Dipi76
New member
RESHUFFLE KABINET
Demokrat Sarankan PKS Keluar dari Koalisi
Rabu, 12 Oktober 2011
JAKARTA (Suara Karya): Partai-partai koalisi yang tidak akomodatif dan sering menyerang pemerintah dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) layak dikurangi jumlah menterinya atau bahkan disingkirkan dari kabinet.
Sebaliknya, parpol yang akomodatif dan kadernya berkinerja baik di kabinet, wajar jika ditambah jatah kursinya.
Pendapat ini disampaikan pengamat politik dari Soegeng Sardjadi Syndicated (SSS) Sukardi Rinakit dan pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit di Jakarta, Selasa (11/10).
Sementara itu, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan berpendapat, sikap PKS yang tampak sinis menanggapi reshuffle kabinet adalah bentuk penolakan terhadap penggunaan hak prerogatif Presiden. Karena itu, Ramadhan meminta PKS mengambil langkah konkret, yakni keluar dari koalisi.
"Saya kira, PKS tidak usah mancing-mancing lah. Kalau memang tidak senang, pilihan mereka kan terbuka termasuk keluar dari koalisi. Jangan menggertak, apalagi pakai mengancam segala," katanya.
Menurut Ramadhan Pohan, kalau PKS tidak ingin mengikuti aturan permainan, lebih baik mereka mengambil langkah konkret tersebut, ketimbang berada di barisan koalisi, tapi terus mengkritisi kebijakan SBY sebagai pimpinan koalisi.
"Keluar dari koalisi mungkin lebih baik daripada pakai kata-kata bersayap terus. Publik lama-lama bosan dengan tingkah mencla-mencle dan pola komunikasi konfrontatif," katanya.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menyarankan, sebaiknya Presiden SBY memilih menteri berdasarkan kemampuan.
"Sebaiknya Presiden pilih menteri atas dasar kemampuan, bukan karena asal partai saja," ujar Aburizal Bakrie kepada wartawan usai menjadi narasumber dalam Rapim Muslimat NU di Jakarta kemarin.
Menurut dia, Partai Golkar sudah pernah diajak diskusi oleh Presiden terkait reshuffle ini. Namun, Aburizal Bakrie mengaku tidak mengetahui siapa nama-nama calon menteri atau menteri yang digeser. "Kalau diajak diskusi pernah, tapi soal nama-nama itu sebaiknya tanyakan langsung saja ke Presiden," ujarnya.
Sukardi Rinakit mengatakan, pemberian jatah kursi kepada parpol koalisi yang kadernya "berprestasi" di kabinet merupakan logika politik yang bisa diterima. Sebab, sudah sewajarnya menteri yang diangkat Presiden harus bisa diajak bekerja sama, termasuk dengan partai yang mengusulkannya.
"Ini merupakan bagian dari manajemen stick and carrot yang selayaknya diterapkan Presiden SBY," kata Sukardi Rinakit.
Dia menyebutkan, partai-partai yang akomodatif dan menterinya berkinerja baik layak ditambah jatah kursinya. Dia mencontohkan sejumlah parpol koalisi, seperti Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN), merupakan rekan koalisi yang baik bagi SBY dan Partai Demokrat.
Arbi Sanit mengatakan, partai yang merongrong bisa disingkirkan agar tidak bertentangan dengan etika politik. Dia menyebutkan, akhir pekan lalu digambarkan sebagai masa yang panjang dan sunyi bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kepala Negara seolah mengasingkan diri di Cikeas (Bogor) untuk menggodok rencana perombakan (reshuffle) kabinet.
"Namun, hingga saat ini banyak kalangan yang meragukannya. Tetapi, bisik-bisik dari kalangan terdekat, Presiden sulit untuk dibendung lagi reshuffle," ujarnya.
Menurut dia, walaupun dikesankan proses penggodokan formasi kabinet baru steril dari kepentingan pihak tertentu, namun peran pembisik yang ada di lingkaran terdekat dari Presiden SBY sulit dilepaskan.
