Perbuatan Timotius Harianto (39) tidak patut dicontoh siapapun. Warga Jl Parikesit Perumahan Tlogosari Pedurungan itu tega menggagahi anak tirinya yang masih berusia di bawah umur, Kuntum (bukan nama sebenarnya), dalam kurun waktu Desember 2006-Januari 2007.
Karenanya, menurut Kapolres Semarang Timur AKBP Drs Darto Juhartono, Timotius harus membayar mahal perbuatannya itu. Dia ditangkap petugas Polres Semarang Timur, Selasa (30/1). Kini dia menghadapi ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.
''Dia dijerat pasal berlapis, UU Nomor 23/2002 Tentang Perlindungan Anak, pasal 294 KUHP tentang menyetubuhi anak di bawah umur dan pasal 287 KUHP tentang Persetebuhan dengan anak tiri. Untuk membuktikan tuduhan, kami menunggu hasil visum dari RS Bhayangkara,'' kata Kapolres melalui Kasatreskrim AKP Suwarto SH MH.
Tersangka mengaku sudah kali kedua ''memperlakukan'' anak tirinya layaknya orang dewasa. Kali pertama dilakukan sekitar Desember 2006 dan kali terakhir, Sabtu (13/1). ''Saya melakukan saat ditinggal istri ke Jakarta. Perbuatan itu saya lakukan sekitar pukul 15.00 di dalam kamar,'' kata penjual es mambo di kawasan Perumahan Tlogosari itu.
Anehnya, Timotius melakukan hal itu karena alasan sayang kepada anak tirinya yang kini baru menginjak usia 13 tahun. Polisi pun berusaha mengorek motif tersangka, kenapa sampai tega menodai anak tirinya itu.
Akhirnya dia mengaku tega berbuat seperti itu karena sering ditinggal istrinya, Imelda (sebut saja begitu). Imelda, kata dia, kerap pergi pulang Semarang-Jakarta, mengurusi persoalan keluarga. Setiap kali pergi, cukup lama hingga tiga bulan. Hal itu yang membuat dia jarang berhubungan dengan istrinya.
Dia menikahi Imelda, yang sudah dalam keadaan janda beranak dua, sekitar 2001 lalu. Seorang anak laki-laki yang sulung tinggal bersama familinya di Jakarta sedang putri bungsunya tinggal bersamanya di Semarang. Modus yang dipakainya dengan cara merayu anak tirinya, yang masih dudu di bangku SMP itu.
Ketika itu, Sabtu (13/1), korban pulang sekolah pukul 14.00. Dia tinggal bersama korban sedang istrinya berada di Jakarta. Dia merayu korban agar bersedia ''menemaninya'' di dalam kamar. ''Yuk temeni papah. Katanya kamu sayang papah. Saya menyesal, saya khilaf,'' kata tersangka.
Saat itulah, korban dinodai di dalam kamar. Hingga akhirnya korban mengadukan perbuatan ayah tirinya itu kepada ibunya, Imelda. Imelda pun berang. Dia habis-habisnya mengomeli pria yang semula diharapkan bisa melindungi harta, diri dan anak-anaknya. Tetapi kenyataannya, tersangka ibarat pagar makan tanaman.(
Karenanya, menurut Kapolres Semarang Timur AKBP Drs Darto Juhartono, Timotius harus membayar mahal perbuatannya itu. Dia ditangkap petugas Polres Semarang Timur, Selasa (30/1). Kini dia menghadapi ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.
''Dia dijerat pasal berlapis, UU Nomor 23/2002 Tentang Perlindungan Anak, pasal 294 KUHP tentang menyetubuhi anak di bawah umur dan pasal 287 KUHP tentang Persetebuhan dengan anak tiri. Untuk membuktikan tuduhan, kami menunggu hasil visum dari RS Bhayangkara,'' kata Kapolres melalui Kasatreskrim AKP Suwarto SH MH.
Tersangka mengaku sudah kali kedua ''memperlakukan'' anak tirinya layaknya orang dewasa. Kali pertama dilakukan sekitar Desember 2006 dan kali terakhir, Sabtu (13/1). ''Saya melakukan saat ditinggal istri ke Jakarta. Perbuatan itu saya lakukan sekitar pukul 15.00 di dalam kamar,'' kata penjual es mambo di kawasan Perumahan Tlogosari itu.
Anehnya, Timotius melakukan hal itu karena alasan sayang kepada anak tirinya yang kini baru menginjak usia 13 tahun. Polisi pun berusaha mengorek motif tersangka, kenapa sampai tega menodai anak tirinya itu.
Akhirnya dia mengaku tega berbuat seperti itu karena sering ditinggal istrinya, Imelda (sebut saja begitu). Imelda, kata dia, kerap pergi pulang Semarang-Jakarta, mengurusi persoalan keluarga. Setiap kali pergi, cukup lama hingga tiga bulan. Hal itu yang membuat dia jarang berhubungan dengan istrinya.
Dia menikahi Imelda, yang sudah dalam keadaan janda beranak dua, sekitar 2001 lalu. Seorang anak laki-laki yang sulung tinggal bersama familinya di Jakarta sedang putri bungsunya tinggal bersamanya di Semarang. Modus yang dipakainya dengan cara merayu anak tirinya, yang masih dudu di bangku SMP itu.
Ketika itu, Sabtu (13/1), korban pulang sekolah pukul 14.00. Dia tinggal bersama korban sedang istrinya berada di Jakarta. Dia merayu korban agar bersedia ''menemaninya'' di dalam kamar. ''Yuk temeni papah. Katanya kamu sayang papah. Saya menyesal, saya khilaf,'' kata tersangka.
Saat itulah, korban dinodai di dalam kamar. Hingga akhirnya korban mengadukan perbuatan ayah tirinya itu kepada ibunya, Imelda. Imelda pun berang. Dia habis-habisnya mengomeli pria yang semula diharapkan bisa melindungi harta, diri dan anak-anaknya. Tetapi kenyataannya, tersangka ibarat pagar makan tanaman.(