d-net
Mod
Ini adalah realitas lain di tengah riuhnya pembelian kursi impor di ruangan banggar dan biaya renovasi toilet gedung DPR yang menelan biaya miliaran rupiah. Anak-anak sekolah di Desa Sangiang Tanjung, Lebak, Banten, harus menempuh titian maut saat hendak masuk sekolah. Merayap bergelantungan di atas sungai berarus deras sambil memegangi bentangan tali kawat sisa-sisa jembatan yang rusak diterjang banjir.
Kondisi jembatan itu miring hampir 90 derajat, satu bagian jembatan telah putus. Sehingga, untuk menyeberang dengan jembatan ini, kedua tangan harus memegang tali besi yang belum terputus. Sedangkan kaki menginjak bagian jembatan yang sudah terputus.
Meski di bawah ancaman maut, siswa sekolah dasar (SD) dan SMP di Kampung Ciwaru, Desa Sangiang Tanjung, Kecamatan Kalanganyar, Kabupaten Lebak, terpaksa bergelantungan di jembatan gantung yang rusak diterjang hujan dan angin. Mereka harus melewati jembatan tersebut karena merupakan satu-satunya akses untuk bisa sampai ke sekolah mereka dengan cepat.
Jembatan gantung yang membentang di atas Sungai Ciberang yang berarus deras “terlebih kala musim hujan seperti sekarang” yang menghubungkan Desa Sangiang Tanjung dengan Desa Pasir Tanjung, Kecamatan Rangkasbitung. Kini pascabanjir dan hujan angin setiap hari warga dua desa tersebut memanfaatkan jembatan itu sebagai satu-satunya jalur transportasi yang paling cepat dan murah.
Kondisi jembatan dengan panjang lebih dari seratus meter itu sangat mengkhawatirkan bagi siapa pun yang melintasi. Sebab, tempat berpijak yang semestinya datar merata kini berubah miring seperti tebing labil yang bergoyang-goyang saat dilewati. Fisik jembatan tinggal menyisakan sling (tali kawat penyangga) dan tempat pijakan terdiri atas potongan-potongan papan kecil yang sudah rusak.
Untuk bisa melintasi jembatan tersebut, para siswa yang di punggungnya menggantung tas ransel berisi buku-buku pelajaran itu harus ekstrahati-hati. Mereka harus berpegangan kuat-kuat ke tali kawat jika tidak ingin jatuh dan hanyut terbawa arus Sungai Ciberang yang deras.
Karena itu, telapak tangan anak-anak yang sebagian besar murid sekolah dasar tersebut terlihat memar kemerahan karena harus berpegangan tali jembatan kuat-kuat sambil merambat. “Kami minta pemerintah segera memperbaiki jembatan ini. Sebab, jembatan ini satu-satunya jembatan penghubung menuju sekolah kami di Ona Rangkasbitung,” ujar Roni, siswa kelas satu SMPN 6 Rangkasbitung, kepada wartawan.
Meski sangat membahayakan keselamatan jiwa, Roni bersama teman-teman lain memberanikan diri bergelantungan di sling agar sampai ke sekolah. “Kadang kami terlambat datang ke sekolah karena terlalu lama menyeberangi jembatan gantung ini. Sebenarnya bisa saja tidak melalui jembatan ini, tapi harus memutar dan jarak tempuhnya cukup jauh hingga lebih dari sejam. Belum lagi, biaya transpornya (ongkos naik angkutan, Red) cukup mahal,” ungkapnya.
Sekretaris Desa (Sekdes) Sangiang Tanjung Hasanudin saat ditemui menyatakan, jembatan gantung yang ambruk diterjang banjir pada Sabtu (14/1) itu merupakan jembatan gantung penghubung antara warga Kampung Cikiray, Desa Sangiang Tanjung, Kecamatan Kalanganyar, dan Desa Pasir Tanjung. “Kami berharap pemerintah secepatnya memperbaiki jembatan gantung ini,” katanya.
Peristiwa ini tidak luput dari pemberitaan media asing. Kantor berita Inggris, Reuters bahkan mempublikasikan foto-foto menyesakkan dada itu. Bahkan media Inggris lainnya, Daily Mail, menyebut kondisi itu mirip dengan salah satu adegan dalam film terkenal “Indiana Jones And The Temple Of Doom”… “Sekilas, itu terlihat seperti adegan aksi dari film “Indiana Jones And The Temple Of Doom”, demikian tulis Daily Mail mengawali artikelnya, Jumat (20/1/2012).
Alhasil, lokasi jembatan yang rusak parah tersebut hanya sekitar lima kilometer dari Kantor Bupati Lebak di Kota Rangkasbitung. Sebenarnya, untuk memperbaiki jembatan rusak tersebut dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan saja dengan dana diperkirakan mencapai Rp 600 juta. Warga hingga kini hanya bisa berharap kepada pemerintah agar bisa segera memperbaikinya.
