Kalina
Moderator
Mengaku Memanfaatkan Kelonggaran Waktu
JEMBER - Menjadi pendukung setia Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tak menjamin anggota DPRD dari Partai Demokrat segera mengembalikan rapelan tunjangan komunikasi intensif (TKI). Padahal, perintah pengembalian TKI itu dikeluarkan langsung oleh presiden yang tokoh dan panutan Partai Demokrat.
Data sekretariat DPRD Jember menyebutkan, anggota dewan yang telah mencicil pengembalian rapelan adalah Haru Sumarsono (PDIP) sebesar Rp 20 juta dan Moch Asir (PDIP) sebesar Rp 20 juta. Lalu Abdul Ghafur (PAN), Rendra Wirawan (PAN) dan Achmad Dimyati (PAN), masing-masing Rp 30 juta. Dengan demikian, jumlah total rapelan TKI yang dikembalikan ke sekwan berjumlah Rp 130 juta.
Menurut Saptono Yusuf, anggota DPRD Jember dari Partai Demokrat, pihaknya menyikapi perintah pengembalian rapelan TKI yang terlanjur diterima itu dengan memanfaatkan kelonggaran yang diberikan pemerintah. "Jadi bukan kami tidak mau mengembalikan rapelan," ujarnya.
Dia mengatakan, presiden meminta rapelan itu supaya dikembalikan dengan memberi batas waktu, yakni paling lambat 31 Desember 2007. Maka dia mengartikan, rapelan itu harus sudah dikembalikan secara keseluruhan dengan batas waktu sebelum 31 Desember 2007.
Soal dikembalikan sekarang atau nanti, lanjut Saptono, hal itu hanya persoalan teknis. Dikembalikan sekarang atau nanti, rata-rata akan dilakukan dengan cara mencicil karena sudah terlanjur dipakai, bahkan ada yang telah habis.
Bahkan, dia menilai, sebagian anggota dewan yang telah mulai mencicil mengembalikan rapelan itu, bukan disebabkan oleh kesadaran akan perintah presiden. Melainkan akibat desakan parpol yang menjadi induknya atau takut ancaman PAW (pergantian antar waktu). "Toh intinya sama, semua harus dikembalikan," tandasnya.
Secara umum, Partai Demokrat Jatim telah mengumpulkan semua anggota DPRD dari Partai Demokrat se-Jatim. Dalam kesempatan itu ada kesepakatan, semua rapelan TKI tetap harus dikembalikan karena ada perintah dari presiden dan PP 37/2006 yang menjadi dasar hukumnya tengah direvisi. "Soal kapan mau mengembalikan, kembali pada kelonggaran tadi," tegasnya.
Secara pribadi dia lebih sepakat, dewan harus mengembalikan rapelan tanpa banyak gembar gembor. Ringkasnya, makin cepat dikembalikan makin baik. "Yang penting jangan latah beropini, ngomong keluar mau mengembalikan, ternyata tak segera mengembalikan. Sama saja," pungkasnya.
Langkah anggota dewan yang tak segera mengembalikan rapelan TKI ini, disorot oleh Ketua Sindikat Aksi Tolak (Sikat) PP 37/2006 Sudarsono. Dia menilai, banyak parpol dan anggota dewan yang hanya beretorika mengembalikan rapelan, tapi nyatanya hanya tak kunjung mengembalikan.
"Alasan menunggu juklak atau juknis pengembalian rapelan itu alasan yang mengada-ada dan dibuat-buat. Kalau ada yang mengulur-ulur waktu hingga Desember 2007 dengan alasan kelonggaran, berarti sama saja dengan parpol yang menolak mengembalikan rapelan," tandasnya.
Plt Sekretaris DPRD Jember Bambang Hariono mengungkapkan, anggota dewan yang mengembalikan rapelan bertambah satu, yakni Moch Asir yang mencicil Rp 20 juta. "Sudah diserahkan pada sekwan pekan lalu, tapi sifatnya masih tetap titipan, bukan pengembalian," ungkapnya.
