lala_lulu
New member
Masa kecilnya habis untuk berdagang asongan di objek wisata Tangkuban parahu. Kepintarannya membaca pasar mengantar Iwan Herawan, 41, sukses sebagai pengusaha miniatur binatang.
Cerita keberhasilan pengusaha muda kelahiran Bandung, 4 Desember 1969 ini tidak bisa lepas dari keberadaan Tangkubanparahu di Kabupaten Bandung Barat (KEB) dan Kabupaten Subang. Sedari SMP dia sudah memberanikan diri berjualan, khususnya pada hari-hari libur sekolah.
Atau ketika sekolah siang, dia terlebih dahulu berjualan di pagi harinya. Begitu pun sebaliknya, ketika sekolah pagi maka sore harinya digunakan untuk berjualan.
Walaupun harus kehilangan waktu bermain yang lumrah dirasakan anak-anak seangkatannya, Iwan kecil merasa senang menjalani pekerjaannya, Hal itu terpaksa dia lakukan karena ekonomi keluarga yang pas-pasan.
Tapi siapa sangka, dari jualan asongan itulah cikal bakal dia menjadi pengusaha sukses yang bisa mempekerjakan 20 karyawan dengan omzet usaha puluhan hingga ratusan juta rupiah setiap bulannya.
Pelajaran hidup dan kepintarannya membaca situasi mengantarnya merengkuh cita-cita Sebagai pengusaha. Dan seorang pedagang asongan, kini telah memiliki shoowroom di Tangkuban parahu tempat memajangkan lebih dari 50 item berbagai produk miniatur binatang hasil kreasinya.
Iwan menuturkan, usahanya mulai dirintis pada 1990 dengan modal alakadarnya, sekitar Rp 300 ribu hasil usaha berdagang. Modal itu dia belanjakan perkakas Seperti solder, kayu, dan ampelas. Saat itu dia tidak punya pilihan selain membuka usaha sendiri karena keinginannya untuk kuliah tidak kesampaian.
Dia sempat mengecap bangku kuliah beberapa bulan di Universitas Padjadjaran namun terpaksa ditinggalkan karena tidak ada biaya.
Ide awal membuat miniatur binatang kayu didapatkannya dari sang paman. Ketika itu Iwan disarankan mengolah kayu lame menjadi benda bernilai jual tinggi.
Dengan kreativitas dan imajinasi, ditunjang darah seni, Iwan pun bisa menyulap kayu lame menjadi miniatur binatang yang bernilai seni tinggi.
“Saya percaya, ketika niatnya baik, dijalankan dengan baik, maka hasilnya pun pasti baik. Terbukti, ketika ada keinginan untuk membuat miniatur binatang maka saya selalu diberi jalan kendati saya tidak pernah belajar seni ukir sebelumnya,” kata ayah dua anak bernama Tedy Heriyadi, 18, dan ChandraKuswendi, 11, ini.
sindo
Cerita keberhasilan pengusaha muda kelahiran Bandung, 4 Desember 1969 ini tidak bisa lepas dari keberadaan Tangkubanparahu di Kabupaten Bandung Barat (KEB) dan Kabupaten Subang. Sedari SMP dia sudah memberanikan diri berjualan, khususnya pada hari-hari libur sekolah.
Atau ketika sekolah siang, dia terlebih dahulu berjualan di pagi harinya. Begitu pun sebaliknya, ketika sekolah pagi maka sore harinya digunakan untuk berjualan.
Walaupun harus kehilangan waktu bermain yang lumrah dirasakan anak-anak seangkatannya, Iwan kecil merasa senang menjalani pekerjaannya, Hal itu terpaksa dia lakukan karena ekonomi keluarga yang pas-pasan.
Tapi siapa sangka, dari jualan asongan itulah cikal bakal dia menjadi pengusaha sukses yang bisa mempekerjakan 20 karyawan dengan omzet usaha puluhan hingga ratusan juta rupiah setiap bulannya.
Pelajaran hidup dan kepintarannya membaca situasi mengantarnya merengkuh cita-cita Sebagai pengusaha. Dan seorang pedagang asongan, kini telah memiliki shoowroom di Tangkuban parahu tempat memajangkan lebih dari 50 item berbagai produk miniatur binatang hasil kreasinya.
Iwan menuturkan, usahanya mulai dirintis pada 1990 dengan modal alakadarnya, sekitar Rp 300 ribu hasil usaha berdagang. Modal itu dia belanjakan perkakas Seperti solder, kayu, dan ampelas. Saat itu dia tidak punya pilihan selain membuka usaha sendiri karena keinginannya untuk kuliah tidak kesampaian.
Dia sempat mengecap bangku kuliah beberapa bulan di Universitas Padjadjaran namun terpaksa ditinggalkan karena tidak ada biaya.
Ide awal membuat miniatur binatang kayu didapatkannya dari sang paman. Ketika itu Iwan disarankan mengolah kayu lame menjadi benda bernilai jual tinggi.
Dengan kreativitas dan imajinasi, ditunjang darah seni, Iwan pun bisa menyulap kayu lame menjadi miniatur binatang yang bernilai seni tinggi.
“Saya percaya, ketika niatnya baik, dijalankan dengan baik, maka hasilnya pun pasti baik. Terbukti, ketika ada keinginan untuk membuat miniatur binatang maka saya selalu diberi jalan kendati saya tidak pernah belajar seni ukir sebelumnya,” kata ayah dua anak bernama Tedy Heriyadi, 18, dan ChandraKuswendi, 11, ini.
sindo