zoeratmand
New member
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Nama Ilyas Karim, mendadak tenar. Ia mengaku pria bercelana pendek dalam foto saat pengibaran Sang Saka Merah Putih, 1945. Ilyas mengaku, dialah satu-satunya yang masih hidup. Kini, Ilyas dihadiahi sebuah apartemen di Kalibata oleh Wakil Gubernur DKI Priyanto beberapa waktu lalu.
Fadli Zon, seorang politisi sekaligus sejarawan muda berani menantang adu debat Ilyas Karim. Ilyas, kata Fadli bukanlah pria bercelana pendek pengibar Sangsaka Merahputih.
“Saya punya buktinya. Buku-buku sejarah yang saya miliki mengungkap, pria bercelana pendek itu bernama Suhud,” kata Fadli.
Di perpustakaan pribadinya, Fadli Zon menyimpan buku-buku kuno, juga barang-barang kuno. Termasuk, buku yang menjelaskan, siapa pria bercelana pendek yang mengibarkan Sangsaka Merah Putih saat detik-detik Proklamasi yang dibacakan oleh Bung Karno.
“Ini demi pelurusan sejarah. Kasihan kalau sejarah sampai dibelokkan. Makanya saya siap debat Ilyas Karim. Dia bukan pengerek bendera, tapi Suhud. Fakta sejarahnya ada dalam buku-buku yang saya simpan,” kata Fadli.
Fadli kemudian berujar, belum menemukan keterkaitan sejarah Ilyas Karim dalam peristiwa kemerdekaan yang sempat tercatat dalam buku-buku sejarah.
“Tapi jangan menngaku dia pengibar bendera Sang Saka. Dia itu ngaku-ngaku belakangan. Kasihan bangsa ini kalau sejarahnya dibelokkan,” tegas Fadli.
Fadli mengaku kaget melihat di televisi dan sejumlah media, saat Ilyas Karim mengklaim dirinya yang masih hidup sebagai pelaku sejarah, pengerek Sang Saka Merah Putih.
“Saya siap buktikan bukan dia. Yang bercelana pendek itu, namanya Suhud, salah seorang anggota barisan pelopor yang diminta Bung Karno mengibarkan bendera Merah Putih,” cerita Fadli.
Suhud cerita Fadli sambil mengungkap sejarah, adalah anak buah Sudiro salah satu asisten Bung Karno. Suhudlah yang mencari bambu ketika itu untuk mengibarkan Sangsaka Merah Putih.
“Ilyas Karim, tak pernah tercatat dalam sejarah. Bisa saja dia ada dalam barisan saat pengibaran bendera. Bisa saja, tapi bukan pengibar bendera,” Fadli menegaskan.
Fadli kemudian mengambil majalah Tempo tahun 1975, tertanggal 16 Agustus, dan masih terlihat terawat. Ia kemudian mengungkap salah satu halaman yang memuat wawancara para pelaku sejarah. “Dalam majalah itu yang mengibarkan suhud. Jadi, yang tahu sejarah pasti marah,” ujarnya.
SK trimurti pada tahun 1972 menulis, Suhud adalah komandan pengawal Bung Karno, ketika itu sibuk mengatur persiapan kemerdekaan,”cerita Fadli lagi.
Fadli Zon, seorang politisi sekaligus sejarawan muda berani menantang adu debat Ilyas Karim. Ilyas, kata Fadli bukanlah pria bercelana pendek pengibar Sangsaka Merahputih.
“Saya punya buktinya. Buku-buku sejarah yang saya miliki mengungkap, pria bercelana pendek itu bernama Suhud,” kata Fadli.
Di perpustakaan pribadinya, Fadli Zon menyimpan buku-buku kuno, juga barang-barang kuno. Termasuk, buku yang menjelaskan, siapa pria bercelana pendek yang mengibarkan Sangsaka Merah Putih saat detik-detik Proklamasi yang dibacakan oleh Bung Karno.
“Ini demi pelurusan sejarah. Kasihan kalau sejarah sampai dibelokkan. Makanya saya siap debat Ilyas Karim. Dia bukan pengerek bendera, tapi Suhud. Fakta sejarahnya ada dalam buku-buku yang saya simpan,” kata Fadli.
Fadli kemudian berujar, belum menemukan keterkaitan sejarah Ilyas Karim dalam peristiwa kemerdekaan yang sempat tercatat dalam buku-buku sejarah.
“Tapi jangan menngaku dia pengibar bendera Sang Saka. Dia itu ngaku-ngaku belakangan. Kasihan bangsa ini kalau sejarahnya dibelokkan,” tegas Fadli.
Fadli mengaku kaget melihat di televisi dan sejumlah media, saat Ilyas Karim mengklaim dirinya yang masih hidup sebagai pelaku sejarah, pengerek Sang Saka Merah Putih.
“Saya siap buktikan bukan dia. Yang bercelana pendek itu, namanya Suhud, salah seorang anggota barisan pelopor yang diminta Bung Karno mengibarkan bendera Merah Putih,” cerita Fadli.
Suhud cerita Fadli sambil mengungkap sejarah, adalah anak buah Sudiro salah satu asisten Bung Karno. Suhudlah yang mencari bambu ketika itu untuk mengibarkan Sangsaka Merah Putih.
“Ilyas Karim, tak pernah tercatat dalam sejarah. Bisa saja dia ada dalam barisan saat pengibaran bendera. Bisa saja, tapi bukan pengibar bendera,” Fadli menegaskan.
Fadli kemudian mengambil majalah Tempo tahun 1975, tertanggal 16 Agustus, dan masih terlihat terawat. Ia kemudian mengungkap salah satu halaman yang memuat wawancara para pelaku sejarah. “Dalam majalah itu yang mengibarkan suhud. Jadi, yang tahu sejarah pasti marah,” ujarnya.
SK trimurti pada tahun 1972 menulis, Suhud adalah komandan pengawal Bung Karno, ketika itu sibuk mengatur persiapan kemerdekaan,”cerita Fadli lagi.