DD202KZ
New member
1. Mencicipi makanan tanpa ditelan
Dibolehkan bagi seseorang yang sedang berpuasa untuk mencicipi suatu masakan kalau hal itu diperlukan. Dengan syarat, makanan itu tidak ditelan, tapi hanya sebatas di lidah saja. Bagaimana kalau mencicipi makanan sebatas lidah tanpa ada keperluan? hukumnya makruh. Artinya, kalau ditinggalkan lebih baik dan akan mendapatkan pahala. Hal ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a yang pernah mengatakan, "Tidak apa-apa seseorang pada waktu puasa mencicipi cuka, atau sesuatu yang hendak dibelinya." Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ibnu Abbas berkata, "Tidak apa-apa bagi seseorang yang sedang puasa untuk mencicipi masakan yang ada ditungku." Wallahu A'lam
2. Disuntik (bukan infuse)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah suntikan pengobatan di siang hari bulan Ramadhan mempengaruhi puasa ?
Jawaban:
Suntikan pengobatan ada dua macam. Pertama, suntikan infuse, dengan suntikan ini bisa mencukupi kebutuhan makan dan minum, maka suntikan ini termasuk yang membatalkan, karena jika ada hal yang tercakup dalam makna nash-nash syari’at, maka dihukumi sama sesuai nash tersebut. Adapun jenis yang kedua adalah suntikan yang tidk mewakili makan dan minum. Jenis suntikan ini tidak tercakup dalam konteks lafazh maupun makna. Jadi suntikan jenis ini bukan makan dan minum, juga bukan berarti seperti makan dan minum. Maka hukum asalnya adalah puasanya sah sampai ada dalil syar’i yang menetapkan bahwa hal itu membatalkannya.
[Fatawa Ash-Shiyam, dikumpulkan oleh Muhammad Al-Musnad, hal. 58]
3. Mendonorkan darah dan mengeluarkan darah (dalam kadar sedikit)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah mengambil sedikit darah di siang bulan Ramadhan untuk pemeriksaan medis atau untuk donor membatalkan puasa ?
Jawaban:
Jika seseorang mengambil sedikit darah yang tidak menyebabkan kelemahan pada tubuhnya, maka hal ini tidak membatalkan puasanya, baik itu untuk pemeriksaan medis atau untuk transfuse darah kepada orang lain ataupun untuk di donorkan kepada seseorang yang membutuhkannya.
Tapi jika pengambilan darah itu dalam jumlah banyak yang menyebabkan kelemahan pada tubuh, maka hal itu membatalkan puasa. Hal ini diqiyaskan kepada berbekam yang telah ditetapkan oleh As-Sunnah bahwa hal itu membatalkan puasa. Berdasarkan ini, seseorang yang tengah melaksanakan puasa wajib, seperti puasa Ramadhan, tidak boleh mendonorkan darah dalam jumlah banyak, kecuali bila terpaksa (darurat), karena dalam kondisi ini berarti ia telah batal puasanya sehingga dibolehkan makan dan minum pada sisa hari tersebut untuk kemudian mengqadha pada hari lain di luar bulan Ramadhan.
[Fadha’il Ramadhan, disusun oleh Abdurrazaq Hasan, pertanyaan no. 2]
4. Menggunakan Inhaler
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Di sebagian apotik ada inhaler yang digunakan oleh sebagian penderita asma. Apkah orang yang berpuasa boleh menggunakannya di siang hari Ramadhan?
Jawaban:
Menggunakan inhaler tersebut bagi yang berpuasa hukumnya boleh, baik itu puasa Ramadhan ataupun lainnya. Karena inhaler itu tidak sampai ke lambung tapi hanya berfungsi melegakan saluran pernafasan dan penggunaannya pun hanya dengan bernafas seperti biasa. Jadi hal ini tidak seperti makan dan minum, dan dengan itu pun tidak ada makanan dan minuman yang sampai ke lambung.
