Sepanjang sejarah, selalu ada serangan kepada Yesus dan keabsahan dari Firman Tuhan. Dan hari ini, gereja saat ini, lagi-lagi berkemas mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah di dalam peperangan yang tiada akhir untuk Kebenaran.
Peluncuran Film ?The Da Vinci Code? akan membuka pintu penipuan yang telah dibuka sebelumnya dengan novelnya, yang menyebabkan jutaan keragu-raguan atas kebenaran Iman Kristiani. Walau sebagian pembaca yang telah membaca buku bestselling ?The Da Vinci Code? dan dengan benar mengenalinya sebagai sebuah
cerita fiksi, sebagian orang telah melihat ?revisi? dari sejarah ini sebagai ?kebenaran?. Tetapi adalah naif kalau kita sebagai gereja berpikir bahwa film ini tidak akan berpegaruh besar pada baik orang-orang non-Kristen atau orang-orang Kristen yang tidak berakar kuat pada Firman Tuhan. Obsesi akan budaya dan teori persekongkolan ini juga mungkin akan memimpin jutaan orang digiring jauh dari iman yg sejati dan selamanya memisahkan mereka dari kehidupan kekal dalam Yesus.
Apa yang begitu ?menggiurkan? dari cerita ini, begitu ?menggiurkan? sehingga menanggung konsekuensi kekal? Pengarang ?The Da Vinci Code? mengaku telah melakukan riset sejarah, memberikan pengetahuan rahasia dari sejarah Gereja, dan meninggalkan para pembaca dengan tugas yang menantang dari karyanya.
Banyak orang yang tahu sedikit sekali mengenai sejarah gereja, dan membuat mereka sangat sulit untuk menyangkal pengakuan pengarang dan menjadikan mudah untuk menerima laporan-laporan yg salah. Itulah sifat dasar dari penipuan: masuk dari sesuatu yang tidak jelas. Dengan penayangan film ?The Da Vinci Code?, pintu penipuan bukan hanya satu-satunya pintu yang terbuka. Pintu untuk kebenaran telah terbuka engselnya, dan Gereja harus siap sedia untuk membukanya.
Umat kristiani tampil pada kesempatan yang kritis untuk membagikan kebenaran2 alkitabiah kepada dunia yang tidak percaya
Film ini akan mengawali banjir pertanyaan mengenai Kekristenan, memberikan kesempatan-kesempatan yang tidak terhitung banyaknya untuk bersaksi kepada orang dan membagikan pesan Kebenaran yang mengubah hidup.
The Da Vinci Code akan menyebabkan jutaan orang untuk mulai mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan yang paling dalam. Adalah tantangan bagi Gereja Tuhan adalah untuk membagikan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan untuk ?siap sedia pada setiap waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu.? (1 Petrus 3:15b) ?Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam daripada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh.? (Ibrani 4:12a).
Da Vinci Code VS Alkitab dan Sejarah
1. Menurut Da Vinci Code, Yesus adalah seorang besar atau seorang nabi di awal sejarah, tetapi kemudian didaulat menjadi seseorang yang ilahi saat Konsili Nicaea. Sementara dalam Alkitab, Yesus disebutkan 7 kali sebagai ?Tuhan? (God = Theos) di Perjanjian Baru, dan seringkali disebut ?Tuhan? (Lord = Kyrios). Tidak ada sejarahwan yang berargumen bahwa penulisan di Alkitab ini dilakukan setelah adanya Konsili Nicaea.
2. Da Vinci Code menuliskan bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena (hal.244). Menurut sejarah, hal ini tergolong sebagai Gospel Gnotic, sebuah kumpulan tulisan dari Kristen gadungan dengan pemahaman rohani yang hanya dipahami orang-orang tertentu, tidak mengatakan hal apapun tentang Yesus dan Maria Magdalena menikah.
