Randy_Muxnahtis
New member
This story contains a scene of implicit fact and fiction (g ambil dr catatan pembuka game horor buatan capcom, bangsanya Resident Evil, Dino Crisis, dll. Cuma g modif n g "tantang" pembaca buat menemukan mana yg fact n mana yg fiction) ^^ Selamat membaca. ^^
Cerita ini dimulai sekitar 9 tahun lalu. Namaku Rick. Pada waktu itu, aku masih anak sekolah biasa. Aku memiliki seorang paman yang sudah menikah cukup lama, namun masih belum mendapatkan seorang anak. Istri dari pamanku itu sebetulnya pernah hamil, namun, mengalami keguguran. Setelah menunggu cukup lama untuk mendapatkan kesempatan mempunyai anak, namun harapan itu sepertinya pupus, maka pamanku itu dan istrinya menimbang kemungkinan bahwa mereka akan mengadopsi seorang bayi untuk dijadikan anak mereka. Akhrinya, setelah menimbang dan berkonsultasi, mereka memutuskan untuk mengadopsi seorang bayi. Mereka mengadopsi seorang bayi perempuan dan mereka beri nama Xanrosh. Xan merupakan nama marga keluarga, dan Rosh..... mungkin itu kata dari bahasa asing? Pamanku itu dan istrinya sangat menyayangi Xanrosh ini. Demikian juga dengan semua anggota keluarga besarku. Nenek, kakek, ibuku, dan lainya (nenek-ku mempunyai 5 orang anak, ibuku anak pertama, itulah mengapa aku menyebut "keluarga besar", sedangkan pamanku yang mengadopsi anak ini, adalah anak dari nenek-ku yang nomor 3). Kami semua menyayangi Xanrosh ini layaknya anggota keluarga kami sendiri. Bahkan, pada ulang tahun xanrosh yang pertama, pamanku itu mengadakan pesta ulang tahun yang cukup mewah dan tentu saja, menghabiskan biaya yang sangat besar. Aku pribadi juga menyayangi Xanrosh. Apalagi, aku tidak mempunyai adik laki-laki ataupun adik perempuan, jadi, aku menganggap Xanrosh ini sebagai adik sendiri. Meskipun, yah, jujur saja, usia aku dan Xanrosh yang terpaut jauh, membuat kami agak sulit untuk bermain bersama, apalagi aku laki-laki, sedangkan dia perempuan, yang berarti permainan kesukaan kami berbeda. Yah.... tapi toh, aku memutuskan untuk melupakan hal bahwa dia itu sebetulnya anak adopsi, dan menganggapnya sebagai saudara sepupu sendiri. Xanrosh ini cukup enerjik, dan, seiring dengan bertumbuhnya, aku berpikir, dia agak tomboy. Meskipun, aku sendiri masih mempertimbangkan apakah batasan tomboy itu, namun, bermain sepatu roda, skateboard, dan basket, menurutku cukup tomboy, terutama skateboard, sedangkan sepatu roda dan basket, yah, masih dapat diterima. Tapi anak perempuan bermain skateboard, menurutku, adalah hal yang tidak umum. Xanrosh ini juga memiliki hobi seperti berenang dan menari. Jika liburan datang, ayah dan ibunya mengajaknya jalan-jalan, dan cukup sering ke luar kota.
Masa kini, 3 tahun yang lalu. Aku baru saja lulus SMA, dan sedang bersiap-siap untuk masuk kuliah. Aku memutuskan untuk kuliah Bahasa Inggris di sebuah universitas swasta. Kehidupanku secara umum berjalan seperti biasa. Kuliah, belajar, ujian, berjalan-jalan ke mall bersama teman-temanku waktu SMA, atau bersama teman kampus. Berjalan biasa. Tak terasa, aku akan masuk semester 2. Yah.... kurasa inilah yang membuat keadaan berputar-balik secara drastis dan dramatis.... Karena kita tak pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan.....