JEMBER - Menjadi pendukung setia Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tak menjamin anggota DPRD dari Partai Demokrat segera mengembalikan rapelan tunjangan komunikasi intensif (TKI). Padahal, perintah pengembalian TKI itu dikeluarkan langsung oleh presiden yang tokoh dan panutan Partai Demokrat.
Data sekretariat DPRD Jember menyebutkan, anggota dewan yang telah mencicil pengembalian rapelan adalah Haru Sumarsono (PDIP) sebesar Rp 20 juta dan Moch Asir (PDIP) sebesar Rp 20 juta. Lalu Abdul Ghafur (PAN), Rendra Wirawan (PAN) dan Achmad Dimyati (PAN), masing-masing Rp 30 juta. Dengan demikian, jumlah total rapelan TKI yang dikembalikan ke sekwan berjumlah Rp 130 juta.
Menurut Saptono Yusuf, anggota DPRD Jember dari Partai Demokrat, pihaknya menyikapi perintah pengembalian rapelan TKI yang terlanjur diterima itu dengan memanfaatkan kelonggaran yang diberikan pemerintah. "Jadi bukan kami tidak mau mengembalikan rapelan," ujarnya.
Dia mengatakan, presiden meminta rapelan itu supaya dikembalikan dengan memberi batas waktu, yakni paling lambat 31 Desember 2007. Maka dia mengartikan, rapelan itu harus sudah dikembalikan secara keseluruhan dengan batas waktu sebelum 31 Desember 2007.
Soal dikembalikan sekarang atau nanti, lanjut Saptono, hal itu hanya persoalan teknis. Dikembalikan sekarang atau nanti, rata-rata akan dilakukan dengan cara mencicil karena sudah terlanjur dipakai, bahkan ada yang telah habis.
Bahkan, dia menilai, sebagian anggota dewan yang telah mulai mencicil mengembalikan rapelan itu, bukan disebabkan oleh kesadaran akan perintah presiden. Melainkan akibat desakan parpol yang menjadi induknya atau takut ancaman PAW (pergantian antar waktu). "Toh intinya sama, semua harus dikembalikan," tandasnya.
Secara umum, Partai Demokrat Jatim telah mengumpulkan semua anggota DPRD dari Partai Demokrat se-Jatim. Dalam kesempatan itu ada kesepakatan, semua rapelan TKI tetap harus dikembalikan karena ada perintah dari presiden dan PP 37/2006 yang menjadi dasar hukumnya tengah direvisi. "Soal kapan mau mengembalikan, kembali pada kelonggaran tadi," tegasnya.
Secara pribadi dia lebih sepakat, dewan harus mengembalikan rapelan tanpa banyak gembar gembor. Ringkasnya, makin cepat dikembalikan makin baik. "Yang penting jangan latah beropini, ngomong keluar mau mengembalikan, ternyata tak segera mengembalikan. Sama saja," pungkasnya.
Langkah anggota dewan yang tak segera mengembalikan rapelan TKI ini, disorot oleh Ketua Sindikat Aksi Tolak (Sikat) PP 37/2006 Sudarsono. Dia menilai, banyak parpol dan anggota dewan yang hanya beretorika mengembalikan rapelan, tapi nyatanya hanya tak kunjung mengembalikan.
"Alasan menunggu juklak atau juknis pengembalian rapelan itu alasan yang mengada-ada dan dibuat-buat. Kalau ada yang mengulur-ulur waktu hingga Desember 2007 dengan alasan kelonggaran, berarti sama saja dengan parpol yang menolak mengembalikan rapelan," tandasnya.
Plt Sekretaris DPRD Jember Bambang Hariono mengungkapkan, anggota dewan yang mengembalikan rapelan bertambah satu, yakni Moch Asir yang mencicil Rp 20 juta. "Sudah diserahkan pada sekwan pekan lalu, tapi sifatnya masih tetap titipan, bukan pengembalian," ungkapnya.