Dilema dua wajah Polri

tukul4mata

New member
Harus diakui bahwa polisi kini sedang dihadapkan dengan dilema wajah bermuka dua. Atau meminjam istilah Prof Satjipto Rahardjo, polisi memiliki paradigma ganda yaitu sebagai “the strang hand of society” dan “the soft hand of society”.

Wajah pertama identik dengan kekuasaan dan pada gilirannya memosisikan polisi berhadapan dengan rakyat. Implikasinya, masyarakat pun menilai negatif tentang polisi sehingga ada ungkapan, di Indonesia hanya ada tiga polisi yang baik yaitu “polisi tidur”, mantan kepala polisi Hoegeng,dan patung polisi.

Adapun wajah kedua adalah kemitraan. Hal ini tampak dari spanduk di kantor-kantor polisi yang bertuliskan bahwa polisi yang siap melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat. Secara teori, slogan ini barangkali lahir dari pemikiran bahwa polisi dan masyarakat adalah dua subyek sekaligus obyek yang tak mungkin dipisahkan.

Namun, dalam implementasinya, ”to protect and service” seperti doktrin polisi Amerika masih menimbulkan keraguan bagi masyarakat. Jika ada kejahatan atau kehilangan harta benda, masyarakat bahkan enggan melapor kepada polisi. “Kalau kita kehilangan kambing, saat melapor ke polisi kita bisa seperti kehilangan sapi,” itu salah satu celotehan yang beredardi tengah masyarakat.

Antara represif dan humanis tentu memberikan ciri yang amat benbeda dalam tatanan praktik. Masyarakat sendiri lebih banyak memensepsikan polisi dalam wajah yang pertama yaitu wajah yang beringas dan amanah saat menghadapi unjuk rasa yang mulai memanas”Wajah yang siap memukul saat menangkap pelaku kejahatan dan memeriksa tahanan. Karena itu, yang tampak adalah wajah polisi yang penuh dengan kekerasan, sifat represif sehingga layak menjadi sarana katarsis dan tumpahan kebencian masyarakat. Penghancuran dan pembakaran kantor dan pos-pos polisi adalah salah satunya. Hal yang sama terjadi pada peristiwa “Tanjung Priok Berdarah”.

Bagaimana menghilangkan dilema polisi agar tidak lagi seperti wajah yang bermukadua? Caranya dengan memperbaiki kelembagaan dan perilaku polisi. Kelembagaan dan perilaku polisi sangat memengaruhi persepsi masyarakat. Di antara hal yang masih menjadi masalah serius di kepolisian yaitu lemahnya sistem pengawasan, minimnya kesejahteraan, dan tidak seriusnya polisi menjadi pelayan dalam menata permasalahan sosial. Meskipun telah dibentuk lembaga pengawas internal, tetap saja masyarakat meragukan efektivitasnya. Karena di dalam institusi polisi tertanam kuat solidaritas korps serta budaya ketertutupan. Pengawasan yang objektif dan terbuka hanya menjadi cita-cita. Sedangkan lembaga pengawas seperti Kompolnas tidak didesain dan diberi kewenangan yang memadai untuk menembus solidaritas korps dan ketertutupan. Kompolnas hanya diposisikan sebagai “penasihat presiden di bidang kepolisian”.

Minimnya kesejahteraan polisi membuat mereka “kreatif” di kantor dan dilapangan. Akibatnya, seluruh mekanisme organisasi oleh pemegang otoritas di kepolisian dikomersialkan, mulai dari rekrutmen, kenaikan pangkat, promosi jabatan, pendidikan, dan mutasi. Suasana organisasi yang sarat dengan uang memaksa polisi generasi berikutnya untuk berperilaku sama. Kondisi ini pada akhirnya banyak mencetak polisi yang “mata duitan”. Polisi yang benmoral baik akhirnya dipaksa mengikuti budaya organisasi yang korup.

Seiring tuntutan dan tuntunan reformasi yang saat ini masih berlangsung, menguat pula keinginan agar polisi tidak hanya memberantas kejahatan, tapi juga menjadi panutan anggota masyarakat. Tuntutan ini sesuatu yang wajar dan tidak mustahil dapat dipenuhi. Pemberian teladan perilaku yang baik akan mengurangi dilema tugas polisi, yang dalam jangka panjang akan sangat membantu dalam membangun citranya.

Kini semuanya berpulang kepada para pemilik otoritas di negeri ini DPR dan presiden selaku kepala negara dan pemenintahan menjadi akton kunci apakah polisi masih benmuka dua atau tidak. Kalau polisi kita ibanatkan telepon selulen (ponsel), DPR dan pnesiden ditantang apakah sekadan mengganti casing (tampilan) atau membeli ponsel yang mutakhir guna mengikuti perkembangan zaman dan harapan masyarakat agar polisi lebib baik, lebih mandini, lebth pnofesional, lebih peduli, dan lebih melayani.




Sumber : Sindo
 
Back
Top