Nila pelajaranku waktu aku semester 1 cenderung baik, hanya ada 1 pelajaran yang aku tidak lulus. Indeks prestasiku semester 1 juga cukup memuaskan, paling tidak, menyentuh angka 3. Jadi, aku-pun menikmati liburan semester yang sekaligus libur natal dan tahun baru (karena ujian akhir semesterku berlangsung sekitar bulan Desember). Setelah libur semester yang cukup lama, aku mulai masuk semester 2. Suatu ketika, aku melihat papan pengumuman lowongan pekerjaan di kampusku. Di sana, aku melihat, sebuah lowongan mengajar Bahasa Inggris part time di sebuah tempat kursus. Setelah aku melihat alamat yang tertera, aku agak terkejut, karena letak tempat kursus itu dekat dengan rumah salah seorang sahabatku waktu aku masih SMP (sampai sekarang, kami juga masih berteman). Karena aku dulu sering bermain ke rumah sahabatku itu, aku jadi tau lokasi tempat kursus yang memasang lowongan pekerjaan ini. "Lumayan, buat 'tantangan' kemampuan bahasa Inggris gue n buat tambahan duit jajan," kataku ketika membaca iklan lowongan tersebut. aku mengeluarkan secarik kertas dan sebuah pen dan mencatat alamat dan nomor telepon tempat kursus tersebut. Setelah pulang dari kampus, aku segera menghubungi tempat tersebut. Aku ingin menanyakan informasi lebih lanjut, mengenai syarat-syarat melamar pekerjaan dan persiapan yang dibutuhkan. Di sebelah sana, terdengar suara seorang perempuan, "halo." Aku membalas salam tersebut, "halo, selamat siang, apakah ini tempat kursus yang sedang mencari tenaga pengajar? Saya melihat lowongan yang anda pasang di kampus saya. Saya berminat untuk mencoba melamar di tempat anda. Kira-kira, syaratnya apa saja? Karena saya masih di semester awal, dan saya belum mempunyai pengalaman." Di sebelah sana, perempuan tersebut menjawab, "Oh, iya, benar. Saya memang lagi membutuhkan tenaga pengajar. Anda kuliah di mana?" Aku menyebutkan universitas tempatku kuliah. Lalu perempuan itu meneruskan, "iya, saya memang tidak mengajukan syarat-syarat tertentu. Jadi, anda silahkan saja jika ingin mencoba melamar. Dengan siapa saya bicara?" "Nama saya Rick. Baiklah, saya akan mengirim surat lamaran ke anda. Terima kasih atas informasinya," aku mengakhiri pembicaraan di telepon tersebut. Merasa senang karena aku memiliki peluang untuk berbuat sesuatu yang berguna, meskipun belum tentu aku diterima, namun tak ada salahnya mencoba, karena, aku percaya bahwa urusan jodoh, rejeki, dan umur, adalah urusan Yang Maha Kuasa. Jadi, kalaupun aku tidak diterima melamar di sana, yah, anggap saja, rejeki-ku bukan di tempat itu. Jadi, aku-pun mengurus segala sesuatu yang diperlukan, mulai dari membuat surat lamaran, membuat CV, dan sebagainya.
Singkat cerita, aku menerima panggilan untuk wawancara di tempat tersebut. Yah, menurut teori, katanya, apabila sebuah perusahaan bersedia memanggil pelamar pekerjaan untuk tes wawancara, itu artinya bahwa ada kemungkinan 50% pelamar tersebut diterima. Jadi, aku merasa cukup senang. Maka, aku pun mebuat janji untuk tes wawancara dengan perempuan tersebut. Pada waktu yang sudah disepakati, aku mendatangi tempat kursus tersebut. ketika aku datang, aku melihat cukup banyak anak-anak, yang menurut dugaanku, pasti murid-murid tempat kursus tersebut. Mereka sedang bermain. Entah apakah mereka sudah selesai belajar, atau baru akan mulai belajar. Aku memberi salam kepada seorang 'maid' yang saat itu sedang memperhatikan anak-anak yang sedang bermain. Aku menjelaskan kepada 'maid' tersebut bahwa aku akan melakukan tes wawancara. 'Maid' tersebut berkata kepadaku untuk menemui 'majikan' yang kebetulan pada saat itu sedang mengajar di lantai atas. Jadi, aku pun masuk ke tempat tersebut, dengan ditemani oleh 'maid' tersebut. 