
Perkembangan dunia radiologi terus berjalan. Dimulai dari penemuan sinar rontgen di Jerman pada tahun 1895, hingga munculnya sinar-X serta lahirnya inovasi selanjutnya berupa ultrasonografi pada tahun 1950. Upaya dan berbagai inovasi radiologi inilah yang menjadi konsen Prof. Bambang Soeprijanto, dr.,Sp.RAD., Guru Besar bidang Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang dikukuhkan pada Sabtu (8/7).
Dalam pengukuhan yang dihelat di Aula Garuda Mukti Kampus C UNAIR, Bambang berpidato dengan judul “Inovasi Radiologi di Era Molekuler dan Digital”. Dalam paparanya, Bambang menekankan bahwa perkembangan inovasi radiologi merupakan upaya untuk memudahkan diagnosis berbagai penyakit yang tidak bisa dilihat oleh panca indra secara langsung.
“Perkembangan teknologi ini telah melalui berbagai pertimbangan. Salah satunya keuntungan lebih banyak daripada resiko,” terangnya.
Bambang juga menambahkan bahwa dalam perkembangannya, inovasi radiologi telah memasuki beberapa era serta memanfaatkan berbagai alat. Pada era komputer, mesin sinar-X memanfaatkan dengan inovasi alat yang disebut CT-scan. Selanjutnya, ditemukan modalitas baru tanpa penggunaan sinar-X yaitu MRI. Alat MRI sendiri menurut Bambang, bekerja dengan cara memanipulasi proton dengan gelombang radio pada medan magnit yang kuat.
“Sumber radiasi lain dalam radiologi adalah isotop, suatu bahan yang memancarkan radiasi secara spontan. Dari alat yang sederhana, ada inovasi mesin dengan teknologi komputer yang disebut SPECT dan PET. Peralatan ini pun digabung dengan CT dan MRI,” papar Guru Besar FK UNAIR ke-108 tersebut.
Selanjutnya, Bambang kembali menjelaskan, perkembangan inovasi radiologi pun terus terjadi hingga era digital. Pada era ini, gambar penyakit pasien tidak lagi dalam lembaran kertas foto, tetapi sudah dalam bentuk data digital yang dapat disimpan dalam CD. Di era ini pula informasi foto pasien dalam bentuk data digital dapat dikirim langsung antar unit di suatu rumah sakit dengan Radiology Information System. Sedangkan untuk penyimpanan dan pengambilan kembali gambar radiologi dipergunakan Picture Archiving and Communication System.
“Di era ini gambar radiologi dapat di informasikan sesama dokter yang berbeda kota ataupun negara secara langsung dan ini disebut teleradiology,” terang Bambang.
Inovasi pemeriksaan radiologi selanjutnya yang dipaparakan oleh Bambang adalah kemampuan menampilkan gambar dari kelompok sel dengan aktifitasnya. Hal itulah yang disebut Moleculer imaging. Pada fase ini Bambang menjelaskan bahwa pemeriksaan ini memberikan informasi pada level molekuler dan level sel.
“Metode ini juga dipergunakan untuk studi ekspresi gen. Penerapannya untuk penyakit misalnya pada kanker dan penyakit di jantung,” jelas Bambang.
Di akhir, Bambang menegaskan bahwa inovasi radiologi ini memiliki berbagi keunggulan. Selain bisa melakukan deteksi awal terhadap penyakit yang tidak bisa dilihat dengan mata secara langsung, dengan inovasi radiologi juga menjadi bagain untuk evaluasi. Namun, meski kecanggihan teknologi sangat membantu manusi, Bambang kembali menegaskan bahwa peranan manusia tidak bisa diambil alih oleh teknologi secara sepenuhnya.
“Masa depan memang akan terus dijawab melalui teknologi. Namun peran manusia tetap menjadi satu hal penting dan utama. Dalam dunia kesehatan, mengobati adalah seni dan pengetahuan, inilah yang tidak dimiliki teknologi,” tegas Bambang.