Dia mengatakan, semua orang di lingkaran terdekat SBY berpengaruh. Pihak-pihak yang berkepentingan juga berpengaruh, seperti para tokoh, orang partai, staf khusus, bahkan lingkungan dalam rumah tangga SBY sendiri.
"Semuanya berpengaruh dalam penentuan nama dan posisi menteri. Mana mungkin reshuffle bisa steril dari pengaruh mereka. Celakanya, bisikan-bisikan yang disodorkan itu kadang berdampak negatif yang cuma menguntungkan si pembisik," kata Arbi.
Dia menilai, peran Ketua UKP4 Kuntoro Mangkusubroto dan Mensesneg Sudi Silalahi sangat dominan dalam proses reshuffle. "Kuntoro mengajukan bahan mentah dari UKP4 untuk menjadi pertimbangan Presiden. Lalu Sudi yang merupakan orang kedua di puncak kekuasaan. Mereka berdua seperti dua sejoli yang mengitari keputusan SBY," tutur Arbi.
Menurut sumber yang dekat dengan Istana, peran Mensesneg Sudi Silalahi dalam membisikkan informasi terkait perombakan kabinet sangat besar. Sebagai tangan kanan Presiden, suaranya sangat didengar oleh SBY. Selama ini, dalam penilaian kinerja menteri yang menjadi mata Presiden SBY adalah Kuntoro, sementara yang menjadi kupingnya adalah Sudi Silalahi.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Jamil menyatakan, jika memang reshuffle jadi digulirkan, dia berharap, Presiden SBY betul-betul jernih dalam merumuskan agenda perombakan tersebut. Sebab, pertaruhannya sangat besar jika SBY salah dalam menentukan siapa-siapa orang yang patut diganti dan menggantikannya.
"Presiden jangan main-main dengan rencana reshuffle. Harus dipikirkan matang-matang. Tetapi, kalau memang ada menteri yang sudah tidak berwibawa dan merugikan masyarakat, maka harus diganti tanpa harus mendengar para pembisiknya. Yang lebih penting lagi, jangan salah pilih orang, karena ini tahun pertaruhan bagi SBY menjelang akhir pemerintahannya," ujarnya.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan adanya pembisik dalam proses reshuffle ini, anggota Komisi III DPR ini menyatakan, kemungkinan itu memang ada.
"Itu mungkin saja. Karena kan banyak orang di sekelilingnya yang aji mumpung. Tetapi, semua tergantung SBY, apakah reshuffle itu merupakan kebutuhan atau keinginan. Kalau memang kebutuhan, maka menutup peluang pembisik untuk memengaruhinya," tuturnya.
Meski demikian, Nasir yakin Presiden akan berpikir sejernih mungkin dalam menggodok rencana perombakan kabinet ini. Selama ini, Presiden dikenal sebagai figur yang sangat berhati-hati ketika harus berhadapan dengan proses pengambilan keputusan yang bersifat strategis.
Dia menambahkan, idealnya reshuffle kali ini bukan hanya untuk meningkatkan kinerja kabinet saja, melainkan juga mendorong pemerintahan yang bersih dan pro rakyat.
"Jangan mengganti menteri hanya karena kinerja. Harus ada empat pertimbangan, yaitu integritas moral, kepemimpinan, loyalitas, dan kapasitas. Yang paling penting integritas dan moral menteri supaya bisa mengembalikan kewibawaan kabinet di mata rakyat. Kalau ada menteri yang sudah turun wibawanya di mata bawahannya, ganti saja," ucapnya.
Seperti diketahui, Presiden SBY segera me-reshuffle kabinetnya. Pembicaraan intensif telah dilakukan. Tahap reshuffle itu kabarnya telah mencapai tahapan simulasi. SBY sendiri dikabarkan akan melakukan reshuffle itu sebelum 20 Oktober 2011.
