mozilla_solo1
New member
Haji ke Baitullah
Penulis: Al-Ustadz Ruwaifi? bin Sulaimi, Lc.
Mencari gelar haji/hajjah, menaikkan status sosial, atau unjuk kekayaan, adalah niatan-niatan yang semestinya dikubur dalam-dalam saat hendak menunaikan ibadah haji. Karena setiap amalan, sekecil apapun, hanya pantas ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta?ala. Terlebih, ibadah haji merupakan amalan mulia yang memiliki kedudukan tinggi di dalam Islam.
Haji ke Baitullah merupakan ibadah yang sangat mulia dalam Islam. Kemuliaannya nan tinggi memposisikannya sebagai salah satu dari lima rukun Islam. Ini mengingatkan kita akan sabda baginda Rasul shallallahu ?alaihi wa sallam:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصِيَامِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ
?Agama Islam dibangun di atas lima perkara; bersyahadat bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan Nabi Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, shaum di bulan Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah.? (HR. Al-Bukhari no. 8 dan Muslim no.16, dari shahabat Abdullah bin ?Umar radhiyallahu ?anhuma)
Seorang muslim sejati pasti mendambakan dirinya bisa berhaji ke Baitullah. Lebih-lebih bila merenung dan memerhatikan hadits-hadits Nabi shallallahu ?alihi wa sallam yang merinci berbagai keutamaannya. Seperti sabda Nabi shallallahu ?alaihi wa sallam:
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمٍ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
?Barangsiapa berhaji karena Allah lalu tidak berbuat keji dan kefasikan (dalam hajinya tersebut), niscaya dia pulang dari ibadah tersebut seperti di hari ketika dilahirkan oleh ibunya (bersih dari dosa).? (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 1521 dan Muslim no. 1350, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ?anhu)
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةَ
?Antara satu umrah dengan umrah berikutnya merupakan penebus dosa-dosa yang ada di antara keduanya, dan haji mabrur itu tidak ada balasan baginya kecuali Al-Jannah.? (HR. Muslim no. 1349, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ?anhu)
Berangkat dari sinilah, tidak sedikit dari saudara-saudara kita kaum muslimin yang tergugah untuk berlomba menunaikan ibadah haji setiap tahunnya, meski harus berkorban harta, waktu, dan tenaga. Bahkan berpisah dengan keluarga atau meninggalkan kampung halaman pun tak menjadi penghalang, demi menunaikan ibadah yang mulia tersebut.
Semangat beribadah yang tinggi ini semestinya senantiasa dipertahankan dan kemudian ditingkatkan dengan mempelajari ilmunya serta menunaikannya sesuai dengan tuntunan baginda Rasul shallallahu ?alaihi wa sallam. Hal ini tiada lain sebagai realisasi dari apa yang pernah dipesankan oleh baginda Rasul shallallahu ?alaihi wa sallam:
خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
?Ambillah dariku tuntunan manasik haji kalian.? (HR. Muslim no. 1297)
Tahukah Anda, Apa Haji dan ?Umrah Itu?
Haji, dalam bahasa Arab bermakna: maksud atau tujuan. Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi, salah seorang pakar bahasa Arab berpendapat bahwasanya kata haji sering digunakan untuk suatu maksud yang mulia dan ditujukan kepada zat/sesuatu yang mulia pula. (Lihat Al-Mughni, karya Al-Imam Ibnu Qudamah, juz 5 hal. 5 dan Taudhihul Ahkam, karya Asy-Syaikh Abdullah Al-Bassam, juz 4 hal. 3)
Dalam terminologi syariat, haji bermakna: Beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta?ala dengan menjalankan manasik (haji) yang dituntunkan Rasulullah shallallahu ?alaihi wa sallam. (Asy-Syarhul Mumti?, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, juz 4 hal. 26)
Adapun umrah, dalam bahasa Arab bermakna: kunjungan (ziarah). Sedangkan dalam terminologi syariat adalah: Beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta?ala, dengan berthawaf di Ka?bah (setelah berihram dari miqatnya, -pen.), lalu bersa?i di antara Shafa dan Marwah, kemudian gundul atau mencukur rambut (bertahallul). (Lihat Asy-Syarhul Mumti?, juz 4 hal. 26)
Rangkaian ibadah haji haruslah dilakukan dalam bulan-bulan haji (Syawwal, Dzul Qa?dah dan sepuluh hari pertama dari bulan Dzul Hijjah). Adapun ibadah umrah tidak terkait dengan waktu tertentu, bisa dilakukan di bulan-bulan haji atau pun di luar itu.