'Maid' tersebut mengantarku ke sebuah kelas di lantai 2. Dia mengetuk pintu sebuah kelas, lalu masuk dan berbicara kepada seorang perempuan. Tak lama kemudian, 'maid' tersebut keluar, di belakangnya ada seorang perempuan yang berusia sekitar akhir 20. Pada saat itu, aku mengira bahwa perempuan yang baru ini adalah asisten dari manager tempat tersebut. Perempuan itu dan aku saling memperkenalkan diri. Perempuan itu bernama Miss Sasha. Namun, karena pada saat itu Miss Sasha sedang mengajar, jadi aku diminta untuk menunggu sebentar untuk tes wawancara. Sekitar 10 menit kemudian, pelajaran selesai, dan Miss Sasha kembali menemuiku. Singkat cerita, aku pun dites. Tesnya ada 2 macam, yang pertama tes wawancara, lalu yang kedua, tes mengajar. Aku diberikan sebuah buku pelajaran Bahasa Inggris, dan diminta untuk menjelaskan pelajaran buku tersebut. Aku mempelajari bahan pelajaran buku tersebut. Rupanya tentang Present tense, namun dengan aplikasi yang lebih rumit. Dengan segera, aku menduga bahwa pelajaran tersebut mungkin digunakan untuk murid SMA yang mungkin belajar di tempat kursus tersebut. Aku mempelajari bahan pelajaran tersebut. Setelah siap, aku maju ke depan kelas, sedangkan Miss Sasha duduk di sebuah kursi untuk murid, lalu aku mulai mempresentasikan pelajaran tersebut. Yah, jujur saja, aku lumayan gugup. Meskipun aku paham tentang Present Tense, namun, aku belum pernah mempelajari aplikasinya yang lebih rumit sewaktu aku di sekolah ataupun waktu aku kuliah semester 1 lalu. Akhirnya, aku selesai presentasi. Setelah itu, aku dan Miss Sasha membahas beberapa hal. Jujur saja, karena pada saat itu aku masih berpikir bahwa Miss Sasha adalah asisten dari manager tempat tersebut, aku memberanikan diri bertanya, "maaf, apakah Miss adalah pemilik dari tempat ini?" Miss Sasha tidak tampak marah, malah, dia mengiyakan pertanyaanku itu. Bisa dibayangkan aku cukup terkejut, karena bayanganku selama ini manager tempat kursus tersebut adalah mungkin seorang wanita paruh baya, yang tampak galak dan tegas. Namun pada kenyataanya Miss sasha, pemilik tempat kursus tersebut adalah seorang perempuan yang masuh muda, bahkan agak 'funky', karena rambutnya diwarnai agak pirang. Dia bahkan tampak santai, hanya memakai kaos biasa dan celana jins. Begitu aku mengetahui bahwa Miss Sasha adalah calon manager-ku, aku meminta maaf atas kelancanganku, namun aku juga menjelaskan bahwa selama ini aku mengira bahwa manager tempat tersebut adalah seorang yang lebih tua, tampak berpengalaman, galak dan tegas. Miss Sasha bisa mengerti penjelasanku. Akhirnya aku bersalaman dengan Miss Sasha dan mengucapkan selamat tinggal, lalu pulang.
Sekitar 2 bulan kemudian, Miss Sasha menghubungiku. Rupanya aku diterima bekerja di tempat tersebut. Betapa senangnya hatiku. Bisa dikatakan, ini menjadi langkah awal dalam meniti karir. Jadi, aku diberi jadwal kapan aku bekerja, dan karena ini merupakan pekerjaan part time, aku masih memiliki waktu luang yang cukup banyak. Akhirnya, aku mulai bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di tempat tersebut. Di hari pertama aku bekerja, aku masih merasa canggung, dan Miss Sasha juga banyak membantuku. Seiring berjalan waktu, kemampuan mengajarku juga menjadi lebih berkembang. Aku juga memetik manfaat pelajaran bahasa Inggris yang mungkin aku lupa, atau belum pernah dapat waktu aku di sekolah. Namun, kadang, aku juga membuat kesalahan, dan Miss Sasha memberi masukan yang positif. Aku berterima kasih atas saranya.
Harus ku-akui bahwa mengurus murid tidaklah mudah. Aku mengajar kelas SD di sore hari, dan kelas SMP ketika hari menjelang malam. Secara umum, murid-muridku baik-baik saja, meskipun ada beberapa muridku yang dari kelas SD yang nakal, atau kadang bertengkar dengan teman lain, atau sangat suka berbicara banyak, atau yang lucu, dan sebagainya. Itulah masyarakat. Tentu saja, apabila murid-murid tersebut membuat onar, aku menjadi pusing mengurusnya. Apabila aku sudah tidak mampu mengurus kenakalan mereka, maka Miss Sasha akan turun tangan. Aku memang termasuk guru yang sabar, mungkin itu sebabnya murid-murid itu lebih berani berbuat onar di depan mataku daripada di depan mata Miss Sasha.
