Dasar Pandangan Agama Buddha

singthung

New member
Dasar Pandangan Agama Buddha


Bersama Ven S. Dhammika


1. Apakah ajaran utama Sang Buddha?

Seluruh ajaran Buddha berinti pada Empat Kesunyataan Mulia, ibarat lingkaran dan jari-jari roda berpusat pada porosnya. Disebut "Empat" karena terdiri dari empat pernyataan. Disebut "Kesunyataan" karena menyatakan kebenaran mutlak. Dan disebut "Mulia" karena barang siapa yang memahaminya niscaya menjadi mulia.


2. Apakah Kesunyataan Mulia Pertama?

Kesunyataan Mulia Pertama menyatakan bahwa hidup adalah dukkha (penderitaan, ketidakpuasan, ketidakkekalan). Dalam kehidupan, pasti dijumpai dukkha. Tidaklah mungkin untuk hidup tanpa pernah mengalami suatu bentuk dukkha, Mau tidak mau kita semua pasti mengalami penderitaan jasmani seperti kesakitan, luka, kelelahan, ketuaan, bahkan kematian. Kita juga harus memikul penderitaan batin seperti kesepian, keputusasaan, ketakutan, rasa malu, kekecewaan, kejengkelan, dan sebagainya.


3. Apakah hal ini tidak berarti pesimistis?

Istilah "pesimistis" berarti kecenderungan berpikir bahwa apapun yang terjadi akan berakibat buruk/tidak menyenangkan, atau suatu pahan bahwa kejahatan lebih kuat daripada kebajikan. Agama Buddha tidak mengajarkan demikian. Pula sama sekali tidak pernah mengingkari bahwa kebahagiaan itu juga ada. Kesunyataan Mulia Pertama menyatakan bahwa kehidupan pasti dijumpai penderitaan, baik jasmani maupun batin. Kebenaran ini tak mungkin disangkal lagi. Gagasan utama kebanyakan agama adalah dongeng, legenda, atau keimanan yang sulit atau tidak mungkin dibuktikan. Agama Buddha berpangkal pada pengalaman, fakta yang tak dapat disangkal lagi, segala sesuatu yang diketahui dan dialami semua orang, dan semuanya berjuang untuk mengatasinya. Jadi agama Buddha bersifat universal karena berdasar pada pusat perhatian semua makhluk: penderitaan dan cara mengatasinya.


4. Apakah Kesunyataan Mulia Kedua?

Kesunyataan Mulia Kedua menyatakan bahwa penderitaan disebabkan oleh nafsu atau keinginan. Hal ini tidak sulit untuk dibuktikan. Marilah kita tinjau penderitaan yang bersifat batiniah. Apabila kita menginginkan sesuatu namun tidak mampu memperolehnya, kita merasa frustasi. Apabila kita menghendaki seseorang berbuat sesuai dengan harapan kita, namun ternyata tidak terpenuhi, kita merasa kecewa. Ketika kita menginginkan seseorang untuk menyukai kita, tapi ternyata tidak, kita akan sakit hati. Bahkan bila kita menginginkan sesuatu dan bisa memperolehnya, ini juga tidak selamanya membawa kebahagiaan, sampai suatu saat kita merasa bosan/jenuh, kehilangan daya tarik, dan mulai menginginkan hal-hal yang lain. Sederhana saja. Kesunyataan Mulia Kedua mengatakan bahwa mendapatkan apa yang kita inginkan tidak menjamin tercapainya kebahagiaan. Daripada terus memaksakan keinginan kita, cobalah membatasi keinginan kita. Nafsu dan keinginan hanya akan menghilangkan rasa puas dan kebahagiaan Anda.


5. Tetapi bagaimana mungkin keingingan dan nafsu juga bisa menyebabkan penderitaan jasmaniah?

Keinginan dan nafsu nan tak kunjung padam akan ini dan itu, terutama nafsu untuk tetap eksis (tidak rela mati) mampu menciptakan energi dahsyat yang menyebabkan seseorang terlahir kembali. Ketika kita terlahir lagi, kita memiliki tubuh lagi, dan seperti telah disebut di atas, tubuh ini bersifat mudah terluka, terjangkiti penyakit, kelelahan, kerentaan, dan tak luput dari kematian. Jadi nafsu juga bisa mengakibatkan penderitaan jasmaniah karena nafsu membuat kita terlahir, dan terus terlahir.