Bahkan, Presiden SBY telah membatalkan kunjungan kerja ke Provinsi Bangka Belitung pada 12-13 Oktober 2011 untuk berkonsentrasi menyelesaikan proses perombakan KIB II.
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di Bina Graha, Jakarta, Selasa (11/10), mengatakan, untuk itu, Presiden SBY telah mendelegasikan Wakil Presiden Boediono untuk membuka Sail Wakatobi-Belitong yang dipusatkan di Tanjung Kelayang, Belitung, pada 13 Oktober 2011.
"Karena, Presiden ingin berkonsentrasi dalam mempertimbangkan reshuffle kabinet. Tidak ada waktu lagi yang dianggap bisa dipakai untuk mempertimbangkan reshuffle," ujar Julian.
Untuk itu, Julian berharap masyarakat Provinsi Bangka-Belitung tidak kecewa dengan keputusan Presiden membatalkan kunjungan kerjanya ke daerah itu karena akan digantikan dengan kehadiran Wakil Presiden Boediono.
Meski demikian, Julian tidak bisa merinci agenda kerja Presiden SBY di Jakarta pada 12-13 Oktober 2011. "Saya belum bisa menyampaikan agenda konkret. Yang jelas, Presiden akan konsentrasi pada reshuffle kabinet, dan di samping itu tentu ada hal-hal penting terkait jalannya pemerintahan ini," tuturnya.
Pada Selasa (11/10), agenda Presiden SBY adalah internal tanpa melakukan pemanggilan kepada menteri-menteri. Menurut Staf Khusus Kepresidenan Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga, Presiden SBY pada Senin tetap bekerja di Istana Negara.
Julian mengatakan, salah satu hal yang cukup mengganggu Presiden SBY dalam proses perombakan kabinet itu adalah beredarnya nama-nama menteri yang akan dicopot dari jabatannya di media massa. (Rully/Andrian/Kartoyo DS/)
Suara Karya
-dipi-
Demokrat Sarankan PKS Keluar dari Koalisi
Rabu, 12 Oktober 2011
JAKARTA (Suara Karya): Partai-partai koalisi yang tidak akomodatif dan sering menyerang pemerintah dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) layak dikurangi jumlah menterinya atau bahkan disingkirkan dari kabinet.
Sebaliknya, parpol yang akomodatif dan kadernya berkinerja baik di kabinet, wajar jika ditambah jatah kursinya.
Pendapat ini disampaikan pengamat politik dari Soegeng Sardjadi Syndicated (SSS) Sukardi Rinakit dan pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit di Jakarta, Selasa (11/10).
Sementara itu, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan berpendapat, sikap PKS yang tampak sinis menanggapi reshuffle kabinet adalah bentuk penolakan terhadap penggunaan hak prerogatif Presiden. Karena itu, Ramadhan meminta PKS mengambil langkah konkret, yakni keluar dari koalisi.
"Saya kira, PKS tidak usah mancing-mancing lah. Kalau memang tidak senang, pilihan mereka kan terbuka termasuk keluar dari koalisi. Jangan menggertak, apalagi pakai mengancam segala," katanya.
Menurut Ramadhan Pohan, kalau PKS tidak ingin mengikuti aturan permainan, lebih baik mereka mengambil langkah konkret tersebut, ketimbang berada di barisan koalisi, tapi terus mengkritisi kebijakan SBY sebagai pimpinan koalisi.
"Keluar dari koalisi mungkin lebih baik daripada pakai kata-kata bersayap terus. Publik lama-lama bosan dengan tingkah mencla-mencle dan pola komunikasi konfrontatif," katanya.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menyarankan, sebaiknya Presiden SBY memilih menteri berdasarkan kemampuan.
"Sebaiknya Presiden pilih menteri atas dasar kemampuan, bukan karena asal partai saja," ujar Aburizal Bakrie kepada wartawan usai menjadi narasumber dalam Rapim Muslimat NU di Jakarta kemarin.
