Sejarah Empal Gepuk, Cadangan Makanan Sejak Zaman Dulu
Empal gepuk atau seringkali disebut gepuk adalah salah satu kuliner khas Sunda atau Jawa Barat yang terkenal. Tak jarang sajian ini dijadikan oleh-oleh Bandung. Empal gepuk merupakan daging sapi yang direbus atau diungkep bersama bumbu dan rempah hingga empuk. Lalu kemudian dipukul-pukul atau dimemarkan hingga agak pipih, dan digoreng sebelum disajikan. Menurut sejarawan kuliner Fadly Rahman, sejarah keberadaan empal gepuk di Nusantara bisa dirunut jauh hingga abad ke-15 Masehi. “Catatan (empal gepuk) ini ada dalam naskah kuno 'Sanghyang Siksa Kandang Karesian dan Sanghyang Swawarcinta',” kata Fadly ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (19/5/2021).
Dua naskah ini merupakan dua naskah yang paling banyak menyebut tradisi kuliner Sunda.
Termasuk juga di dalamnya adalah teknik mengempal atau menggepuk atau mememarkan daging seperti yang kita kenal sekarang. Teknik mengempal daging tersebut berasal di wilayah Priangan. Wilayah tersebut kini terdiri dari kawasan Bandung, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, dan Sumedang. Dahulu, empal gepuk tidak menggunakan daging sapi melainkan daging kerbau.
Pada masa itu, masih banyak masyarakat Nusantara yang beragama Hindu. Umat Hindu menggangap sapi sebagai hewan sakral sehingga tidak dikonsumsi. Maka dari itu protein yang digunakan untuk empal gepuk berasal dari daging kerbau. Setelah Islam menyebar, barulah penggunaan daging sapi pada masakan khas Nusantara mulai banyak dilakukan, termasuk dalam empal gepuk.
Empal makanan yang awet “Itu (empal) biasa dipakai bukan untuk makanan harian. Tapi bisa untuk beberapa hari kemudian, atau beberapa pekan kemudian," kata Fadly. Sejak dahulu, empal gepuk dipakai untuk persediaan makanan rumah tangga yang bisa dimakan secara berkala. Daging empal gepuk saat itu juga lazim ditemukan dalam kegiatan-kegiatan spesial seperti kenduri atau selamatan. Empal gepuk juga jadi salah satu unsur yang lazim disajikan dalam tumpeng.
Teknik empal ini bisa juga disebut sebagai modifikasi teknik dendeng yang sama-sama berfungsi untuk mengawetkan makanan. “Teknik mengawetkan dan meresapkan bumbu-bumbu khas ke dalam daging itu sebenarnya jauh sebelum abad ke-15 itu sebetulnya sudah ada juga," jelas Fadly. Sama halnya seperti dendeng yang sudah ada sebelum abad ke-15. Dendeng ini biasa dipakai sebagai perbekalan perjalanan bagi para pelaut, pedagang, hingga pendakwah. Empal juga bertujuan sama, walaupun jelas karakteristik makanan yang dihasilkan tidak akan seawet dendeng.