Cerita ini dimulai sekitar 9 tahun lalu. Namaku Rick. Pada waktu itu, aku masih anak sekolah biasa. Aku memiliki seorang paman yang sudah menikah cukup lama, namun masih belum mendapatkan seorang anak. Istri dari pamanku itu sebetulnya pernah hamil, namun, mengalami keguguran. Setelah menunggu cukup lama untuk mendapatkan kesempatan mempunyai anak, namun harapan itu sepertinya pupus, maka pamanku itu dan istrinya menimbang kemungkinan bahwa mereka akan mengadopsi seorang bayi untuk dijadikan anak mereka. Akhrinya, setelah menimbang dan berkonsultasi, mereka memutuskan untuk mengadopsi seorang bayi. Mereka mengadopsi seorang bayi perempuan dan mereka beri nama Xanrosh. Xan merupakan nama marga keluarga, dan Rosh..... mungkin itu kata dari bahasa asing? Pamanku itu dan istrinya sangat menyayangi Xanrosh ini. Demikian juga dengan semua anggota keluarga besarku. Nenek, kakek, ibuku, dan lainya (nenek-ku mempunyai 5 orang anak, ibuku anak pertama, itulah mengapa aku menyebut "keluarga besar", sedangkan pamanku yang mengadopsi anak ini, adalah anak dari nenek-ku yang nomor 3). Kami semua menyayangi Xanrosh ini layaknya anggota keluarga kami sendiri. Bahkan, pada ulang tahun xanrosh yang pertama, pamanku itu mengadakan pesta ulang tahun yang cukup mewah dan tentu saja, menghabiskan biaya yang sangat besar. Aku pribadi juga menyayangi Xanrosh. Apalagi, aku tidak mempunyai adik laki-laki ataupun adik perempuan, jadi, aku menganggap Xanrosh ini sebagai adik sendiri. Meskipun, yah, jujur saja, usia aku dan Xanrosh yang terpaut jauh, membuat kami agak sulit untuk bermain bersama, apalagi aku laki-laki, sedangkan dia perempuan, yang berarti permainan kesukaan kami berbeda. Yah.... tapi toh, aku memutuskan untuk melupakan hal bahwa dia itu sebetulnya anak adopsi, dan menganggapnya sebagai saudara sepupu sendiri. Xanrosh ini cukup enerjik, dan, seiring dengan bertumbuhnya, aku berpikir, dia agak tomboy. Meskipun, aku sendiri masih mempertimbangkan apakah batasan tomboy itu, namun, bermain sepatu roda, skateboard, dan basket, menurutku cukup tomboy, terutama skateboard, sedangkan sepatu roda dan basket, yah, masih dapat diterima. Tapi anak perempuan bermain skateboard, menurutku, adalah hal yang tidak umum. Xanrosh ini juga memiliki hobi seperti berenang dan menari. Jika liburan datang, ayah dan ibunya mengajaknya jalan-jalan, dan cukup sering ke luar kota.
Masa kini, 3 tahun yang lalu. Aku baru saja lulus SMA, dan sedang bersiap-siap untuk masuk kuliah. Aku memutuskan untuk kuliah Bahasa Inggris di sebuah universitas swasta. Kehidupanku secara umum berjalan seperti biasa. Kuliah, belajar, ujian, berjalan-jalan ke mall bersama teman-temanku waktu SMA, atau bersama teman kampus. Berjalan biasa. Tak terasa, aku akan masuk semester 2. Yah.... kurasa inilah yang membuat keadaan berputar-balik secara drastis dan dramatis.... Karena kita tak pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan.....