Menurut dia, Partai Golkar sudah pernah diajak diskusi oleh Presiden terkait reshuffle ini. Namun, Aburizal Bakrie mengaku tidak mengetahui siapa nama-nama calon menteri atau menteri yang digeser. "Kalau diajak diskusi pernah, tapi soal nama-nama itu sebaiknya tanyakan langsung saja ke Presiden," ujarnya.
Sukardi Rinakit mengatakan, pemberian jatah kursi kepada parpol koalisi yang kadernya "berprestasi" di kabinet merupakan logika politik yang bisa diterima. Sebab, sudah sewajarnya menteri yang diangkat Presiden harus bisa diajak bekerja sama, termasuk dengan partai yang mengusulkannya.
"Ini merupakan bagian dari manajemen stick and carrot yang selayaknya diterapkan Presiden SBY," kata Sukardi Rinakit.
Dia menyebutkan, partai-partai yang akomodatif dan menterinya berkinerja baik layak ditambah jatah kursinya. Dia mencontohkan sejumlah parpol koalisi, seperti Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN), merupakan rekan koalisi yang baik bagi SBY dan Partai Demokrat.
Arbi Sanit mengatakan, partai yang merongrong bisa disingkirkan agar tidak bertentangan dengan etika politik. Dia menyebutkan, akhir pekan lalu digambarkan sebagai masa yang panjang dan sunyi bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kepala Negara seolah mengasingkan diri di Cikeas (Bogor) untuk menggodok rencana perombakan (reshuffle) kabinet.
"Namun, hingga saat ini banyak kalangan yang meragukannya. Tetapi, bisik-bisik dari kalangan terdekat, Presiden sulit untuk dibendung lagi reshuffle," ujarnya.
Menurut dia, walaupun dikesankan proses penggodokan formasi kabinet baru steril dari kepentingan pihak tertentu, namun peran pembisik yang ada di lingkaran terdekat dari Presiden SBY sulit dilepaskan.
Dia mengatakan, semua orang di lingkaran terdekat SBY berpengaruh. Pihak-pihak yang berkepentingan juga berpengaruh, seperti para tokoh, orang partai, staf khusus, bahkan lingkungan dalam rumah tangga SBY sendiri.
"Semuanya berpengaruh dalam penentuan nama dan posisi menteri. Mana mungkin reshuffle bisa steril dari pengaruh mereka. Celakanya, bisikan-bisikan yang disodorkan itu kadang berdampak negatif yang cuma menguntungkan si pembisik," kata Arbi.
Dia menilai, peran Ketua UKP4 Kuntoro Mangkusubroto dan Mensesneg Sudi Silalahi sangat dominan dalam proses reshuffle. "Kuntoro mengajukan bahan mentah dari UKP4 untuk menjadi pertimbangan Presiden. Lalu Sudi yang merupakan orang kedua di puncak kekuasaan. Mereka berdua seperti dua sejoli yang mengitari keputusan SBY," tutur Arbi.
Menurut sumber yang dekat dengan Istana, peran Mensesneg Sudi Silalahi dalam membisikkan informasi terkait perombakan kabinet sangat besar. Sebagai tangan kanan Presiden, suaranya sangat didengar oleh SBY. Selama ini, dalam penilaian kinerja menteri yang menjadi mata Presiden SBY adalah Kuntoro, sementara yang menjadi kupingnya adalah Sudi Silalahi.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Jamil menyatakan, jika memang reshuffle jadi digulirkan, dia berharap, Presiden SBY betul-betul jernih dalam merumuskan agenda perombakan tersebut. Sebab, pertaruhannya sangat besar jika SBY salah dalam menentukan siapa-siapa orang yang patut diganti dan menggantikannya.
