Gampang Ingat Di Usia Senja

nurcahyo

New member
GAMPANG INGAT DI USIA SENJA
(MASALAH LUPA, DEMENSIA DAN ALZHEIMER)*
Oleh: Dr. Martina Wiwie Nasrun, psikiater.**

FENOMENA LUPA
Lupa adalah hal yang kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sejauh mana lupa masih dianggap wajar dan lupa sudah mengarah pada gangguan (penyakit) tidak selalu tegas batasnya. Apalagi jika usia bertambah lanjut masalah lupa semakin mudah terjadi. Mengapa orang bisa lupa ? Mengapa daya ingat orang berbeda-beda? Menurut para ahli lupa terjadi karena informasi yang diterima tidak diolah dan disimpan dalam otak. Bisa juga terjadi karena ada kesulitan dalam memanggil kembali informasi yang sudah tersimpan.
Memang tidak semua informasi perlu disimpan, hanya hal-hal penting yang menarik perhatianlah yang tersimpan baik dalam otak. Memori jangka pendek umumnya tidak bertahan lama dan mudah terhapus ditimpa memori yang baru terjadi. Melalui proses kimiawi yang rumit, ada ingatan jangka pendek yang diolah menjadi ingatan menetap (jangka panjang).
Daya ingat seseorang dipengaruhi oleh tingkat perhatian, minat, daya konsentrasi, emosi, dan kelelahan. Semakin kuat minat dan atensi maka semakin melekat informasi yang diterima. Emosi yang menyenangkan, atau menyedihkan mempunyai kontribusi dalam daya ingat seseorang terhadap suatu peristiwa. Orang yang selalu mengandalkan orang lain biasanya tidak merasa perlu mengingat karena bisa bertanya jika perlu.


LUPA NORMAL SESUAI USIA
(AGE ASSOCIATED MEMORY IMPAIRMENT)

Memasuki usia tujuh puluhan biasanya orang maklum jika daya ingatnya mulai turun. Apakah gejala ini masih termasuk normal atau merupakan gangguan yang disebabkan penyakit? Istilah forgetfulness (pelupa) ditujukan bagi orang yang mudah melupakan nama benda, nama orang dan mempunyai kesulitan dalam mengingat kembali (recall) atau mengambil kembali informasi yang sudah tersimpan (retrieval).
Biasanya ia masih mampu mengenali sesuatu jika diberikan tanda tertentu (cue) dan lebih mudah mendeskripsikan bentuk dan fungsi suatu benda dari pada menyebutkan namanya.
Mengapa terjadi kemunduran dalam daya ingat? Apakah semua orang pada akhirnya akan menjadi linglung dan pikun? Bagaimana caranya agar gampang mengingat pada usia senja? Mudah lupa seperti apa yang mengarah pada demensia? Penyakit apa saja yang dapat menyebabkannya? Adakah cara mencegah dan mengobatinya? Bagaimana jika saya didiagnosis sebagai demensia dan tidak mampu hidup mandiri lagi?
Sebelum membahas pertanyaan tersebut diatas ada baiknya kita pahami perubahan kognitif (termasuk memori) apa saja yang terjadi seiring dengan penambahan usia. Menurut penelitian, kemampuan kognitif umum seorang usia lanjut normal tidak menurun sampai usia 90 tahun (Waite et al, 1996). Sedangkan forgetfulness terjadi mulai usia pertengahan. Cummings dan Benson (1992) memperkirakan 39 % orang berusia 50 - 59 tahun mengalami forgetfulness. Pada usia lebih dari 80 tahun forgetfulness frekuensinya meningkat menjadi 85 %. Hal ini terjadi berhubungan dengan proses menua sel-sel otak yang bekerja untuk fungsi mengingat (memori). Memori yang menurun adalah kemampuan menyebut nama benda (naming) dan kecepatan mencari kembali informasi yang tersimpan maupun mempelajari hal-hal baru. Kemampuan kognitif lainnya seperti daya pikir, abstraksi, kemampuan berbahasa, kemampuan visuopasial tidak menurun dengan penambahan usia.
Lupa normal yang masih sesuai dengan penambahan usia adalah jika terjadinya hanya sesekali, hanya sebagian peristiwa saja yang terlupa (tidak seluruhnya), ada perlambatan dalam mengingat namun masih sanggup mengingat jika diberikan catatan bantuan. Dari segi fungsional biasanya individu masih mandiri dan aktif.
Beberapa hal yang dapat dilakukan agar gampang ingat di usia senja:
  1. Mengecek apa-apa saja yang perlu diingat
  2. Gunakan ceklis, catatan khusus (memory prompt)
  3. Rencanakan urut-urutan apa yang akan dikerjakan
  4. Letakkan segala sesuatu di tempatnya semula
  5. Sadarilah jika perhatian anda mulai teralih!
  6. Usahakan agar anda tetap sehat (mental dan fisik)
  7. Jadilah orang yang selalu siap menolong orang lain