Nila pelajaranku waktu aku semester 1 cenderung baik, hanya ada 1 pelajaran yang aku tidak lulus. Indeks prestasiku semester 1 juga cukup memuaskan, paling tidak, menyentuh angka 3. Jadi, aku-pun menikmati liburan semester yang sekaligus libur natal dan tahun baru (karena ujian akhir semesterku berlangsung sekitar bulan Desember). Setelah libur semester yang cukup lama, aku mulai masuk semester 2. Suatu ketika, aku melihat papan pengumuman lowongan pekerjaan di kampusku. Di sana, aku melihat, sebuah lowongan mengajar Bahasa Inggris part time di sebuah tempat kursus. Setelah aku melihat alamat yang tertera, aku agak terkejut, karena letak tempat kursus itu dekat dengan rumah salah seorang sahabatku waktu aku masih SMP (sampai sekarang, kami juga masih berteman). Karena aku dulu sering bermain ke rumah sahabatku itu, aku jadi tau lokasi tempat kursus yang memasang lowongan pekerjaan ini. "Lumayan, buat 'tantangan' kemampuan bahasa Inggris gue n buat tambahan duit jajan," kataku ketika membaca iklan lowongan tersebut. aku mengeluarkan secarik kertas dan sebuah pen dan mencatat alamat dan nomor telepon tempat kursus tersebut. Setelah pulang dari kampus, aku segera menghubungi tempat tersebut. Aku ingin menanyakan informasi lebih lanjut, mengenai syarat-syarat melamar pekerjaan dan persiapan yang dibutuhkan. Di sebelah sana, terdengar suara seorang perempuan, "halo." Aku membalas salam tersebut, "halo, selamat siang, apakah ini tempat kursus yang sedang mencari tenaga pengajar? Saya melihat lowongan yang anda pasang di kampus saya. Saya berminat untuk mencoba melamar di tempat anda. Kira-kira, syaratnya apa saja? Karena saya masih di semester awal, dan saya belum mempunyai pengalaman." Di sebelah sana, perempuan tersebut menjawab, "Oh, iya, benar. Saya memang lagi membutuhkan tenaga pengajar. Anda kuliah di mana?" Aku menyebutkan universitas tempatku kuliah. Lalu perempuan itu meneruskan, "iya, saya memang tidak mengajukan syarat-syarat tertentu. Jadi, anda silahkan saja jika ingin mencoba melamar. Dengan siapa saya bicara?" "Nama saya Rick. Baiklah, saya akan mengirim surat lamaran ke anda. Terima kasih atas informasinya," aku mengakhiri pembicaraan di telepon tersebut. Merasa senang karena aku memiliki peluang untuk berbuat sesuatu yang berguna, meskipun belum tentu aku diterima, namun tak ada salahnya mencoba, karena, aku percaya bahwa urusan jodoh, rejeki, dan umur, adalah urusan Yang Maha Kuasa. Jadi, kalaupun aku tidak diterima melamar di sana, yah, anggap saja, rejeki-ku bukan di tempat itu. Jadi, aku-pun mengurus segala sesuatu yang diperlukan, mulai dari membuat surat lamaran, membuat CV, dan sebagainya.
Singkat cerita, aku menerima panggilan untuk wawancara di tempat tersebut. Yah, menurut teori, katanya, apabila sebuah perusahaan bersedia memanggil pelamar pekerjaan untuk tes wawancara, itu artinya bahwa ada kemungkinan 50% pelamar tersebut diterima. Jadi, aku merasa cukup senang. Maka, aku pun mebuat janji untuk tes wawancara dengan perempuan tersebut. Pada waktu yang sudah disepakati, aku mendatangi tempat kursus tersebut. ketika aku datang, aku melihat cukup banyak anak-anak, yang menurut dugaanku, pasti murid-murid tempat kursus tersebut. Mereka sedang bermain. Entah apakah mereka sudah selesai belajar, atau baru akan mulai belajar. Aku memberi salam kepada seorang 'maid' yang saat itu sedang memperhatikan anak-anak yang sedang bermain. Aku menjelaskan kepada 'maid' tersebut bahwa aku akan melakukan tes wawancara. 'Maid' tersebut berkata kepadaku untuk menemui 'majikan' yang kebetulan pada saat itu sedang mengajar di lantai atas. Jadi, aku pun masuk ke tempat tersebut, dengan ditemani oleh 'maid' tersebut. 