Sebagaimana diketahui, bahwa hukum asalnya adalah puasanya sah sampai ada dalil yang menunjukkan rusaknya puasa, baik dari Al-Kitab, As-Sunnah atau ijma ataupun qiyas yang shahih.
[Fadha’il Ramadhan, disusun oleh Abdurrazaq Hasan, pertanyaan no. 1]
5. Mimpi basah
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika orang yang shaum mimpi basah di siang hari Ramadhan, apakah membatalkan shaumnya ataukah tidak ? Haruskah dia bersegera untuk mandi ?
Jawaban:
Mimpi basah tidak membatalkan shaum, karena hal itu terjadi tanpa unsur kesengajaan dari orang yang shaum tersebut. Dan dia wajib mandi janabah ketika melihat keluarnya air mani.
Jika seseorang mimpi basah setelah shalat shubuh lalu dia mengakhirkan mandinya hingga menjelang dhuhur maka tidak apa-apa. Demikian pula jika seseorang menggauli istrinya di waktu malam dan dia belum mandi hingga terbitnya fajar, hal itu tidak mengapa, karena disebutkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ketika subuh Nabi masih dalam keadaan junub karena jima (di malam hari), kemudian beliau mandi dan shaum.
Demikian pula halnya dengan orang yang haidh dan nifas, seandainya keduanya telah suci di malam hari lalu baru mandi setelah terbit fajar, hal itu tidak mengapa, shaumnya tetap sah. Akan tetapi tidak boleh bagi keduanya maupun bagi yang junub untuk mengakhirkan mandi atau shalatnya hingga terbit matahari. Wajib bagi mereka untuk bersegera mandi sebelum terbit matahari untuk menunaikan shalat tepat pada waktunya.
Bagi seorang laki-laki hendaknya bersegera untuk mandi janabah sebelum shalat subuh sehingga memungkinkan baginya untuk menghadiri shalat jama'ah. Wallahu waliyut Taufiq
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Awwal, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Penerjemah Abu Umar Abdillah Terbitan At-Tibyan - Solo]
Dibolehkan bagi seseorang yang sedang berpuasa untuk mencicipi suatu masakan kalau hal itu diperlukan. Dengan syarat, makanan itu tidak ditelan, tapi hanya sebatas di lidah saja. Bagaimana kalau mencicipi makanan sebatas lidah tanpa ada keperluan? hukumnya makruh. Artinya, kalau ditinggalkan lebih baik dan akan mendapatkan pahala. Hal ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a yang pernah mengatakan, "Tidak apa-apa seseorang pada waktu puasa mencicipi cuka, atau sesuatu yang hendak dibelinya." Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ibnu Abbas berkata, "Tidak apa-apa bagi seseorang yang sedang puasa untuk mencicipi masakan yang ada ditungku." Wallahu A'lam
2. Disuntik (bukan infuse)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah suntikan pengobatan di siang hari bulan Ramadhan mempengaruhi puasa ?
Jawaban:
Suntikan pengobatan ada dua macam. Pertama, suntikan infuse, dengan suntikan ini bisa mencukupi kebutuhan makan dan minum, maka suntikan ini termasuk yang membatalkan, karena jika ada hal yang tercakup dalam makna nash-nash syari’at, maka dihukumi sama sesuai nash tersebut. Adapun jenis yang kedua adalah suntikan yang tidk mewakili makan dan minum. Jenis suntikan ini tidak tercakup dalam konteks lafazh maupun makna. Jadi suntikan jenis ini bukan makan dan minum, juga bukan berarti seperti makan dan minum. Maka hukum asalnya adalah puasanya sah sampai ada dalil syar’i yang menetapkan bahwa hal itu membatalkannya.
[Fatawa Ash-Shiyam, dikumpulkan oleh Muhammad Al-Musnad, hal. 58]
3. Mendonorkan darah dan mengeluarkan darah (dalam kadar sedikit)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah mengambil sedikit darah di siang bulan Ramadhan untuk pemeriksaan medis atau untuk donor membatalkan puasa ?