Kapan Ibadah Haji Disyariatkan?
Syariat haji ?secara umum?, telah ada di masa Nabi Ibrahim ?alaihissalam. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta?ala yang ditujukan kepada Nabi Ibrahim ?alaihissalam:
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالاً وَعَلَىكُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ لِِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ
?Dan umumkanlah kepada manusia untuk berhaji, niscaya mereka akan mendatangimu dengan berjalan kaki atau mengendarai unta kurus dari segala penjuru yang jauh untuk menyaksikan segala yang bermanfaat bagi mereka.? (Al-Hajj: 27-28)
Kemudian syariat tersebut dikukuhkan kembali secara lebih sempurna di masa Nabi Muhammad shallallahu ?alaihi wa sallam, tepatnya pada tahun 9 Hijriyah. Sebagaimana yang dikatakan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah: ?Syariat haji ?menurut pendapat yang benar? terjadi pada tahun 9 Hijriyah? Dalilnya, bahwa ayat tentang wajibnya haji merupakan ayat-ayat pertama dari surat Ali ?Imran. Dan ayat-ayat pertama dari surat Ali ?Imran ini diturunkan pada tahun berdatangannya para utusan kepada Nabi shallallahu ?alaihi wa sallam (yakni tahun 9 Hijriyah, pen.).? (Asy-Syarhul Mumti?, juz 5 hal. 30)
Hukum Menunaikan Ibadah Haji dan Umrah
Menunaikan ibadah haji hukumnya wajib bagi yang mampu. Dalilnya adalah Al-Qur`an, As-Sunnah, dan Al-Ijma?. (Lihat Al-Mughni, juz 5 hal. 5 dan Taudhihul Ahkam, juz 4 hal. 3)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: ?Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta?ala telah mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah dan menjadikannya sebagai salah satu dari rukun Islam. Allah Subhanahu wa Ta?ala berfirman:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ البَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِيْنَ
?Dan hanya karena Allah lah haji ke Baitullah itu diwajibkan bagi manusia yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa yang kafir maka sesungguhnya Allah tidak butuh terhadap seluruh alam semesta.? (Ali ?Imran: 97)
Di dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abdullah bin ?Umar, diriwayatkan bahwasanya Nabi shallallahu ?alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصِيَامِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ
?Agama Islam dibangun di atas lima perkara: bersyahadat bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan Nabi Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, shaum di bulan Ramadhan dan berhaji ke Baitullah.?
Diriwayatkan oleh Al-Imam Sa?id bin Manshur dalam Sunan-nya dari shahabat Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ?anhu, beliau berkata: ?Sungguh aku bertekad mengirim pasukan ke penjuru dunia untuk memantau orang-orang yang mempunyai kelapangan harta namun tidak mau berhaji, dan menarik upeti dari mereka. Mereka bukan orang Islam, mereka bukan orang Islam.?
Diriwayatkan pula dari shahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ?anhu, beliau berkata: ?Barangsiapa yang mampu berhaji namun tidak mau menunaikannya, maka tidaklah ia meninggal dunia melainkan dalam keadaan Yahudi atau Nashrani.? (At-Tahqiq wal Idhah, hal. 7-8)
Al-Wazir dan yang lainnya berkata: ?Para ulama telah berijma? (sepakat) bahwasanya ibadah haji itu diwajibkan bagi setiap muslim dan muslimah yang baligh lagi mampu, dan dilakukan sekali seumur hidup.? (Taudhihul Ahkam, juz 4 hal. 3)
Adapun ibadah ?umrah, hukumnya juga wajib menurut salah satu pendapat para ulama. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: ?Ada sekian hadits Nabi yang menunjukkan wajibnya ibadah umrah. Di antaranya adalah sabda beliau shallallahu ?alaihi wa sallam ketika ditanya oleh malaikat Jibril tentang Islam:
اْلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَحُجَّ الْبَيْتَ وَتَعْتَمِرَ وَتَغْتَسِلَ مِنَ الْجَنَابَةِ وَتُتِمَّ الْوُضُوْءَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ
?Islam adalah engkau bersyahadat bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan Nabi Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, menunaikan ibadah umrah, mandi dari janabat, menyempurnakan wudhu dan shaum di bulan Ramadhan.? (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ad-Daraquthni, dari shahabat ?Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ?anhu. Ad-Daraquthni berkata: ?Isnadnya kokoh dan shahih.?) (At-Tahqiq wal Idhah, hal. 8-9)
sumber : almanhaj.or.id - Berjalan Di Atas Manhaj As-Salaf Ash-Shalih
Penulis: Al-Ustadz Ruwaifi? bin Sulaimi, Lc.