Lain halnya dengan gerak cepat pembangunan fasilitas gedung DPR RI, seperti toilet DPR seharga Rp 2 Miliar dan parkiran motor sebesar Rp 3 Miliar. Belum lagi renovasi terhadap ruang rapat Badan Anggaran (Banggar) yang menelan biaya Rp 20 Miliar dari uang rakyat. Inilah kenyataan negeri ini yang sebenarnya.
sumber: kabarnet
Kondisi jembatan itu miring hampir 90 derajat, satu bagian jembatan telah putus. Sehingga, untuk menyeberang dengan jembatan ini, kedua tangan harus memegang tali besi yang belum terputus. Sedangkan kaki menginjak bagian jembatan yang sudah terputus.
Meski di bawah ancaman maut, siswa sekolah dasar (SD) dan SMP di Kampung Ciwaru, Desa Sangiang Tanjung, Kecamatan Kalanganyar, Kabupaten Lebak, terpaksa bergelantungan di jembatan gantung yang rusak diterjang hujan dan angin. Mereka harus melewati jembatan tersebut karena merupakan satu-satunya akses untuk bisa sampai ke sekolah mereka dengan cepat.
Jembatan gantung yang membentang di atas Sungai Ciberang yang berarus deras “terlebih kala musim hujan seperti sekarang” yang menghubungkan Desa Sangiang Tanjung dengan Desa Pasir Tanjung, Kecamatan Rangkasbitung. Kini pascabanjir dan hujan angin setiap hari warga dua desa tersebut memanfaatkan jembatan itu sebagai satu-satunya jalur transportasi yang paling cepat dan murah.
Kondisi jembatan dengan panjang lebih dari seratus meter itu sangat mengkhawatirkan bagi siapa pun yang melintasi. Sebab, tempat berpijak yang semestinya datar merata kini berubah miring seperti tebing labil yang bergoyang-goyang saat dilewati. Fisik jembatan tinggal menyisakan sling (tali kawat penyangga) dan tempat pijakan terdiri atas potongan-potongan papan kecil yang sudah rusak.
Untuk bisa melintasi jembatan tersebut, para siswa yang di punggungnya menggantung tas ransel berisi buku-buku pelajaran itu harus ekstrahati-hati. Mereka harus berpegangan kuat-kuat ke tali kawat jika tidak ingin jatuh dan hanyut terbawa arus Sungai Ciberang yang deras.
Karena itu, telapak tangan anak-anak yang sebagian besar murid sekolah dasar tersebut terlihat memar kemerahan karena harus berpegangan tali jembatan kuat-kuat sambil merambat. “Kami minta pemerintah segera memperbaiki jembatan ini. Sebab, jembatan ini satu-satunya jembatan penghubung menuju sekolah kami di Ona Rangkasbitung,” ujar Roni, siswa kelas satu SMPN 6 Rangkasbitung, kepada wartawan.
Meski sangat membahayakan keselamatan jiwa, Roni bersama teman-teman lain memberanikan diri bergelantungan di sling agar sampai ke sekolah. “Kadang kami terlambat datang ke sekolah karena terlalu lama menyeberangi jembatan gantung ini. Sebenarnya bisa saja tidak melalui jembatan ini, tapi harus memutar dan jarak tempuhnya cukup jauh hingga lebih dari sejam. Belum lagi, biaya transpornya (ongkos naik angkutan, Red) cukup mahal,” ungkapnya.
Sekretaris Desa (Sekdes) Sangiang Tanjung Hasanudin saat ditemui menyatakan, jembatan gantung yang ambruk diterjang banjir pada Sabtu (14/1) itu merupakan jembatan gantung penghubung antara warga Kampung Cikiray, Desa Sangiang Tanjung, Kecamatan Kalanganyar, dan Desa Pasir Tanjung. “Kami berharap pemerintah secepatnya memperbaiki jembatan gantung ini,” katanya.
Peristiwa ini tidak luput dari pemberitaan media asing. Kantor berita Inggris, Reuters bahkan mempublikasikan foto-foto menyesakkan dada itu. Bahkan media Inggris lainnya, Daily Mail, menyebut kondisi itu mirip dengan salah satu adegan dalam film terkenal “Indiana Jones And The Temple Of Doom”… “Sekilas, itu terlihat seperti adegan aksi dari film “Indiana Jones And The Temple Of Doom”, demikian tulis Daily Mail mengawali artikelnya, Jumat (20/1/2012).
Alhasil, lokasi jembatan yang rusak parah tersebut hanya sekitar lima kilometer dari Kantor Bupati Lebak di Kota Rangkasbitung. Sebenarnya, untuk memperbaiki jembatan rusak tersebut dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan saja dengan dana diperkirakan mencapai Rp 600 juta. Warga hingga kini hanya bisa berharap kepada pemerintah agar bisa segera memperbaikinya.
Lain halnya dengan gerak cepat pembangunan fasilitas gedung DPR RI, seperti toilet DPR seharga Rp 2 Miliar dan parkiran motor sebesar Rp 3 Miliar. Belum lagi renovasi terhadap ruang rapat Badan Anggaran (Banggar) yang menelan biaya Rp 20 Miliar dari uang rakyat. Inilah kenyataan negeri ini yang sebenarnya.
sumber: kabarnet