3. Menurut Da Vinci Code, Alkitab yang kita ketahui hari ini, disusun oleh Kaisar Constantine yg seorang penyembah berhala di jaman Kekaisaran Roma (hal.231). Constantine membiayai pengerjaan Alkitab yang baru, yang menghilangkan Injil yang berbicara tentang karakter kemanusiaan Kristus dan membumbui kitab Injil dengan membuatnya seperti Allah. Kitab Injil yang terdahulu telah dikumpulkan, dan dibakar. (hal.234). Menurut sejarah, Alkitab bukan disusun oleh Kaisar Constantine, yang meninggal pada 337 SM. Perjanjian Lama ada sebelum jaman Yesus. Dan Perjanjian Baru, yang walaupun mulai dikumpulkan semuanya pada akhir dari abad ke 1 (kurang lebih tahun 90-100 SM), belum disusun secara formal sampai 393-397 SM (setelah Kaisar Constantine meninggal). Tidak ada ?Alkitab baru? yang dibuat oleh Constantine. Kaisar hanya meminta Eusebius (Uskup Carthage) membuat 50 copy dari Firman Tuhan yg telah ada. Tidak ada bukti yang mengesankan bahwa Constantine atau siapapun ?membumbui? Matius, Markus, Lukas, atau Yohanes. Selain itu, tidak ada kitab Injil yang dibakar oleh Constantine. Kitab Injil dalam Alkitab secara jelas melukiskan ?kemanusiaan? Kristus, yang konsisten dengan pengajaran Kristen bahwa Yesus adalah 100% keillahiannya dan juga 100% manusia.
4.Da Vinci Code menyebutkan bahwa ?Tulisan sakral YHWH yaitu nama Tuhan, pada kenyataannya berasal dari Jehov?, yang merupakan kesatuan fisik antara pria ?JAH? dan bahasa Ibrani kuno untuk Hawa, ?HAVAH? (hal.309). Sejarah mengatakan YHWH bukan berasal dari ?JEHOVAH?. Terminologi YHWH itu lebih dahulu ada ribuan tahun sebelumnya dari ?JEHOVAH?. Brown, pada kenyataannya salah mengerti, JEHOVAH malah berasal dari YHWH.
5. Berdasarkan Da Vinci Code, persatuan secara seksual antara pria dan wanita memberikan keutuhan secara rohani, tetapi telah disusun kembali sebagai tindakan yang memalukan oleh Gereja untuk ?mendidik ulang? para penyembah berhala dan dewa-dewi. Menurut Alkitab, ranjang perkawinan dihormati sebagai sesuatu yang murni (Ibrani 13:4). Tuhan menetapkan kegiatan dan kenikmatan seksual diantara suami dan istri.
6. Menurut Da Vinci Code, Injil manapun yang menggambarkan aspek duniawi atau kemanusiaan dari kehidupan Yesus harus dihilangkan dari Alkitab (hal.244). Menurut Alkitab: Kitab Injil dari Perjanjian Baru memberikan banyak aspek duniawi atau kemanusiaan dari kehidupan Kristus seperti kelemahan fisiknya (lapar, kelelahan, kematian), emosi (kesedihan, kemarahan, dan cinta kasih), dan hubungan interaksi (dengan ibu-Nya, teman-temanNya, dan pengikut-pengikutNya.
Kesalahan-kesalahan semacam itu menggambarkan kelemahan utama ?Da Vinci Code?: kurangnya akurasi dan penyajian sejarah yang keliru. Dengan kata lain, di luar apakah kekristenan itu benar atau salah, para pembaca dan penonton juga harus bertanya kepada diri mereka sendiri beberapa pertanyaan mendasar dari ?Da Vinci Code?:
? Apakah cerita itu menyajikan peristiwa-peristiwa sejarah secara benar?
? Apakah cerita itu menafsirkan atau mengartikan hasil karya seni klasik secara tepat?
? Apakah cerita itu mewakili ajaran Kristen secara akurat?