6. Luar biasa. Tetapi jika kita menghentikan seluruh keinginan kita, kita tidak akan pernah mendapat atau mencapai apapun.

Benar. Sang Buddha mengajarkan, keinginan kita, nafsu kita, ketidakpuasan kita, dan kerinduan terus-menerus untuk lebih dan lebih, memang membuat kita menderita, jadi hendaknya kita menghentikannya. Beliau mengajar kita untuk bisa membedakan antara apa yang dibutuhkan dengan apa yang kita inginkan, dan hendaknya mengupayakan kebutuhan kita serta membatasi keinginan kita. Beliau mengatakan bahwa kebutuhan kita dapatlah terpenuhi, namun keinginan kita tidaklah terbatas, ibarat sumur tanpa dasar. Ada kebutuhan yang bersifat pokok dan mendasar, itu dapat terpenuhi, kita harus pengupayakannya. Keinginan selebihnya sebaiknya berangsur-angsur dikurangi. Lagi pula, apakah sebenarnya tujuan hidup? Untuk terus mengejar atau untuk menjadi puas dan bahagia?


7. Apakah Kesunyataan Mulia Ketiga?

Kesunyataan Mulia Ketiga menyatakan bahwa penderitaan dapat diatasi dan kebahagiaan dapat tercapai. Hal ini mungkin merupakan yang terpenting dari Empat Kesunyataan Mulia, karena di sini Sang Buddha meyakinkan kita bahwa kebahagiaan mutlak dapat dicapai. Apabila kita menghentikan nafsu yang sia-sia dan belajar memahami makna hidup, menikmati hidup, bebas dari rasa takut, benci dan angkara murka, maka kita akan mencapai kebahagiaan dan terbebas. Hanya dengan demikianlah kita akan hidup sepenuhnya. Kita takkan tergoda lagi untuk memuaskan kepentingan diri sendiri, kita merasa memiliki banyak kesempatan untuk menolong orang lain, memenuhi kebutuhan mereka. Keadaan ini disebut Nibbana. Kita juga terbebas dari seluruh penderitaan, baik jasmaniah maupun batiniah. Inilah kebahagiaan mutlak.


8. Apa atau di manakah Nibbana itu?

Nibbana adalah suatu dimensi yang mengatasi waktu dan ruang. Memang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Kata-kata (istilah-istilah) dan jangkauan pemikiran kita hanya sesuai untuk menggambarkan dimensi waktu dan ruang yang kita kenal sehari-hari. Karena Nibbana itu diluar dimensi waktu: tiada pergerakan, tiada penuaan, tiada kematian; Nibbana adalah kekal. Karena Nibbana itu diluar dimensi ruang: Tiada penyebab; tiada batas; tiada gagasan tentang diri maupun bukan diri, Nibbana adalah mutlak. Sang Buddha meyakinkan kita bahwa Nibbana merupakan suatu pengalaman kebahagiaan tertinggi. Beliau bersabda: "....... Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi." (Dhammapada. 204)

9. Tapi adakah bukti bahwa dimensi seperti itu benar-benar ada?

Tidak ada bukti. Namun keberadaannya tersebut dapat dipikirkan. Apabila da dimensi dimana waktu dan ruang "ada", maka kita dapat memikirkan adanya suatu dimensi di mana waktu dan ruang "tidak ada", itulah Nibbana. Sang Buddha sendiri bersabda:

"Ada sesuatu Yang Tidak Terlahir, yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Apabila tidak ada yang Tidak Terlahir, Yang Tidak Terjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin terbebas dari kelahiran, penjelmaan, penciptaan, dan pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada Yang Tidak Terlahir, Yang Tidak Terjelma, Yang Tidak Tercipta, yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk terbebas dari kelahiran, penjelmaan, penciptaan, dan pemunculan dari sebab yang lalu." (Ub 80)
 
Back
Top