nurcahyo
New member
Finalisasi Piagam ASEAN Akan ?Alot? Karena Perbedaan Politik
Kapanlagi.com - Negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan mengalami kesulitan dalam menegosiasikan berbagai masalah yang bersifat politis dalam finalisasi Piagam ASEAN (ASEAN Charter) karena adanya perbedaan mendasar di antara mereka, kata seorang pakar masalah internasional LIPI.
"Seperti halnya UN Charter, ASEAN Charter pun merupakan semacam konstitusi bagi ASEAN. Tentu ada prinsip-prinsip dasar yang ingin disepakati. Saya perkirakan, untuk kerjasama di bidang-bidang non politik, negosiasinya tidak akan terlalu alot. Namun ada perbedaan nilai yang mendasar (di antara negara anggotanya-red.), seperti tentang bagaimana sikap suatu bangsa tentang demokrasi," kata Dr.Dewi Fortuna Anwar dari Jakarta, Kamis.
Bagi Indonesia yang telah memilih sistim demokrasi, Indonesia tampaknya akan mengupayakan nilai-nilai demokrasi, Hak Azasi Manusia (HAM), dan hak sipil masuk dan menjadi nilai dasar ASEAN Charter namun tidak demikian halnya dengan Myanmar misalnya, kata Dewi.
Thailand sendiri sebagai negara tua ASEAN yang telah lama menganut sistim demokrasi saat ini diterpa masalah karena perdana menteri yang sekarang ini berkuasa merupakan hasil dari Kudeta militer, katanya.
"Jadi, sepertinya di bidang politik akan alot, dan kita harus mengakui bahwa dalam dua belas bulan terakhir, ada set back(kemunduran) di lingkungan ASEAN. Tidak ada kemajuan di Myanmar, dan salah satu negara ASEAN yang tertua, Thailand, terjadi kudeta," katanya.
Dalam kondisi demikian, pembicaraan tentang ASEAN Charter yang rancangannya akan disampaikan pada pertemuan para pemimpin ASEAN (KTT ASEAN) ke-12 di Cebu, Filipina, 10-13 Desember 2006, itu akan sulit karena legitimasi dan kredibilitas pemerintah Thailand "tidak terlalu tinggi", katanya.
"Sejauh mana mereka bisa bernegosiasi kalau tahun depan mereka tidak lagi ada di situ," kata Dewi Fortuna Anwar.
ASEAN yang dibentuk 39 tahun lalu dan dijalankan lewat konsensus kini beranggotakan 10 negara dengan kondisi politik dan ekonomi yang sangat beragam.
Ke-10 negara anggotanya itu adalah Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina, Myanmar, Kamboja, Malaysia, Singapura, Thailand, Viet Nam, dan Laos.
Kesepakatan untuk membentuk Piagam ASEAN dicapai dalam KTT ke-11 ASEAN di Kuala Lumpur Desember 2005.
Piagam yang disusun Kelompok Tokoh Ulung (Eminent Persons Group/EPG) ASEAN tersebut disebut-sebut bakal menjadi kerangka hukum dan institusional ASEAN dalam upayanya mencapai semua tujuan serta cita-cita perhimpungan regional yang dibentuk di Bangkok pada 8 Agustus 1967 untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan kesejahteraan rakyat di kawasan itu.
Deklarasi tentang Piagam ASEAN, yang terdiri atas lima butir, itu menegaskan bahwa piagam ini berlandaskan prinsip, tujuan, serta cita-cita yang telah disepakati dalam berbagai perjanjian ASEAN, terutama Deklarasi ASEAN (1967), Pakta Perdamaian dan Kerjasama Asia Tenggara/TAC (1976), Pakta Zona Bebas Senjata Nuklir (1995), Visi ASEAN 2020 (1997), dan Deklarasi ASEAN Concord (2003).
Dalam deklarasi itu disebutkan bahwa piagam kelak akan memuat prinsip bahwa negara-negara anggota ASEAN dakan mempertahankan organisasi itu sebagai driving force(kekuatan penggerak-red.).
"Mengurangi jurang pembangunan di antara sesama negara anggota, terus mengupayakan penciptaan komunitas yang mengarah ke identitas regional, mempromosikan demokrasi dan HAM, penciptaan pemerintahan yang transparan dan bersih, serta memperkuat institusi demokrasi," tulis deklarasi tersebut.
Belum diketahui berapa lama waktu yang ditargetkan dalam proses pembentukan piagam sebelum Piagam ASEAN dapat disahkan, namun sejumlah kalangan diplomat memperkirakan rumusan isi Piagam ASEAN tersebut sudah dapat diselesaikan antara tahun 2007 dan 2010.