Pada akhirnya, fakta akan berbicara untuk kebenaran yang sesungguhnya. (fis)
Peluncuran Film ?The Da Vinci Code? akan membuka pintu penipuan yang telah dibuka sebelumnya dengan novelnya, yang menyebabkan jutaan keragu-raguan atas kebenaran Iman Kristiani. Walau sebagian pembaca yang telah membaca buku bestselling ?The Da Vinci Code? dan dengan benar mengenalinya sebagai sebuah
cerita fiksi, sebagian orang telah melihat ?revisi? dari sejarah ini sebagai ?kebenaran?. Tetapi adalah naif kalau kita sebagai gereja berpikir bahwa film ini tidak akan berpegaruh besar pada baik orang-orang non-Kristen atau orang-orang Kristen yang tidak berakar kuat pada Firman Tuhan. Obsesi akan budaya dan teori persekongkolan ini juga mungkin akan memimpin jutaan orang digiring jauh dari iman yg sejati dan selamanya memisahkan mereka dari kehidupan kekal dalam Yesus.
Apa yang begitu ?menggiurkan? dari cerita ini, begitu ?menggiurkan? sehingga menanggung konsekuensi kekal? Pengarang ?The Da Vinci Code? mengaku telah melakukan riset sejarah, memberikan pengetahuan rahasia dari sejarah Gereja, dan meninggalkan para pembaca dengan tugas yang menantang dari karyanya.
Banyak orang yang tahu sedikit sekali mengenai sejarah gereja, dan membuat mereka sangat sulit untuk menyangkal pengakuan pengarang dan menjadikan mudah untuk menerima laporan-laporan yg salah. Itulah sifat dasar dari penipuan: masuk dari sesuatu yang tidak jelas. Dengan penayangan film ?The Da Vinci Code?, pintu penipuan bukan hanya satu-satunya pintu yang terbuka. Pintu untuk kebenaran telah terbuka engselnya, dan Gereja harus siap sedia untuk membukanya.
Umat kristiani tampil pada kesempatan yang kritis untuk membagikan kebenaran2 alkitabiah kepada dunia yang tidak percaya
Film ini akan mengawali banjir pertanyaan mengenai Kekristenan, memberikan kesempatan-kesempatan yang tidak terhitung banyaknya untuk bersaksi kepada orang dan membagikan pesan Kebenaran yang mengubah hidup.
The Da Vinci Code akan menyebabkan jutaan orang untuk mulai mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan yang paling dalam. Adalah tantangan bagi Gereja Tuhan adalah untuk membagikan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan untuk ?siap sedia pada setiap waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu.? (1 Petrus 3:15b) ?Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam daripada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh.? (Ibrani 4:12a).
Da Vinci Code VS Alkitab dan Sejarah
1. Menurut Da Vinci Code, Yesus adalah seorang besar atau seorang nabi di awal sejarah, tetapi kemudian didaulat menjadi seseorang yang ilahi saat Konsili Nicaea. Sementara dalam Alkitab, Yesus disebutkan 7 kali sebagai ?Tuhan? (God = Theos) di Perjanjian Baru, dan seringkali disebut ?Tuhan? (Lord = Kyrios). Tidak ada sejarahwan yang berargumen bahwa penulisan di Alkitab ini dilakukan setelah adanya Konsili Nicaea.
2. Da Vinci Code menuliskan bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena (hal.244). Menurut sejarah, hal ini tergolong sebagai Gospel Gnotic, sebuah kumpulan tulisan dari Kristen gadungan dengan pemahaman rohani yang hanya dipahami orang-orang tertentu, tidak mengatakan hal apapun tentang Yesus dan Maria Magdalena menikah.
