spirit
Mod
SALAH satu kehebatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ialah bisa menularkan penyakit kepada sesama lembaga wakil rakyat. Sebaliknya, salah satu yang mengagumkan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ialah bersedia ditulari penyakit DPR. Ditulari, dan bangga.
Dua penyakit ganas DPR adalah rakus uang dan maniak pelesiran ke luar negeri. Kedua virus itu sudah menjangkiti DPD.
Penyakit pelesiran ke luar negeri bahkan berjangkit bareng dalam sepekan ini. Buktinya, satu tim anggota DPR melakukan studi banding kepramukaan ke Afrika Selatan, berangkat Selasa (14/9); sedangkan satu tim anggota DPD pergi mempelajari sistem parlemen ke Inggris, berangkat hari ini, Jumat (17/9). Luar biasa, masa inkubasinya hanya tiga hari.
Penyakit ganas rakus uang juga mengambil wujud yang sama. DPR meminta uang untuk rumah aspirasi di daerah pemilihan masing-masing sebesar Rp122 miliar. DPD pun ketularan meminta uang untuk rumah aspirasi sebesar Rp30 miliar untuk tiap-tiap provinsi.
Semua itu adalah contoh tular-menular penyakit yang muncul ke permukaan. Yang tidak diketahui publik, masih banyak lagi, yaitu berupa macam-macam tunjangan. Ada tunjangan akomodasi, tunjangan komunikasi, tunjangan air, tunjangan listrik, dan tentu tunjangan kehormatan.
Tunjangan apa pun yang diperoleh anggota DPR, itulah pula yang ditularkan kepada anggota DPD. Inilah penyakit yang penularannya disertai dengan iringan lagu Di Sana Senang, di Sini Senang.
Antara DPR dan DPD memang terjadi iri, tapi rindu. DPD merindukan kekuasaan yang dimiliki DPR dan itulah yang menyebabkan Presiden RI harus berpidato kenegaraan di DPR dan juga di DPD.
Dan sekaligus di situlah pula bercokol iri karena sistem dua kamar wakil rakyat itu tidak berjalan dengan pembagian kekuasaan yang seimbang. Salah satu akibatnya, rebutan kursi Wakil Ketua MPR.
Rindu dan iri yang paling seru menyangkut uang dan pelesiran. Anggota DPD rindu ditulari dua penyakit DPR itu. Dan ini membuat iri lenyap karena di sana senang, di sini senang. Begitulah, wakil rakyat bersenang-senang dengan mengatasnamakan aspirasi rakyat. Rumah aspirasi, misalnya, dinilai sangat penting karena selain menjadi kantor perwakilan di daerah pemilihan, menjadi tanda kedekatan politik anggota dewan dengan konstituen.
Padahal, wakil rakyat terlebih yang bernama DPD itu seharusnya lebih banyak tinggal di daerah pemilihannya, di rumahnya sendiri, dan membuka pintu rumahnya untuk mendengarkan aspirasi pemilihnya. Dan hanya saat bersidang berada di Jakarta.
Yang terjadi sekarang sebaliknya. Wakil rakyat itu hanya datang ke daerah pemilihannya sewaktu reses, alias waktu libur, alias sambil piknik. Maka, yang terjadi ialah di sini senang, tapi di sana, yang namanya rakyat, tak pernah hidupnya bertambah senang. Rakyat memikul biaya hidup yang terus naik, padahal daya belinya merosot, dan pengangguran meningkat.
Di sana senang, di sini susah, itulah nyanyian rakyat.
Media Indonesia
Jumat, 17 September 2010 00:01 WIB