GANGGUAN KOGNITIF RINGAN (PRA- DEMENSIA)
Gangguan kognitif ringan oleh para ahli disebut Mild Cognitive Impairment (MCI). Kondisi ini merupakan fase peralihan antara menua normal dengan demensia. Individu mempunyai keluhan penurunan fungsi memori yang mulai mengganggu kehidupannya namun masih sanggup melakukan aktivitas harian yang biasa. Secara umum fungsi kognitifnya baik (daya nalar, judgment, berbahasa dll) sehingga belum dapat dikatakan demensia (pikun).
Pada pemeriksaan didapatkan penurunan fungsi memori dari yang semestinya untuk usianya. Jadi kondisi MCI ini bukan fenomena yang normal, tetapi sebagian dapat berkembang menjadi demensia dan sebagian lagi menetap. Ada baiknya pada penderita MCI dilakukan evaluasi fungsi kognitif secara berkala agar dapat dipantau perkembangannya sehingga dapat cepat diketahui bila ada tanda-tanda kearah demensia.


DEMENSIA
Demensia adalah istilah untuk menjelaskan gejala-gejala dari sekelompok penyakit yang menyebabkan fungsi kognitif seseorang merosot terus semakin lama semakin buruk (progresif). Fungsi kognitif yang dimaksud adalah kehilangan daya mengingat, daya nilai (judgment) intelektual, ketrampilan sosial (berbahasa, merawat diri, kecakapan khusus dsb) dan reaksi emosi yang normal. Orang dengan demensia dapat tampak sehat-sehat saja akan tetapi fungsi otaknya tidak lagi bekerja dengan baik.
Penyandang demensia umumnya masih berinteraksi sosial namun mengalami banyak kesulitan dalam menjalankan fungsi kehidupannya sehari-hari (activity of daily living). Penyandang demensia juga dapat mengalami perubahan perilaku seperti mudah curiga, apatis, hiperaktif, mengacak-acak isi lemari, marah-marah, bicara melantur atau ngotot dengan pendapatnya yang tidak realistik. Apa yang akan anda lakukan jika ibu anda (penyandang demensia) memaksa anda untuk menjemput nenek anda yang dikatakannya sedang belanja dipasar (sebenarnya telah meninggal) untuk dibawa kerumahnya ? Gejala seperti ini sering membuat stres anggota keluarga jika mereka tidak paham bahwa itu adalah problem perilaku yang timbul akibat demensia.
Bagaimana cara mengenali demensia? Pada stadium dini kadang tidak begitu jelas gejalanya, hampir mirip dengan lupa sesuai usia (AAMI) atau gangguan kognitif ringan (MCI). Lupa yang mengarah pada demensia adalah lupa yang terjadi terus menerus atau sering, dan yang dilupakan adalah seluruh peristiwanya (the whole event). Lupa seperti ini tidak dapat dibantu dengan catatan, isarat (cue), dan secara bertahap ia tidak mampu lagi mengikuti instruksi lisan / tertulis, mengikuti cerita, dan merawat diri sendiri.
Demensia berkembang perlahan tapi pasti, semakin lama semakin berat gejalanya dan bukan hanya aspek memori yang terganggu. Daya nilai realitas, intelektual dan kemampuan berbahasa juga mengalami gangguan secara bertahap. Akibatnya aktivitas dan perilaku individu juga mengalami gangguan yang berarti.
Apa tanda-tanda dini demensia? Seseorang patut dicurigai demensia jika ia mempunyai kesulitan dalam mengingat peristiwa yang belum lama terjadi (recent event), sering kebingungan di tempat yang telah dikenal baik sebelumnya (disorientasi), menjadi apatis dan menarik diri dari aktivitas yang biasa dilakukannya, kepribadiannya mendadak berubah, dan kehilangan kemampuan dalam melakukan pekerjaan rutin hariannya.
Aktivitas harian yang perlu dipantau adalah kemampuan pasien mengelola keuangan, bepergian sendiri, menyiapkan makanan (memasak), menggunakan telepon, menyimpan surat berharga, membersihkan rumah, berbelanja, mengemudi kendaraan, melakukan hobinya, mengingat waktu minum obat atau menepati janji.
Dalam berkomunikasi orang dengan demensia dini (khususnya tipe Alzheimer) akan kehilangan orientasi waktu, cepat lupa informasi yang baru diperoleh, hilang kemampuan memahami pembicaraan yang cepat atau yang kompleks / abstrak, lupa ide yang sedang dibicarakan, tampak ragu-ragu dan tersendat bicaranya, kadang salah menggunakan kata yang dimaksud, mudah marah dan suka mencari-cari alasan. Bilamana aktivitas, perilaku dan kognitif (memori dll) seseorang terganggu, maka dapat disimpulkan ia mengalami demensia.
Demensia yang paling terkenal dan sering dijumpai adalah demensia tipe Alzheimer (50-70 %). Penyebabnya adalah penyakit Alzheimer, suatu penyakit degeneratif yang mengakibatkan kerusakan sel-sel otak (terjadi bercak-bercak dan kekusutan serabut saraf). Lama kelamaan otak jadi mengkerut dan mengecil (atrofi).
Jenis demensia yang kedua setelah Alzheimer adalah demensia vaskular yang disebabkan oleh gangguan di pembuluh darah otak (stroke). Demensia lainnya yang lebih jarang adalah: penyakit Pick, Lewy body, Korsakof alkohol, gangguan metabolik (kurang vitamin B12, Folat, gangguan kelenjar Gondok dll).


ADAKAH PENGOBATAN UNTUK DEMENSIA?
Seorang penderita demensia perlu mendapat pertolongan medis agar mendapat perawatan yang semestinya. Jangan sampai dibiarkan saja karena dianggap wajar sebagai bagian dari proses menua. Demensia adalah kondisi penurunan mental yang didasari oleh penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi otak.
Pengobatan demensia tergantung kepada penyebabnya, beberapa kondisi dapat pulih namun kebanyakan tidak dapat pulih kembali seperti sedia kala. Meskipun demikian, proses kemunduran mental ini dapat ditunda dan dipertahankan pada kondisi optimal ketika demensia didiagnosa dan diterapi. Saat ini telah tersedia obat-obatan maupun sarana penunjang perawatan pasien demensia seperti klinik memori, pusat aktivitas siang hari (day care), kelompok support dari caregiver (kelompok pendukung pramuwerda demensia), rumah perawatan lansia, layanan informasi dari LSM, Asosiasi Alzheimer dll.
Dalam merawat pasien dengan demensia sangat penting peran dari caregiver. Apakah ia anggota keluarga atau tenaga yang diupah, ia harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang demensia dan mau belajar terus untuk mendapatkan cara-cara efektif dalam mengasuh pasien. Caregiver perlu berdiskusi dan berkonsultasi dengan dokter yang merawat pasien sehingga dapat dibuat suatu program pengobatan yang tepat.
Pemberian obat anti demensia pada fase demensia dini akan lebih jelas manfaatnya dibandingkan demensia fase berat. Karenanya semakin cepat didiagnosa adalah semakin baik hasil terapinya. Kadang-kadang orang takut mengetahui kondisi yang sebenarnya, lalu menunda mencari pertolongan dokter. Pemeriksaan kondisi mental dan evaluasi kognitif yang rutin (6 bulan sekali) sangat dianjurkan bagi orang yang berusia sekitar 60 tahun supaya dapat segera diketahui jika ada kemunduran kognitif yang mengarah pada demensia, dan dapat segera dilakukan intervensi guna mencegah kondisi yang lebih parah.

* Seminar Asosiasi Psikogeriatri Indonesia (API) untuk PEPABRI, 12 Agustus 2002, Jakarta.
**Dr. Martina Wiwie Nasrun adalah staf pengajar Bagian Psikiatri FKUI, sub bag Psikogeriatri.

sumber : Novartis Indonesia
 
Back
Top