3. Menurut Da Vinci Code, Alkitab yang kita ketahui hari ini, disusun oleh Kaisar Constantine yg seorang penyembah berhala di jaman Kekaisaran Roma (hal.231). Constantine membiayai pengerjaan Alkitab yang baru, yang menghilangkan Injil yang berbicara tentang karakter kemanusiaan Kristus dan membumbui kitab Injil dengan membuatnya seperti Allah. Kitab Injil yang terdahulu telah dikumpulkan, dan dibakar. (hal.234). Menurut sejarah, Alkitab bukan disusun oleh Kaisar Constantine, yang meninggal pada 337 SM. Perjanjian Lama ada sebelum jaman Yesus. Dan Perjanjian Baru, yang walaupun mulai dikumpulkan semuanya pada akhir dari abad ke 1 (kurang lebih tahun 90-100 SM), belum disusun secara formal sampai 393-397 SM (setelah Kaisar Constantine meninggal). Tidak ada ?Alkitab baru? yang dibuat oleh Constantine. Kaisar hanya meminta Eusebius (Uskup Carthage) membuat 50 copy dari Firman Tuhan yg telah ada. Tidak ada bukti yang mengesankan bahwa Constantine atau siapapun ?membumbui? Matius, Markus, Lukas, atau Yohanes. Selain itu, tidak ada kitab Injil yang dibakar oleh Constantine. Kitab Injil dalam Alkitab secara jelas melukiskan ?kemanusiaan? Kristus, yang konsisten dengan pengajaran Kristen bahwa Yesus adalah 100% keillahiannya dan juga 100% manusia.
4.Da Vinci Code menyebutkan bahwa ?Tulisan sakral YHWH yaitu nama Tuhan, pada kenyataannya berasal dari Jehov?, yang merupakan kesatuan fisik antara pria ?JAH? dan bahasa Ibrani kuno untuk Hawa, ?HAVAH? (hal.309). Sejarah mengatakan YHWH bukan berasal dari ?JEHOVAH?. Terminologi YHWH itu lebih dahulu ada ribuan tahun sebelumnya dari ?JEHOVAH?. Brown, pada kenyataannya salah mengerti, JEHOVAH malah berasal dari YHWH.
5. Berdasarkan Da Vinci Code, persatuan secara seksual antara pria dan wanita memberikan keutuhan secara rohani, tetapi telah disusun kembali sebagai tindakan yang memalukan oleh Gereja untuk ?mendidik ulang? para penyembah berhala dan dewa-dewi. Menurut Alkitab, ranjang perkawinan dihormati sebagai sesuatu yang murni (Ibrani 13:4). Tuhan menetapkan kegiatan dan kenikmatan seksual diantara suami dan istri.
6. Menurut Da Vinci Code, Injil manapun yang menggambarkan aspek duniawi atau kemanusiaan dari kehidupan Yesus harus dihilangkan dari Alkitab (hal.244). Menurut Alkitab: Kitab Injil dari Perjanjian Baru memberikan banyak aspek duniawi atau kemanusiaan dari kehidupan Kristus seperti kelemahan fisiknya (lapar, kelelahan, kematian), emosi (kesedihan, kemarahan, dan cinta kasih), dan hubungan interaksi (dengan ibu-Nya, teman-temanNya, dan pengikut-pengikutNya.
Kesalahan-kesalahan semacam itu menggambarkan kelemahan utama ?Da Vinci Code?: kurangnya akurasi dan penyajian sejarah yang keliru. Dengan kata lain, di luar apakah kekristenan itu benar atau salah, para pembaca dan penonton juga harus bertanya kepada diri mereka sendiri beberapa pertanyaan mendasar dari ?Da Vinci Code?:
? Apakah cerita itu menyajikan peristiwa-peristiwa sejarah secara benar?
? Apakah cerita itu menafsirkan atau mengartikan hasil karya seni klasik secara tepat?
? Apakah cerita itu mewakili ajaran Kristen secara akurat?
Pada akhirnya, fakta akan berbicara untuk kebenaran yang sesungguhnya. (fis)