Dirjen Dephub: Tak Masalah Adam Air Dicat

Kalina

Moderator
JAKARTA - Soal boleh tidaknya bodi pesawat Adam Air KI-172 dicat setelah mengalami musibah mendarat keras (hard landing) di Bandara Juanda, Rabu sore lalu, ternyata menjadi kontroversi. Sebelumnya, pengecatan itu dianggap Administrator Bandara (Adban) Juanda melanggar UU No 15 Tahun 1992. Tapi, kemarin pendapat itu dibantah Dirjen Perhubungan Udara (Hubdar) Dephub M. Iksan Tatang.

Menurut Iksan, selama barang bukti masih ada, pengecatan bodi pesawat tidak melanggar UU. Sebab, tidak ada regulasi yang melarang hal tersebut.

Sehari setelah mendarat keras sehingga menyebabkan bodi pesawat retak Rabu lalu, pesawat Adam Air KI-172 dicat putih. Padahal, Abdan Juanda dan PT Angkasa Pura telah melarang perubahan warna tersebut.

Dimintai komentar usai salat Jumat kemarin, Iksan menyatalan bahwa hal tersebut bukan masalah. "Kalau saya sih, nggak apa-apa Adam Air dicat putih. Sebab, itu kan tidak menghilangkan barang bukti, meskipun tim KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) belum ke sana," ujarnya serius.

Hal yang dikategorikan penghilangan barang bukti, lanjut dia, bila CVR (cockpit voice recorder) dan FDR (flight data recorder)-nya diambil. Selain itu, Adam Air dianggap menghilangkan barang bukti jika pesawat yang mengalami kecelakaan saat mendarat di Bandara Juanda itu disembunyikan atau dipindah tanpa sepengetahuan PT Angkasa Pura.

Iksan pun lantas menganalogikan pengecatan itu layaknya orang yang baru mengalami kecelakaan mobil. "Kalau kita mengalami kecelakaan, kita pasti kan malu kalau dilihat orang. Karena itu, biasanya kita akan mengecat ulang warnanya," ujarnya. Dengan kata lain, Adam Air hanya berusaha menjaga citranya setelah insiden di Juanda tersebut.

Lalu, apakah pengecatan itu tidak akan mengaburkan penyelidikan? Iksan membantah. "Mungkin, itu dalam rangka penyelidikan biar badan pesawat nggak kena hujan atau kena panas. Jadi, kita berpikir positif aja," tegasnya.

Dia menambahkan, masalah pengecatan pesawat itu terlalu dibesar-besarkan. "Bukan saya memihak Adam Air. Dahulu pesawat Lion pernah tergelincir di Makassar dan dicat putih, tapi tidak ada yang protes," ujar Iksan. Dia hanya menginginkan semua pihak tidak berbicara secara emosional sehingga mengganggu objektivitas penyelidikan.

Dengan adanya kecelakaan yang ketiga sejak peristiwa "nyasar" di Tambolaka pada 2006, Departemen Perhubungan mengaudit maskapai penerbangan Adam Air. "Saat ini sedang berjalan audit khusus," beber Iksan.

Apakah audit itu dapat mengarah pada grounded semua pesawat Adam Air? Dia mengelak. Menurut dia, sanksi yang melarang beroperasinya pesawat milik maskapai penerbangan Adam Air harus melalui analisis dan evaluasi tim KNKT. "Saya tidak ingin bertindak hanya berdasar pressure dari orang per orang," tegasnya. Sebab, Iksan tidak ingin salah dalam memberikan sanksi.

Senada dengan Iksan, Ketua KNKT Setio Raharjo mengungkapkan bahwa perubahan warna yang dilakukan maskapai penerbangan Adam Air tidak akan memengaruhi pemeriksaan yang dilakukan KNKT. "Nggak masalah kalau diganti (warnanya). Nggak ada pengaruhnya juga," ujarnya.

Selama pesawat masih berada di lokasi pemeriksaan KNKT, lanjut Setio, itu tidak menyalahi aturan. Mengingat, pengecatan tersebut tidak memengaruhi item-item yang diselidiki. "Kecuali kalau dipindahkan ke tempat lain," katanya.

Mengenai tugas timnya di Surabaya, Setio mengatakan bahwa kemarin KNKT selesai melakukan penyelidikan. Di antaranya wawancara dengan pilot dan kopilot, mengumpulkan data-data penerbangan, meminta penjelasan dari otoritas BMG. "Besok tim kami sudah bisa balik ke Jakarta," tuturnya.

Hasilnya, KNKT menemukan bahwa deformasi (perubahan bentuk) badan pesawat Adam Air terjadi akibat hard landing (mendarat dengan keras). Hal itu bisa terjadi akibat posisi pesawat dalam keadaan tidak stabil atau seimbang saat approach (mendekati) landasan. "Kami belum mengetahui penyebab sebenarnya pesawat tidak stabil sebelum mendarat," ungkapnya.

Namun, Setio menolak anggapan bahwa pesawat oleng karena gangguan cuaca. Menurut dia, hal itu telah di-cross check dengan BMG bahwa jarak pandang sekitar 2.500 meter di landasan sebelum pesawat landing. Itu berarti jarak pandang masih normal karena minimal jarak pandang 2.000 meter. "Setelah pesawat landing, jarak pandang menjadi 1.500 meter," jelasnya.

Salah satu anggota tim pemeriksa KNKT untuk pesawat Adam Air KI-172 Kapten Ertata Lananggali mengatakan, hasil pemeriksaan itu nanti tidak hanya untuk menentukan tindakan terhadap Adam Air, tetapi juga menjadi dasar penyusunan kebijakan untuk pencegahan. "Hasil pastinya mungkin baru minggu depan kami umumkan," jelasnya.

Adam Air Rugi Rp 2 M Per Hari

Direktur Komersial dan Komunikasi Adam Air Gugi Pringwa Saputra mengatakan, di-grounded-nya tujuh unit pesawat Adam Air jenis Boeing 737-300 sudah tentu merugikan perusahaan.

Mengenai potensi kerugian akibat di-grounded-nya tujuh pesawat Boeing 737-300, Gugi mengaku belum menghitung. Namun, itu bisa dihitung secara kasar. Pesawat Boeing 737-300 berkapasitas 148 orang. Jika ada tujuh pesawat yang di-grounded, sekitar 1.036 penumpang tidak terangkut dengan tiket rata-rata Rp 500 ribu. Padahal, setiap pesawat rata-rata 3-4 kali flight setiap hari. Karena itu, kerugian diperkirakan Rp 1,5-Rp 2 miliar per hari. "Tapi, itu belum kami hitung. Sebab, itu juga bergantung tarif dan tingkat okupansi penumpang yang berbeda-beda," jelasnya.
 
santi (Rakyat)

masalah Jatuhnya Adam Air kok blm ada penyelesaiannya?
 
Back
Top