Kapanlagi.com - Negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan mengalami kesulitan dalam menegosiasikan berbagai masalah yang bersifat politis dalam finalisasi Piagam ASEAN (ASEAN Charter) karena adanya perbedaan mendasar di antara mereka, kata seorang pakar masalah internasional LIPI.
"Seperti halnya UN Charter, ASEAN Charter pun merupakan semacam konstitusi bagi ASEAN. Tentu ada prinsip-prinsip dasar yang ingin disepakati. Saya perkirakan, untuk kerjasama di bidang-bidang non politik, negosiasinya tidak akan terlalu alot. Namun ada perbedaan nilai yang mendasar (di antara negara anggotanya-red.), seperti tentang bagaimana sikap suatu bangsa tentang demokrasi," kata Dr.Dewi Fortuna Anwar dari Jakarta, Kamis.
Bagi Indonesia yang telah memilih sistim demokrasi, Indonesia tampaknya akan mengupayakan nilai-nilai demokrasi, Hak Azasi Manusia (HAM), dan hak sipil masuk dan menjadi nilai dasar ASEAN Charter namun tidak demikian halnya dengan Myanmar misalnya, kata Dewi.
Thailand sendiri sebagai negara tua ASEAN yang telah lama menganut sistim demokrasi saat ini diterpa masalah karena perdana menteri yang sekarang ini berkuasa merupakan hasil dari Kudeta militer, katanya.
"Jadi, sepertinya di bidang politik akan alot, dan kita harus mengakui bahwa dalam dua belas bulan terakhir, ada set back(kemunduran) di lingkungan ASEAN. Tidak ada kemajuan di Myanmar, dan salah satu negara ASEAN yang tertua, Thailand, terjadi kudeta," katanya.
Dalam kondisi demikian, pembicaraan tentang ASEAN Charter yang rancangannya akan disampaikan pada pertemuan para pemimpin ASEAN (KTT ASEAN) ke-12 di Cebu, Filipina, 10-13 Desember 2006, itu akan sulit karena legitimasi dan kredibilitas pemerintah Thailand "tidak terlalu tinggi", katanya.
"Sejauh mana mereka bisa bernegosiasi kalau tahun depan mereka tidak lagi ada di situ," kata Dewi Fortuna Anwar.
ASEAN yang dibentuk 39 tahun lalu dan dijalankan lewat konsensus kini beranggotakan 10 negara dengan kondisi politik dan ekonomi yang sangat beragam.
Ke-10 negara anggotanya itu adalah Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina, Myanmar, Kamboja, Malaysia, Singapura, Thailand, Viet Nam, dan Laos.
Kesepakatan untuk membentuk Piagam ASEAN dicapai dalam KTT ke-11 ASEAN di Kuala Lumpur Desember 2005.
Piagam yang disusun Kelompok Tokoh Ulung (Eminent Persons Group/EPG) ASEAN tersebut disebut-sebut bakal menjadi kerangka hukum dan institusional ASEAN dalam upayanya mencapai semua tujuan serta cita-cita perhimpungan regional yang dibentuk di Bangkok pada 8 Agustus 1967 untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan kesejahteraan rakyat di kawasan itu.
Deklarasi tentang Piagam ASEAN, yang terdiri atas lima butir, itu menegaskan bahwa piagam ini berlandaskan prinsip, tujuan, serta cita-cita yang telah disepakati dalam berbagai perjanjian ASEAN, terutama Deklarasi ASEAN (1967), Pakta Perdamaian dan Kerjasama Asia Tenggara/TAC (1976), Pakta Zona Bebas Senjata Nuklir (1995), Visi ASEAN 2020 (1997), dan Deklarasi ASEAN Concord (2003).
Dalam deklarasi itu disebutkan bahwa piagam kelak akan memuat prinsip bahwa negara-negara anggota ASEAN dakan mempertahankan organisasi itu sebagai driving force(kekuatan penggerak-red.).
"Mengurangi jurang pembangunan di antara sesama negara anggota, terus mengupayakan penciptaan komunitas yang mengarah ke identitas regional, mempromosikan demokrasi dan HAM, penciptaan pemerintahan yang transparan dan bersih, serta memperkuat institusi demokrasi," tulis deklarasi tersebut.
Belum diketahui berapa lama waktu yang ditargetkan dalam proses pembentukan piagam sebelum Piagam ASEAN dapat disahkan, namun sejumlah kalangan diplomat memperkirakan rumusan isi Piagam ASEAN tersebut sudah dapat diselesaikan antara tahun 2007 dan 2010.