JAKARTA--MIOL: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) memasok data perkembangan terbaru di Sidoarjo dalam gugatan legal standing terhadap pemerintah dan Lapindo Brantas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (15/2).
"Sejak November 2006 hingga kini, banyak perkembangan baru yang belum kita masukkan dalam materi gugatan sebelumnya. Kita menambahkan fakta bahwa lumpur semakin meluas serta kebijakan pemerintah dan PT Lapindo yang merugikan masyarakat Sidoarjo," kata Direktur Bantuan Hukum dan Advokasi YLBHI Taufik Basari, seusai sidang kepada wartawan.
Menurutnya, kebijakan pemerintah dan Lapindo selama ini, belum menjamin pemberian ganti rugi terhadap masyarakat setempat.
"Hak ekonomi sosial budaya(ekosob) warga di sekitar semburan lumpur telah terlanggar," katanya.
YLBHI sebagai lembaga yang concern membela penegakan hak ekosob sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM), menurut dia, berkompeten mengajukan gugatan legal standing itu.
"Bentuk tuntutan dari gugatan jenis ini, bukan ganti rugi kepada penggugat. Namun, tuntutan agar pemerintah dan Lapindo menjalankan kebijakan agar menjamin pemberian ganti rugi kepada warga. Juga, menjamin pekerjaan dan mata pencarian warga yang sudah habis akibat lumpur," jelasnya.
Dalam sidang ketiga tersebut, selain diisi dengan agenda penambahan materi gugatan oleh YLBHI, masih berupa pemeriksaan awal tentang surat kuasa masing-masing pihak oleh majelis hakim yang diketuai Mufrie.
Berhadapan dengan YLBHI, di meja tergugat duduk kuasa hukum tergugat yang mewakili Presiden RI, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Meneg Lingkungan Hidup, Kepala BP Migas, Gubernur Jawa Timur, Bupati Sidoarjo dan PT Lapindo Brantas.
Sidang diundur Kamis (22/2) mendatang untuk mendengar tanggapan kuasa hukum pemerintah dan Lapindo, tentang kompetensi YLBHI mengajukan gugatan legal standing dalam kasus tersebut.
Sementara, gugatan menyangkut pokok perkara baru akan dilangsungkan setelah adanya putusan sela majelis hakim, apakah sidang bisa diteruskan atau tidak.
"Sejak November 2006 hingga kini, banyak perkembangan baru yang belum kita masukkan dalam materi gugatan sebelumnya. Kita menambahkan fakta bahwa lumpur semakin meluas serta kebijakan pemerintah dan PT Lapindo yang merugikan masyarakat Sidoarjo," kata Direktur Bantuan Hukum dan Advokasi YLBHI Taufik Basari, seusai sidang kepada wartawan.
Menurutnya, kebijakan pemerintah dan Lapindo selama ini, belum menjamin pemberian ganti rugi terhadap masyarakat setempat.
"Hak ekonomi sosial budaya(ekosob) warga di sekitar semburan lumpur telah terlanggar," katanya.
YLBHI sebagai lembaga yang concern membela penegakan hak ekosob sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM), menurut dia, berkompeten mengajukan gugatan legal standing itu.
"Bentuk tuntutan dari gugatan jenis ini, bukan ganti rugi kepada penggugat. Namun, tuntutan agar pemerintah dan Lapindo menjalankan kebijakan agar menjamin pemberian ganti rugi kepada warga. Juga, menjamin pekerjaan dan mata pencarian warga yang sudah habis akibat lumpur," jelasnya.
Dalam sidang ketiga tersebut, selain diisi dengan agenda penambahan materi gugatan oleh YLBHI, masih berupa pemeriksaan awal tentang surat kuasa masing-masing pihak oleh majelis hakim yang diketuai Mufrie.
Berhadapan dengan YLBHI, di meja tergugat duduk kuasa hukum tergugat yang mewakili Presiden RI, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Meneg Lingkungan Hidup, Kepala BP Migas, Gubernur Jawa Timur, Bupati Sidoarjo dan PT Lapindo Brantas.
Sidang diundur Kamis (22/2) mendatang untuk mendengar tanggapan kuasa hukum pemerintah dan Lapindo, tentang kompetensi YLBHI mengajukan gugatan legal standing dalam kasus tersebut.
Sementara, gugatan menyangkut pokok perkara baru akan dilangsungkan setelah adanya putusan sela majelis hakim, apakah sidang bisa diteruskan atau tidak.