarga Lie-Kwee dan menghibur anggota keluarga dari suku itu. Lagu yang mereka bawakan tidak saja lagu Mandarin, tetapi juga lagu Minangkabau seperti Takana Jo Kampuang serta Minangkabau. Bahasa itu sudah menjadi bahasa mereka sendiri.
Intensi Imlek
Tepat saat pergantian tahun, petugas klenteng membunyikan lonceng raksasa serta beduk. Persembahyangan yang diikuti seluruh pengurus klenteng serta umat juga dilakukan tepat pada pergantian tahun. Bau dupa serta asap hio memenuhi ruangan klenteng yang sudah berusia 111 tahun itu. Kira-kira, 1.000 umat berdoa menyambut tahun yang baru. Sebagian berasal dari luar Padang.
Sebagian umat yang sudah selesai bersembahyang membeli burung pipit yang dijual di pintu keluar klenteng. ?Burung ini simbol membuang sial,? kata Mira, warga Tionghoa yang merayakan Imlek. Di tangannya, seekor burung pipit yang dibeli Rp 1.000 dibungkus dengan kertas coklat. Setelah bungkus dilepas dan burung terbang, wajah Mira tampak gembira.
?Tahun ini kami secara khusus berdoa agar Indonesia terhindar dari bencana seperti yang banyak terjadi pada tahun yang baru lalu,? kata Indra Budi Dermawan lagi. Untuk itu, dia menggagas pemasangan 500 lampion di klenteng. Cahaya lampion diharapkan bisa memberikan terang pada tahun yang baru. Intensi doa tahun baru yang melibatkan kepentingan negara dan bangsa ini, menurut Indra, jauh lebih bermakna ketimbang dana yang harus dikeluarkan untuk mempersiapkan lampion.
Inilah Imlek Kota Padang. Dari kemeriahan seluruh masyarakat, asap hio, serta burung pipit yang terbang bebas, ada harapan untuk masuk ke tahun Tikus Tanah ini dengan lebih baik lagi. Gong Xi Fa Chai!
keterangan foto:
Atraksi barongsai dari Himpunan Bersatu Teguh (HBT) Kota Padang memikat ribuan orang yang datang ke Klenteng See Hin Kiong, Padang, Rabu (6/2/2008), dalam perayaan Imlek 2559
ART
? Kompas