'Maid' tersebut mengantarku ke sebuah kelas di lantai 2. Dia mengetuk pintu sebuah kelas, lalu masuk dan berbicara kepada seorang perempuan. Tak lama kemudian, 'maid' tersebut keluar, di belakangnya ada seorang perempuan yang berusia sekitar akhir 20. Pada saat itu, aku mengira bahwa perempuan yang baru ini adalah asisten dari manager tempat tersebut. Perempuan itu dan aku saling memperkenalkan diri. Perempuan itu bernama Miss Sasha. Namun, karena pada saat itu Miss Sasha sedang mengajar, jadi aku diminta untuk menunggu sebentar untuk tes wawancara. Sekitar 10 menit kemudian, pelajaran selesai, dan Miss Sasha kembali menemuiku. Singkat cerita, aku pun dites. Tesnya ada 2 macam, yang pertama tes wawancara, lalu yang kedua, tes mengajar. Aku diberikan sebuah buku pelajaran Bahasa Inggris, dan diminta untuk menjelaskan pelajaran buku tersebut. Aku mempelajari bahan pelajaran buku tersebut. Rupanya tentang Present tense, namun dengan aplikasi yang lebih rumit. Dengan segera, aku menduga bahwa pelajaran tersebut mungkin digunakan untuk murid SMA yang mungkin belajar di tempat kursus tersebut. Aku mempelajari bahan pelajaran tersebut. Setelah siap, aku maju ke depan kelas, sedangkan Miss Sasha duduk di sebuah kursi untuk murid, lalu aku mulai mempresentasikan pelajaran tersebut. Yah, jujur saja, aku lumayan gugup. Meskipun aku paham tentang Present Tense, namun, aku belum pernah mempelajari aplikasinya yang lebih rumit sewaktu aku di sekolah ataupun waktu aku kuliah semester 1 lalu. Akhirnya, aku selesai presentasi. Setelah itu, aku dan Miss Sasha membahas beberapa hal. Jujur saja, karena pada saat itu aku masih berpikir bahwa Miss Sasha adalah asisten dari manager tempat tersebut, aku memberanikan diri bertanya, "maaf, apakah Miss adalah pemilik dari tempat ini?" Miss Sasha tidak tampak marah, malah, dia mengiyakan pertanyaanku itu. Bisa dibayangkan aku cukup terkejut, karena bayanganku selama ini manager tempat kursus tersebut adalah mungkin seorang wanita paruh baya, yang tampak galak dan tegas. Namun pada kenyataanya Miss sasha, pemilik tempat kursus tersebut adalah seorang perempuan yang masuh muda, bahkan agak 'funky', karena rambutnya diwarnai agak pirang. Dia bahkan tampak santai, hanya memakai kaos biasa dan celana jins. Begitu aku mengetahui bahwa Miss Sasha adalah calon manager-ku, aku meminta maaf atas kelancanganku, namun aku juga menjelaskan bahwa selama ini aku mengira bahwa manager tempat tersebut adalah seorang yang lebih tua, tampak berpengalaman, galak dan tegas. Miss Sasha bisa mengerti penjelasanku. Akhirnya aku bersalaman dengan Miss Sasha dan mengucapkan selamat tinggal, lalu pulang.
Sekitar 2 bulan kemudian, Miss Sasha menghubungiku. Rupanya aku diterima bekerja di tempat tersebut. Betapa senangnya hatiku. Bisa dikatakan, ini menjadi langkah awal dalam meniti karir. Jadi, aku diberi jadwal kapan aku bekerja, dan karena ini merupakan pekerjaan part time, aku masih memiliki waktu luang yang cukup banyak. Akhirnya, aku mulai bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di tempat tersebut. Di hari pertama aku bekerja, aku masih merasa canggung, dan Miss Sasha juga banyak membantuku. Seiring berjalan waktu, kemampuan mengajarku juga menjadi lebih berkembang. Aku juga memetik manfaat pelajaran bahasa Inggris yang mungkin aku lupa, atau belum pernah dapat waktu aku di sekolah. Namun, kadang, aku juga membuat kesalahan, dan Miss Sasha memberi masukan yang positif. Aku berterima kasih atas saranya.
Harus ku-akui bahwa mengurus murid tidaklah mudah. Aku mengajar kelas SD di sore hari, dan kelas SMP ketika hari menjelang malam. Secara umum, murid-muridku baik-baik saja, meskipun ada beberapa muridku yang dari kelas SD yang nakal, atau kadang bertengkar dengan teman lain, atau sangat suka berbicara banyak, atau yang lucu, dan sebagainya. Itulah masyarakat. Tentu saja, apabila murid-murid tersebut membuat onar, aku menjadi pusing mengurusnya. Apabila aku sudah tidak mampu mengurus kenakalan mereka, maka Miss Sasha akan turun tangan. Aku memang termasuk guru yang sabar, mungkin itu sebabnya murid-murid itu lebih berani berbuat onar di depan mataku daripada di depan mata Miss Sasha.