Megha
New member
DPR Nyatakan RUU Intelijen Bukan untuk lindungi SBY
JAKARTA DPR menyatakan bahwa langkah mereka menginisiasi Rancangan Undang-Undapg (RUU) tentang Intelijen bukan dimaksudkan untuk melindungi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Keberadaan RUU ini dianggap memang dibutuhkan.
Anggota Komisi I DPR Muhammad Najib (Fraksi PAN) mengatakan, naif kalau ada pihak yang mencurigai kalau pembuatan UU Intelijen untuk melindungi pemerintahan SBY. ‘Saya yakin Presiden SBY akan terus memimpin hingga akhir periode pada 2014, meskipun tanpa pembuatan UU Intelijen,” kata Najib, seperti dikutip Antara, Kamis (7/4).
Keberadaan RUU Intelijen, kata Najib, ditujukan untuk menjaga seluruh wilayah NKRI dan seluruh bangsa Indonesia tanpa melanggar prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Sekalipun saat ini ada sejumlah pasal yang diperdebatkan, Najib yakin RUU Intelijen akan bisa diselesaikan pada Juni 2011.
Beberapa pasal tersebut meliputi kewenangan intelijen seperti pasal pemeriksaan intensif, penyadapan, dan pengawasan intelijen.
Namun, menurut dia, anggota Komisi I DPR yang berasal dari sembilan fraksi di DPR RI ini memiliki pandangan sama bahwa intelijen perlu diberikan kewenangan bisa melakukan pemeriksaan intensif, yakni dengan berkoordinasi dengan petugas keamanan serta kewenangan melakukan penyadapan.
Wakil Rektor President University Muhammad AS Hikam mengatakan, Indonesia sebagai negara demokrasi harus memiliki UU Intelijen. Menurut AS Hikam, UU Intelijen menjadi landasan hukum untuk mengatur kelembagaan dan komunitas intelijen agar berjalan sinergis dan terpadu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam koridor demokrasi. “Dalam era reformasi saat ini dibutuhkan UU Intelijen yang sesuai dengan iklim demokrasi saat ini,” katanya.
Soal kewenangan pemeriksaan intensif dan penyadapan, menurut dia, intelijen perlu memiliki kewenangan tersebut. AS Hikam mengingatkan agar DPR memberikan pemahaman kepada masyarakat soal substansi kewenangan pemeriksaan intensif dan penyadapan tersebut sehingga tidak menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan masyarakat.
Tak komprehensif
Ketua Dewan Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Jakarta, Usman Hamid, berpendapat, RUU Intelijen Negara tidak mengatur secara komprehensif keseluruhan badan intelijen yang ada. “Namun, RUU Intelijen ini membuat rancu wacana keamanan nasional dan demokrasi konstitusional dalam lingkup perlindungan hak asasi manusia (HAM),” kata Usman.
Seharusnya, lanjut dia, RUU, Intelijen mencakup keseluruhan badan intelijen yang ada, tetapi RUU Intelijen versi pemerintah ini lebih memberikan celah konstitusional untuk pembatasan HAM.
Peneliti LIPI, Jaleswari Pramodhawardani, menilai, RUU Intelijen hanya memuat beberapa pasal yang membicarakan prinsip-prinsip kerangka kerja demokratik dan masih bersifat umum. RUU Intelijen tetap tidak memperkuat kerja-kerja strategis intelijen dan belum memunculkan demokrasi di tubuh intelijen.
Republika, 4 April 2011, joko sadewo