Bls: Greta Berlin Perintis bantuan ke Gaza
Lebih memprihatinkan lagi, iring-iringan konvoi misi kemanusiaan tersebut justru ditembaki militer Israel secara membabi buta dan korban berjatuhan dan Kapal Mavi Marmara. Setidaknya 19 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka akibat aksi biadab Israel. “Israel selalu beralasan kapal-kapal tersebut disusupi teroris. Ya, memang ada teroris di sana, tapi teroris itu adalah militer Israel yang masuk dan menyerang kapal,” tuding Berlin.
Perkenalan Berlin dengan Palestina berawal dari cinta. Dia dekat dengan pemuda Palestina bernama Ribhi yang kemudian menjadi suaminya. Ribhi adalah pengungsi yang tinggal di Amerika Serikat. Lewat suaminya, lulusan Bowling Green State University ini mengenal lebih dekat Palestina. Tapi keinginannya membantu warga Palestina berawal dari melihat gambar mengerikan di televisi. “Saya ingat dengan pasti itu adalah tanggal 5 Juni 1967. Saya tidur dengan dua bayi saya
dan ketika terbangun saya mendengar berita Israel menghancurkan rumah warga Palestina.
Saat itulah saya berjanji untuk membuat Amerika sadar atas apa yang terjadi,” papar Berlin. Ibu dari Kristen Raifa dan Michael Ribhi ini pun memutuskan untuk berhenti mengajar selama dua tahun dan bekerja secara penuh untuk mengirim bantuan obat-obatan ke Palestina. Dia dan suaminya kemudian mendirikan yayasan amal, Pal Aid International.
Berlin mendatangi berbagai perusahaan obat-obatan untuk mencari obat yang tidak terpakai seperti aspirin. Dia juga mengumpulkan sendiri selimut dan pakaian.
“Saya percaya dengan apa yang saya lakukan. Karena itu saya tidak ragu meminta penerbangan gratis untuk mengirim apa yang saya kumpulkan guna dikirim ke Lebanon sendiri bersama dengan suaminya.
Dengan berbekal gelar master komunikasi massa dan seni, Berlin tahu bagaimana memanfaatkan media untuk memublikasikan aktivitasnya bersama relawan lain. Dia membuat pamflet dan mengundang wartawan agar Amerika Serikat tahu apa yang mereka lakukan, Namun semuanya tidak berjalan mudah, semua publikasi itu digagalkan banyak pihak. FBI bahkan menginterogasi pasangan suami-istri ini. Tidak hanya itu, dua anak mereka pun diancam akan dibunuh oleh Jewish Defense League.
Seusai misi itu Berlin memilih karier sebagai pelatih presentasi media untuk pekerja teknik dan kesehatan. Pilihan ini sangat jitu karena dia bisa mendapatkan uang banyak sekaligus berkampanye soal Palestina. Dia sering diundang menjadi pembicara seminar diberbagai belahan dunia dan kesempatan itu selalu dia gunakan untuk membuka mata banyak orang atas kebiadaban Israel.
Saat mendengar gerakan anti kekerasan yang didirikan Dr Ghassan Andoni,NetaGolan, Adam Shapiro,dan Huwaida Arraf, dia mulai berangkat ke Palestina kembali.
Pada Juli 2003 Berlin bersama 27 relawan lain pergi ke wilayah berdarah tersebut. Dia berdemo di depan pagar pembatas Anin antara warga Palestina dan Israel. Aksi ini segera dihalau militer Israel dengan menyemprotkan gas air mata dan menembakkan peluru. Berlin tertembak dalam demonstrasi itu, tapi dia justru tidak menyadarinya karena terlalu semangat berdemo.
Bersama rekan-rekannya dia bahkan menembus jam malam dari Palestina untuk mengirim bantuan obat-obatan kepada warga Palestina yang terluka. Kepeduliannya yang sangat besar terhadap warga Palestina, terutama anak-anak di sana, membuat Berlin dipanggil Um Ribhi atau Ibu Ribhi oleh anak-anak Palestina. “Palestina adalah wilayah kematian dan dunia tidak memedulikannya. Saya meninggalkan Palestina dengan hati tercabik-cabik,” ungkapnya.
Setelah kembali ke AS, Berlin membuat CD grafis perilaku tentang Israel dan disebarkan ke berbagai tempat di Negeri Paman Sam. Perjuangan Berlin tidak berhenti sampai di situ karena dia dengan senang hati memberikan presentasi akan kejahatan Israel untuk orang AS yang menginformasikan kejahatan Israel.
Bersama puluhan aktivis dan organisasi kemanusiaan, Berlin kemudian mendirikan Free Gaza Movement yang bentujuan menyebarkan informasi tentang dampak buruk blokade Israel serta memberi bantuan ke wilayah Gaza. Beberapa nama terkenal lain yang mendukung Free Gaza Movement adalah Desmond Tutu dan Noam Chomsky. Sejak Agustus 2008 organisasi ini sudah beberapa kali mengirim bantuan kapal lewat laut. Dalam kurun waktu delapan bulan saja Free Gaza Movement sudah melakukan sembilan kali kunjungan ke Gaza. Selain membawa obat-obatan atau material bangunan, mereka juga membawa berton-ton kertas karena Israel tidak pernah mengizinkan Palestina mencetak buku mereka sendiri.
Sumber : Sindo