Mencari gelar haji/hajjah, menaikkan status sosial, atau unjuk kekayaan, adalah niatan-niatan yang semestinya dikubur dalam-dalam saat hendak menunaikan ibadah haji. Karena setiap amalan, sekecil apapun, hanya pantas ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta?ala. Terlebih, ibadah haji merupakan amalan mulia yang memiliki kedudukan tinggi di dalam Islam.
Haji ke Baitullah merupakan ibadah yang sangat mulia dalam Islam. Kemuliaannya nan tinggi memposisikannya sebagai salah satu dari lima rukun Islam. Ini mengingatkan kita akan sabda baginda Rasul shallallahu ?alaihi wa sallam:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصِيَامِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ
?Agama Islam dibangun di atas lima perkara; bersyahadat bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan Nabi Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, shaum di bulan Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah.? (HR. Al-Bukhari no. 8 dan Muslim no.16, dari shahabat Abdullah bin ?Umar radhiyallahu ?anhuma)
Seorang muslim sejati pasti mendambakan dirinya bisa berhaji ke Baitullah. Lebih-lebih bila merenung dan memerhatikan hadits-hadits Nabi shallallahu ?alihi wa sallam yang merinci berbagai keutamaannya. Seperti sabda Nabi shallallahu ?alaihi wa sallam:
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمٍ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
?Barangsiapa berhaji karena Allah lalu tidak berbuat keji dan kefasikan (dalam hajinya tersebut), niscaya dia pulang dari ibadah tersebut seperti di hari ketika dilahirkan oleh ibunya (bersih dari dosa).? (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 1521 dan Muslim no. 1350, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ?anhu)
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةَ
?Antara satu umrah dengan umrah berikutnya merupakan penebus dosa-dosa yang ada di antara keduanya, dan haji mabrur itu tidak ada balasan baginya kecuali Al-Jannah.? (HR. Muslim no. 1349, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ?anhu)
Berangkat dari sinilah, tidak sedikit dari saudara-saudara kita kaum muslimin yang tergugah untuk berlomba menunaikan ibadah haji setiap tahunnya, meski harus berkorban harta, waktu, dan tenaga. Bahkan berpisah dengan keluarga atau meninggalkan kampung halaman pun tak menjadi penghalang, demi menunaikan ibadah yang mulia tersebut.
Semangat beribadah yang tinggi ini semestinya senantiasa dipertahankan dan kemudian ditingkatkan dengan mempelajari ilmunya serta menunaikannya sesuai dengan tuntunan baginda Rasul shallallahu ?alaihi wa sallam. Hal ini tiada lain sebagai realisasi dari apa yang pernah dipesankan oleh baginda Rasul shallallahu ?alaihi wa sallam:
خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
?Ambillah dariku tuntunan manasik haji kalian.? (HR. Muslim no. 1297)
Tahukah Anda, Apa Haji dan ?Umrah Itu?
Haji, dalam bahasa Arab bermakna: maksud atau tujuan. Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi, salah seorang pakar bahasa Arab berpendapat bahwasanya kata haji sering digunakan untuk suatu maksud yang mulia dan ditujukan kepada zat/sesuatu yang mulia pula. (Lihat Al-Mughni, karya Al-Imam Ibnu Qudamah, juz 5 hal. 5 dan Taudhihul Ahkam, karya Asy-Syaikh Abdullah Al-Bassam, juz 4 hal. 3)
Dalam terminologi syariat, haji bermakna: Beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta?ala dengan menjalankan manasik (haji) yang dituntunkan Rasulullah shallallahu ?alaihi wa sallam. (Asy-Syarhul Mumti?, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, juz 4 hal. 26)
Adapun umrah, dalam bahasa Arab bermakna: kunjungan (ziarah). Sedangkan dalam terminologi syariat adalah: Beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta?ala, dengan berthawaf di Ka?bah (setelah berihram dari miqatnya, -pen.), lalu bersa?i di antara Shafa dan Marwah, kemudian gundul atau mencukur rambut (bertahallul). (Lihat Asy-Syarhul Mumti?, juz 4 hal. 26)
Rangkaian ibadah haji haruslah dilakukan dalam bulan-bulan haji (Syawwal, Dzul Qa?dah dan sepuluh hari pertama dari bulan Dzul Hijjah). Adapun ibadah umrah tidak terkait dengan waktu tertentu, bisa dilakukan di bulan-bulan haji atau pun di luar itu.