"Presiden jangan main-main dengan rencana reshuffle. Harus dipikirkan matang-matang. Tetapi, kalau memang ada menteri yang sudah tidak berwibawa dan merugikan masyarakat, maka harus diganti tanpa harus mendengar para pembisiknya. Yang lebih penting lagi, jangan salah pilih orang, karena ini tahun pertaruhan bagi SBY menjelang akhir pemerintahannya," ujarnya.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan adanya pembisik dalam proses reshuffle ini, anggota Komisi III DPR ini menyatakan, kemungkinan itu memang ada.
"Itu mungkin saja. Karena kan banyak orang di sekelilingnya yang aji mumpung. Tetapi, semua tergantung SBY, apakah reshuffle itu merupakan kebutuhan atau keinginan. Kalau memang kebutuhan, maka menutup peluang pembisik untuk memengaruhinya," tuturnya.
Meski demikian, Nasir yakin Presiden akan berpikir sejernih mungkin dalam menggodok rencana perombakan kabinet ini. Selama ini, Presiden dikenal sebagai figur yang sangat berhati-hati ketika harus berhadapan dengan proses pengambilan keputusan yang bersifat strategis.
Dia menambahkan, idealnya reshuffle kali ini bukan hanya untuk meningkatkan kinerja kabinet saja, melainkan juga mendorong pemerintahan yang bersih dan pro rakyat.
"Jangan mengganti menteri hanya karena kinerja. Harus ada empat pertimbangan, yaitu integritas moral, kepemimpinan, loyalitas, dan kapasitas. Yang paling penting integritas dan moral menteri supaya bisa mengembalikan kewibawaan kabinet di mata rakyat. Kalau ada menteri yang sudah turun wibawanya di mata bawahannya, ganti saja," ucapnya.
Seperti diketahui, Presiden SBY segera me-reshuffle kabinetnya. Pembicaraan intensif telah dilakukan. Tahap reshuffle itu kabarnya telah mencapai tahapan simulasi. SBY sendiri dikabarkan akan melakukan reshuffle itu sebelum 20 Oktober 2011.
Bahkan, Presiden SBY telah membatalkan kunjungan kerja ke Provinsi Bangka Belitung pada 12-13 Oktober 2011 untuk berkonsentrasi menyelesaikan proses perombakan KIB II.
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di Bina Graha, Jakarta, Selasa (11/10), mengatakan, untuk itu, Presiden SBY telah mendelegasikan Wakil Presiden Boediono untuk membuka Sail Wakatobi-Belitong yang dipusatkan di Tanjung Kelayang, Belitung, pada 13 Oktober 2011.
"Karena, Presiden ingin berkonsentrasi dalam mempertimbangkan reshuffle kabinet. Tidak ada waktu lagi yang dianggap bisa dipakai untuk mempertimbangkan reshuffle," ujar Julian.
Untuk itu, Julian berharap masyarakat Provinsi Bangka-Belitung tidak kecewa dengan keputusan Presiden membatalkan kunjungan kerjanya ke daerah itu karena akan digantikan dengan kehadiran Wakil Presiden Boediono.
Meski demikian, Julian tidak bisa merinci agenda kerja Presiden SBY di Jakarta pada 12-13 Oktober 2011. "Saya belum bisa menyampaikan agenda konkret. Yang jelas, Presiden akan konsentrasi pada reshuffle kabinet, dan di samping itu tentu ada hal-hal penting terkait jalannya pemerintahan ini," tuturnya.
Pada Selasa (11/10), agenda Presiden SBY adalah internal tanpa melakukan pemanggilan kepada menteri-menteri. Menurut Staf Khusus Kepresidenan Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga, Presiden SBY pada Senin tetap bekerja di Istana Negara.
Julian mengatakan, salah satu hal yang cukup mengganggu Presiden SBY dalam proses perombakan kabinet itu adalah beredarnya nama-nama menteri yang akan dicopot dari jabatannya di media massa. (Rully/Andrian/Kartoyo DS/)
Suara Karya
-dipi-