andree_erlangga
New member
Mahkamah Agung (MA) memvonis Direktur Utama PT Brocolin, Dicky Iskandardinata, 20 tahun penjara, sama dengan hukuman yang dijatuhkan pengadilan negeri dan tingkat banding. Selain itu MA juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan.
Ketua majelis hakim kasasi Artidjo Alkostar, Kamis, mengatakan MA menolak kasasi yang diajukan oleh Dicky karena tidak ada kekeliruan dalam putusan hakim tingkat pertama dan tingkat banding. "Pertimbangannya, karena tidak ada kekeliruan penerapan hukum dari majelis hakim pengadilan negeri dan pengadilan banding," kata Artidjo.
Selain itu, kata Artidjo, alasan-alasan yang diajukan dalam permohonan kasasi terdakwa sudah terungkap dalam persidangan di tingkat pengadilan negeri dan banding. "Karena itu, MA tidak bisa lagi mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan dalam permohonan kasasi," ujar Artidjo.
Putusan kasasi tersebut diucapkan dalam rapat musyawarah majelis hakim pada Selasa, 20 Februari 2007, yang diketuai oleh Artidjo Alkostar dengan anggota Mansur Kartayasa serta Abbas Said. Putusan itu diambil secara bulat tanpa adanya pendapat berbeda dari majelis hakim.
Pada 20 Juni 2006, PN Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan kepada Dicky. Atas putusan tersebut Dicky mengajukan banding.
Pemilik nama asli Ahmad Sidik Mauladi Iskandardinata itu dijerat pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dalam putusannya pada 2 Oktober 2006 memperkuat putusan PN Jakarta Selatan.
Majelis memutuskan lalu lintas uang senilai Rp 49,2 miliar dan 2,9 juta dolar AS di PT Brocolin merupakan bagian dari pembobolan Bank BNI lewat pencairan L/C fiktif di BNI Cabang Kebayoran Baru, bukan merupakan dana yang awalnya disebutkan dari investor asing di Israel.
Sementara itu Tabrani Ismail, terpidana enam tahun penjara kasus korupsi Export Oriented (Exor) I Balongan dimintai keterangan dan klarifikasi untuk memetakan kasus korupsi senilai 189,58 juta dolar AS itu.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Hendarman Supandji, Kamis, mengatakan, klarifikasi atas Tabrani dilakukan untuk menindaklanjuti surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal pemetaan kasus Balongan yang menurut laporan masyarakat tidak dilakukan oleh Tabrani sendiri melainkan bersama lima atau enam orang lainnya.
"Untuk menjawab pertanyaan KPK itu, harus dengan alat bukti yang ada yaitu saksi-saksi, pemeriksaan persidangan, vonis perkara, dan Tabrani sendiri harus diperiksa ulang," kata Hendarman.
sumber : www.suarakarya-online.com
Ketua majelis hakim kasasi Artidjo Alkostar, Kamis, mengatakan MA menolak kasasi yang diajukan oleh Dicky karena tidak ada kekeliruan dalam putusan hakim tingkat pertama dan tingkat banding. "Pertimbangannya, karena tidak ada kekeliruan penerapan hukum dari majelis hakim pengadilan negeri dan pengadilan banding," kata Artidjo.
Selain itu, kata Artidjo, alasan-alasan yang diajukan dalam permohonan kasasi terdakwa sudah terungkap dalam persidangan di tingkat pengadilan negeri dan banding. "Karena itu, MA tidak bisa lagi mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan dalam permohonan kasasi," ujar Artidjo.
Putusan kasasi tersebut diucapkan dalam rapat musyawarah majelis hakim pada Selasa, 20 Februari 2007, yang diketuai oleh Artidjo Alkostar dengan anggota Mansur Kartayasa serta Abbas Said. Putusan itu diambil secara bulat tanpa adanya pendapat berbeda dari majelis hakim.
Pada 20 Juni 2006, PN Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan kepada Dicky. Atas putusan tersebut Dicky mengajukan banding.
Pemilik nama asli Ahmad Sidik Mauladi Iskandardinata itu dijerat pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dalam putusannya pada 2 Oktober 2006 memperkuat putusan PN Jakarta Selatan.
Majelis memutuskan lalu lintas uang senilai Rp 49,2 miliar dan 2,9 juta dolar AS di PT Brocolin merupakan bagian dari pembobolan Bank BNI lewat pencairan L/C fiktif di BNI Cabang Kebayoran Baru, bukan merupakan dana yang awalnya disebutkan dari investor asing di Israel.
Sementara itu Tabrani Ismail, terpidana enam tahun penjara kasus korupsi Export Oriented (Exor) I Balongan dimintai keterangan dan klarifikasi untuk memetakan kasus korupsi senilai 189,58 juta dolar AS itu.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Hendarman Supandji, Kamis, mengatakan, klarifikasi atas Tabrani dilakukan untuk menindaklanjuti surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal pemetaan kasus Balongan yang menurut laporan masyarakat tidak dilakukan oleh Tabrani sendiri melainkan bersama lima atau enam orang lainnya.
"Untuk menjawab pertanyaan KPK itu, harus dengan alat bukti yang ada yaitu saksi-saksi, pemeriksaan persidangan, vonis perkara, dan Tabrani sendiri harus diperiksa ulang," kata Hendarman.
sumber : www.suarakarya-online.com