Kapan Ibadah Haji Disyariatkan?
Syariat haji ?secara umum?, telah ada di masa Nabi Ibrahim ?alaihissalam. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta?ala yang ditujukan kepada Nabi Ibrahim ?alaihissalam:
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالاً وَعَلَىكُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ لِِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ
?Dan umumkanlah kepada manusia untuk berhaji, niscaya mereka akan mendatangimu dengan berjalan kaki atau mengendarai unta kurus dari segala penjuru yang jauh untuk menyaksikan segala yang bermanfaat bagi mereka.? (Al-Hajj: 27-28)
Kemudian syariat tersebut dikukuhkan kembali secara lebih sempurna di masa Nabi Muhammad shallallahu ?alaihi wa sallam, tepatnya pada tahun 9 Hijriyah. Sebagaimana yang dikatakan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah: ?Syariat haji ?menurut pendapat yang benar? terjadi pada tahun 9 Hijriyah? Dalilnya, bahwa ayat tentang wajibnya haji merupakan ayat-ayat pertama dari surat Ali ?Imran. Dan ayat-ayat pertama dari surat Ali ?Imran ini diturunkan pada tahun berdatangannya para utusan kepada Nabi shallallahu ?alaihi wa sallam (yakni tahun 9 Hijriyah, pen.).? (Asy-Syarhul Mumti?, juz 5 hal. 30)
Hukum Menunaikan Ibadah Haji dan Umrah
Menunaikan ibadah haji hukumnya wajib bagi yang mampu. Dalilnya adalah Al-Qur`an, As-Sunnah, dan Al-Ijma?. (Lihat Al-Mughni, juz 5 hal. 5 dan Taudhihul Ahkam, juz 4 hal. 3)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: ?Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta?ala telah mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah dan menjadikannya sebagai salah satu dari rukun Islam. Allah Subhanahu wa Ta?ala berfirman:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ البَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِيْنَ
?Dan hanya karena Allah lah haji ke Baitullah itu diwajibkan bagi manusia yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa yang kafir maka sesungguhnya Allah tidak butuh terhadap seluruh alam semesta.? (Ali ?Imran: 97)
Di dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abdullah bin ?Umar, diriwayatkan bahwasanya Nabi shallallahu ?alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصِيَامِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ
?Agama Islam dibangun di atas lima perkara: bersyahadat bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan Nabi Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, shaum di bulan Ramadhan dan berhaji ke Baitullah.?
Diriwayatkan oleh Al-Imam Sa?id bin Manshur dalam Sunan-nya dari shahabat Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ?anhu, beliau berkata: ?Sungguh aku bertekad mengirim pasukan ke penjuru dunia untuk memantau orang-orang yang mempunyai kelapangan harta namun tidak mau berhaji, dan menarik upeti dari mereka. Mereka bukan orang Islam, mereka bukan orang Islam.?
Diriwayatkan pula dari shahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ?anhu, beliau berkata: ?Barangsiapa yang mampu berhaji namun tidak mau menunaikannya, maka tidaklah ia meninggal dunia melainkan dalam keadaan Yahudi atau Nashrani.? (At-Tahqiq wal Idhah, hal. 7-8)
Al-Wazir dan yang lainnya berkata: ?Para ulama telah berijma? (sepakat) bahwasanya ibadah haji itu diwajibkan bagi setiap muslim dan muslimah yang baligh lagi mampu, dan dilakukan sekali seumur hidup.? (Taudhihul Ahkam, juz 4 hal. 3)
Adapun ibadah ?umrah, hukumnya juga wajib menurut salah satu pendapat para ulama. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: ?Ada sekian hadits Nabi yang menunjukkan wajibnya ibadah umrah. Di antaranya adalah sabda beliau shallallahu ?alaihi wa sallam ketika ditanya oleh malaikat Jibril tentang Islam:
اْلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَحُجَّ الْبَيْتَ وَتَعْتَمِرَ وَتَغْتَسِلَ مِنَ الْجَنَابَةِ وَتُتِمَّ الْوُضُوْءَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ
?Islam adalah engkau bersyahadat bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan Nabi Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, menunaikan ibadah umrah, mandi dari janabat, menyempurnakan wudhu dan shaum di bulan Ramadhan.? (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ad-Daraquthni, dari shahabat ?Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ?anhu. Ad-Daraquthni berkata: ?Isnadnya kokoh dan shahih.?) (At-Tahqiq wal Idhah, hal. 8-9)
sumber : almanhaj.or.id - Berjalan Di Atas Manhaj As-Salaf Ash-Shalih
Last edited: