spirit
Mod
Salah satu seni tradisional khas yang lahir dan berkembang di Kota Banjar adalah Reog Dongkol. Kesenian tradisional yang satu ini menampilkan tarian dan musik tradisional. Yang membuatnya unik dan berbeda adalah kehadiran alat musik berupa lodong dan kohkol, makanya disingkat menjadi dongkol.
Lodong merupakan batang bambu berukuran agak besar yang biasanya digunakan wadah air. Umumnya yang menggunakan lodong ini adalah penyadap nira aren atau nira kelapa. Sementara kohkol bentuknya mirip dengan kentongan.
Kreasi seni ini lahir puluhan tahun silam di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar, Jawa Barat. Di desa yang terletak di kawasan perkebunan dengan kontur berbukit ini, mudah ditemui warga yang piawai memainkan lodong dan kohkol sebagai alat musik.
Di beberapa sudut kampung, kerap terlihat para pelaku seni ini memanfaatkan waktu untuk melatih kemampuan sembari berupaya melakukan proses regenerasi. Pada momentum hari-hari besar maupun ulang tahun pemerintah, aksi para seniman Reog Dongkol kerap hadir menambah semarak kegiatan yang digelar.
"Walaupun jumlahnya sedikit tapi masih ada anak muda yang tertarik memainkan Reog Dongkol. Baguslah, agar kesenian ini tak punah," kata Ade Rukman, pelaku seni sekaligus personil grup Reog Dongkol Mekar Idaman, Rabu (29/1/2020).
Menurut pria akrab disapa Ade Kancil ini, sejarah lahirnya kesenian Reog Dongkol bisa dibilang tidak sengaja. Sekitar era tahun 70-an, di Desa Karyamukti banyak sekali warga yang berprofesi sebagai penyadap air nira dari pohon aren alias pohon kawung. Salah seorang di antaranya adalah Kasdi.
Suatu waktu, ketika memanjat pohon aren, lodong bambu yang dihendak digantungkan di dahan, terjatuh terjun bebas ke tanah. Saat lodong membentur tanah itulah, terdengar suara. Nada unik yang muncul dari hantaman lodong itu di tanah rupanya langsung menginspirasi Kasdi untuk meracik alat musik berbahan baku bambu.
Kecintaan Kasdi terhadap harmoni yang didengar dan dirasakan menjadi pelecut semangatnya untuk merealisasikan pembuatan alat musik itu. Dalam rentang tak terlalu lama, serta didahului dengan beberapa eksperimen, sebuah alat musik yang bentuknya tak beda jauh dengan lodong yang biasa menemani dia saat mencari rezeki akhirnya tercipta.
Kesenian reog yang telah lebih dulu berkembang kemudian ia kolaborasian dengan alat musik lodong ciptaannya. Dengan tambahan alat musik kendang, gong, terompet serta empat lodong dan satu buah kohkol, Reog Dongkol bisa dimainkan.
"Ukuran bambu baik diameter maupun tinggi lodong menjadi pengatur nada. Agar suara lebih ngelentrung (nyaring), bagian yang dibenturkan ke tanah dibalut oleh karet ban bekas," kata Ade Kancil. Balutan karet ban bekas juga untuk mencegah lodong pecah akibat dibentur-benturkan.
Namun Ade mengakui ada satu kelemahan dari seni tradisional ini, yakni tidak bisa dimainkan di atas panggung beralas payu. Lodong tak akan menghasilkan suara sesuai. Pertunjukan Reog Dongkol harus dilakukan di panggung permanen berlantai keramik atau di jalanan. "Ya seni ini kan awalnya tradisional bukan alat musik untuk pertunjukan di atas panggung modern, tapi sebuah kreasi seni di kampung," kata Ade