andree_erlangga
New member
[JAKARTA] Sebanyak empat kali amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ternyata tidak bisa mencegah perilaku koruptif dan kolutif partai politik (parpol). Bahkan peran parpol sangat dominan, menguasai proses perekrutan kepemimpinan. Dianggap perlu adanya amendemen kelima untuk mencegah timbulnya oligarki.
"Kalau semua kekuasaan negara harus melalui pintu partai ini berbahaya," kata Dr Denny Indrayana, pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, pada diskusi dengan tema 'Prospek Perubahan Kelima UUD 1945', Jumat (2/2) di DPR.
Dikatakan, selama ini penempatan seseorang di lembaga negara, mulai dari pemilihan presiden, legislatif, yudikatif, serta jabatan strategis lainnya diatur melalui parpol yang memiliki fraksi di DPR. Wajar bila kemudian muncul kekhawatiran adanya penyalahgunaan kewenangan yang berlebihan.
Oleh karenanya, untuk mengembangkan dinamika demokrasi dibutuhkan sumber lain, antara lain dengan menjaga DPD sebagai tempat wakil rakyat yang independen, serta posisi yang tidak timpang dibanding DPR. Dia menolak adanya usulan agar DPD bisa diisi oleh wakil-wakil dari parpol.
Wakil Ketua DPD Irman Gusman, yang juga menjadi pembicara dalam diskusi, turut menekankan perlunya penguatan peran DPD. Keterbatasan peran DPD selama ini, mengakibatkan hasil kerja DPD baik dalam hal legislasi, pengawasan atau penyampaian pendapat kurang maksimal, karena bergantung pada DPR.
Denny juga mempersoalkan belum adanya pengaturan hak dasar manusia pada UUD 1945, yang padahal sangat penting untuk menjamin hak dasar seseorang. "Itu tidak bisa hanya diakomodasikan melalui UU," ucapnya.
Amendemen kelima UUD 1945 memang harus dilakukan. Meski demikian, amendemen kelima itu masih sulit untuk dilakukan karena kondisi negara, yang saat ini tidak berada dalam keadaan memungkinkan dilakukanya amendemen. Saat itu amandemen dilakukan pada masa transisi. Apalagi prospek perubahan yang sangat ter- gantung, pada pendekatan yang dilakukan parpo
berpolitik.com
"Kalau semua kekuasaan negara harus melalui pintu partai ini berbahaya," kata Dr Denny Indrayana, pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, pada diskusi dengan tema 'Prospek Perubahan Kelima UUD 1945', Jumat (2/2) di DPR.
Dikatakan, selama ini penempatan seseorang di lembaga negara, mulai dari pemilihan presiden, legislatif, yudikatif, serta jabatan strategis lainnya diatur melalui parpol yang memiliki fraksi di DPR. Wajar bila kemudian muncul kekhawatiran adanya penyalahgunaan kewenangan yang berlebihan.
Oleh karenanya, untuk mengembangkan dinamika demokrasi dibutuhkan sumber lain, antara lain dengan menjaga DPD sebagai tempat wakil rakyat yang independen, serta posisi yang tidak timpang dibanding DPR. Dia menolak adanya usulan agar DPD bisa diisi oleh wakil-wakil dari parpol.
Wakil Ketua DPD Irman Gusman, yang juga menjadi pembicara dalam diskusi, turut menekankan perlunya penguatan peran DPD. Keterbatasan peran DPD selama ini, mengakibatkan hasil kerja DPD baik dalam hal legislasi, pengawasan atau penyampaian pendapat kurang maksimal, karena bergantung pada DPR.
Denny juga mempersoalkan belum adanya pengaturan hak dasar manusia pada UUD 1945, yang padahal sangat penting untuk menjamin hak dasar seseorang. "Itu tidak bisa hanya diakomodasikan melalui UU," ucapnya.
Amendemen kelima UUD 1945 memang harus dilakukan. Meski demikian, amendemen kelima itu masih sulit untuk dilakukan karena kondisi negara, yang saat ini tidak berada dalam keadaan memungkinkan dilakukanya amendemen. Saat itu amandemen dilakukan pada masa transisi. Apalagi prospek perubahan yang sangat ter- gantung, pada pendekatan yang dilakukan parpo
berpolitik.com