Jawaban:
Jika seseorang mengambil sedikit darah yang tidak menyebabkan kelemahan pada tubuhnya, maka hal ini tidak membatalkan puasanya, baik itu untuk pemeriksaan medis atau untuk transfuse darah kepada orang lain ataupun untuk di donorkan kepada seseorang yang membutuhkannya.
Tapi jika pengambilan darah itu dalam jumlah banyak yang menyebabkan kelemahan pada tubuh, maka hal itu membatalkan puasa. Hal ini diqiyaskan kepada berbekam yang telah ditetapkan oleh As-Sunnah bahwa hal itu membatalkan puasa. Berdasarkan ini, seseorang yang tengah melaksanakan puasa wajib, seperti puasa Ramadhan, tidak boleh mendonorkan darah dalam jumlah banyak, kecuali bila terpaksa (darurat), karena dalam kondisi ini berarti ia telah batal puasanya sehingga dibolehkan makan dan minum pada sisa hari tersebut untuk kemudian mengqadha pada hari lain di luar bulan Ramadhan.
[Fadha’il Ramadhan, disusun oleh Abdurrazaq Hasan, pertanyaan no. 2]
4. Menggunakan Inhaler
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Di sebagian apotik ada inhaler yang digunakan oleh sebagian penderita asma. Apkah orang yang berpuasa boleh menggunakannya di siang hari Ramadhan?
Jawaban:
Menggunakan inhaler tersebut bagi yang berpuasa hukumnya boleh, baik itu puasa Ramadhan ataupun lainnya. Karena inhaler itu tidak sampai ke lambung tapi hanya berfungsi melegakan saluran pernafasan dan penggunaannya pun hanya dengan bernafas seperti biasa. Jadi hal ini tidak seperti makan dan minum, dan dengan itu pun tidak ada makanan dan minuman yang sampai ke lambung.
Sebagaimana diketahui, bahwa hukum asalnya adalah puasanya sah sampai ada dalil yang menunjukkan rusaknya puasa, baik dari Al-Kitab, As-Sunnah atau ijma ataupun qiyas yang shahih.
[Fadha’il Ramadhan, disusun oleh Abdurrazaq Hasan, pertanyaan no. 1]
5. Mimpi basah
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika orang yang shaum mimpi basah di siang hari Ramadhan, apakah membatalkan shaumnya ataukah tidak ? Haruskah dia bersegera untuk mandi ?
Jawaban:
Mimpi basah tidak membatalkan shaum, karena hal itu terjadi tanpa unsur kesengajaan dari orang yang shaum tersebut. Dan dia wajib mandi janabah ketika melihat keluarnya air mani.
Jika seseorang mimpi basah setelah shalat shubuh lalu dia mengakhirkan mandinya hingga menjelang dhuhur maka tidak apa-apa. Demikian pula jika seseorang menggauli istrinya di waktu malam dan dia belum mandi hingga terbitnya fajar, hal itu tidak mengapa, karena disebutkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ketika subuh Nabi masih dalam keadaan junub karena jima (di malam hari), kemudian beliau mandi dan shaum.
Demikian pula halnya dengan orang yang haidh dan nifas, seandainya keduanya telah suci di malam hari lalu baru mandi setelah terbit fajar, hal itu tidak mengapa, shaumnya tetap sah. Akan tetapi tidak boleh bagi keduanya maupun bagi yang junub untuk mengakhirkan mandi atau shalatnya hingga terbit matahari. Wajib bagi mereka untuk bersegera mandi sebelum terbit matahari untuk menunaikan shalat tepat pada waktunya.
Bagi seorang laki-laki hendaknya bersegera untuk mandi janabah sebelum shalat subuh sehingga memungkinkan baginya untuk menghadiri shalat jama'ah. Wallahu waliyut Taufiq
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Awwal, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Penerjemah Abu Umar Abdillah Terbitan At-Tibyan - Solo]