gerimis
New member
Di Eropa secangkir Kopi luwak dibanderol 30 euro setara Rp450.000. Di tanahair, RplOO.000. Harganya selangit karena jumlahnya kurang dan 1 % total kopi yang beredar.
dihasilkan green bean—biji kopi kering yang telah dikupas kulit tanduknya dan belum disangrai—siap
jual. Ujung-ujungnya jadilah kopi luwak. “Kemampuan luwak menyeleksi buah dengan tingkat kematangan
pas jadi penentu enak tidaknya kopi luwak,” kata Cahya. di perkebunan, pekerja hanya menyeleksi
kematangan kopi berdasarkan tampilan warna kulit buah yang merah tua. “Beda dengan luwak yang mampu
menyeleksi kematangan buah dan aroma dan rasanya,” lanjut Cahya. Di pabrik, bui hasil seleksi pekerja
perkebunan difermentasi dengan cara mendiamkan biji kopi dalam keadaan tertutup selama 36 jam.
Pada kopi luwak fermentasi terjadi pada saluran pencernaan luwak selama 10 jam,” kata Andi Iniantono,
kepala kebun PT Perkebunan Nusantara.
Riset Prof Massimo Marcone dan Universitas Guelph, Kanada, menyebutkan fermentasi pada pencernaan
luwak meningkatkan kualitas kopi. Misal kandungan proteinnya lebih rendah ketimbang kopi biasa
karena perombakan melalui fermentasi lebih optimal. Protein pembentuk rasa pahit pada kopi saat
disangrai. Pantas kopi luwaktak sepahit kopi biasa karena kandungan proteinnya rendah.
Komponen yang menguap pun berbeda antara kopi luwak dan kopi biasa. Terbukti aroma dan citarasa
kopi luwak sangat khas.
Ir Muhammad Fauji MSi dan Dr YuIi Witono STP MP dan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Jember
menemukan 7 strain bakteri Leuconostoc poromesen teroides dan isolasi kotoran luwak. ‘Jika bakteri
itu bisa dikultur, produsen berpeluang
menghasilkan kualitas kopi setara kopi luwak dengan menambah bakteri saat fermentasi,” kata Yuli.
Proses fermentasi tak lazim oleh luwak boleh jadi membuat sebagian orang enggan mengkonsumsinya karena
jijik atau takut. Namun, sebagian lagi justru rela membayar mahal untuk mencicip kopi unik itu.
Di Eropa secangkirn civet coffee—sebutan kopi luwak—dibanderol sampai 30 euro setara Rp450.000.
Di tanahair, secangkir kopi uwak rata-rata RplOO.000. Jika dalam bentuk roosted
beon—kopi sangrai—harganya Rp2-juta/kg Itu 40 kali lipat harga kopi non luwak yang rata-rata hanya
Rp50.000 per kg.
Tak ada literatur pasti yang mencatat awal mula kopi hasil ferrmentasi di perut luwak itu bisa
menempati posisi bergengsi di kalangan mania dunia. Secuil informasi didapat dan Kasmito Tina— anggota
Speclo fly Coffee Associntion lndonesio (SCAII—yang pernah mendengar cerita dari petani di
Lampung tentang sejarah kopi luwak. Sekitar 100 tahun lalu saat era politik tanam paksa diterapkan
pemerintah kolonial Belanda, rakyat wajib menyetor semua panen kopi ke pemenintah. Petani tak boleh
mengambil hasil panen segar untuk konsumsi sendiri. Beberapa orang menemukan biji-biji kopi utuh pada
kotoran luwak Itulah yang mereka coba olah untuk minum sehari-hari. “Kebiasaan itu lalu terdengar
para pejabat Belanda yang kemudian jatuh cinta pada citarasanya yang khas. Sejak itu kopi luwak naik
kasta dan kopi rakyat menjadi kopi bangsawan,” kata Kasmito. Dunia mengakui kopi luwak sebagai produk
asli Indonesia. Kini Vietnam dan Filipina mulai mengekor.
jual. Ujung-ujungnya jadilah kopi luwak. “Kemampuan luwak menyeleksi buah dengan tingkat kematangan
pas jadi penentu enak tidaknya kopi luwak,” kata Cahya. di perkebunan, pekerja hanya menyeleksi
kematangan kopi berdasarkan tampilan warna kulit buah yang merah tua. “Beda dengan luwak yang mampu
menyeleksi kematangan buah dan aroma dan rasanya,” lanjut Cahya. Di pabrik, bui hasil seleksi pekerja
perkebunan difermentasi dengan cara mendiamkan biji kopi dalam keadaan tertutup selama 36 jam.
Pada kopi luwak fermentasi terjadi pada saluran pencernaan luwak selama 10 jam,” kata Andi Iniantono,
kepala kebun PT Perkebunan Nusantara.
Riset Prof Massimo Marcone dan Universitas Guelph, Kanada, menyebutkan fermentasi pada pencernaan
luwak meningkatkan kualitas kopi. Misal kandungan proteinnya lebih rendah ketimbang kopi biasa
karena perombakan melalui fermentasi lebih optimal. Protein pembentuk rasa pahit pada kopi saat
disangrai. Pantas kopi luwaktak sepahit kopi biasa karena kandungan proteinnya rendah.
Komponen yang menguap pun berbeda antara kopi luwak dan kopi biasa. Terbukti aroma dan citarasa
kopi luwak sangat khas.
Ir Muhammad Fauji MSi dan Dr YuIi Witono STP MP dan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Jember
menemukan 7 strain bakteri Leuconostoc poromesen teroides dan isolasi kotoran luwak. ‘Jika bakteri
itu bisa dikultur, produsen berpeluang
menghasilkan kualitas kopi setara kopi luwak dengan menambah bakteri saat fermentasi,” kata Yuli.
Proses fermentasi tak lazim oleh luwak boleh jadi membuat sebagian orang enggan mengkonsumsinya karena
jijik atau takut. Namun, sebagian lagi justru rela membayar mahal untuk mencicip kopi unik itu.
Di Eropa secangkirn civet coffee—sebutan kopi luwak—dibanderol sampai 30 euro setara Rp450.000.
Di tanahair, secangkir kopi uwak rata-rata RplOO.000. Jika dalam bentuk roosted
beon—kopi sangrai—harganya Rp2-juta/kg Itu 40 kali lipat harga kopi non luwak yang rata-rata hanya
Rp50.000 per kg.
Tak ada literatur pasti yang mencatat awal mula kopi hasil ferrmentasi di perut luwak itu bisa
menempati posisi bergengsi di kalangan mania dunia. Secuil informasi didapat dan Kasmito Tina— anggota
Speclo fly Coffee Associntion lndonesio (SCAII—yang pernah mendengar cerita dari petani di
Lampung tentang sejarah kopi luwak. Sekitar 100 tahun lalu saat era politik tanam paksa diterapkan
pemerintah kolonial Belanda, rakyat wajib menyetor semua panen kopi ke pemenintah. Petani tak boleh
mengambil hasil panen segar untuk konsumsi sendiri. Beberapa orang menemukan biji-biji kopi utuh pada
kotoran luwak Itulah yang mereka coba olah untuk minum sehari-hari. “Kebiasaan itu lalu terdengar
para pejabat Belanda yang kemudian jatuh cinta pada citarasanya yang khas. Sejak itu kopi luwak naik
kasta dan kopi rakyat menjadi kopi bangsawan,” kata Kasmito. Dunia mengakui kopi luwak sebagai produk
asli Indonesia. Kini Vietnam dan Filipina mulai mengekor.