nurcahyo
New member
Hamid Bantah Maraknya Penangkapan WNA Terkait Isu Reshufle Kabinet
Kapanlagi.com - Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin membantah keras anggapan sebagian orang yang menilai tindakan keras yang dilakukannya dalam menangkap Warga Negara Asing (WNA) yang melanggar ketentuan imigrasi hanya dilakukan sehubungan dengan makin maraknya isu reshufle kabinet.
"Tidak ada hubunganya dengan itu (isu reshufle kabinet). Ini rutinitas saja. Pada tahun 2005 saya menggebrak seperti ini (juga). Soal reshufle kabinet itu hak prerogatif Presiden," kata Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin dengan nada keras kepada wartawan di Kantor Imigrasi Khusus Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Selasa (28/11/06).
Menurut Hamid, sejak awal ia menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM, terus melakukan gebrakan-gebrakan antara lain penangkapan para WNA yang melanggar ketentuan UU Keimigrasian maupun melakukan inspeksi mendadak ke Lembaga Pemasyarakatan (LP).
Hamid menjelaskan, pemerintah pada satu sisi memang memberikan kemudahan bagi orang asing yang akan menanamkan investasi di Indonesia, termasuk memperlebar pemberian visa kedatangan yang sekarang sudah mencakup 52 negara.
"Tetapi saya tak mau ada orang asing yang masuk secara illegal. Terlalu banyak yang harus dikorbankan (jika begitu/illegal -red) karena itu kita harus keras untuk masalah ini (pelanggaran keimigrasian)," kata Hamid.
Menurut catatan Ditjen Imigrasi, selama kurun waktu tahun 2005 terdapat 1.900 WNA yang dideportasi ke negaranya karena melakukan pelanggaran UU Keimigrasian.
Menurut Hamid, pelanggaran yang paling banyak terjadi adalah penyalahgunaan visa. Beberapa WNA menggunakan visa turis namun kemudian melakukan praktek bisnis seperti menjadi pekerja seks komersial (PSK) atau berdagang di pasar-pasar.
Hamid juga menceritakan baru-baru ini jajaran Ditjen Imigrasi telah berhasil menangkap WNA yang berdagang di pasar tradisional padahal mereka masuk menggunakan visa turis.
Hal ini, tambah Hamid jika tidak ditertibkan dengan keras akan sangat merugikan negara karena tidak membayar pajak, serta bisa kacaukan masyarakat karena bisa mengganggu masyarakat.
Selain menangkap enam orang yang diduga merupakan anggota sindikat internasional pemalsu paspor, sebelumnya jajaran Imigrasi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Senin (27/11) malam, juga menangkap 31 warga negara asing yang terdiri dari 13 warga negara Srilanka, 11 warga negara Nepal, dua warga negara India dan lima warga negara Nigeria.
Sebagian dari mereka menggunakan paspor, tetapi sebagian lagi tidak memiliki paspor ataupun visa.
Kepada pers, Hamid mengatakan, dari total imigran gelap itu, delapan warga negara Nepal masuk wilayah Indonesia dengan menggunakan paspor tetapi tidak memiliki visa, lalu delapan warga Srilanka masuk tanpa menggunakan visa.
"Mereka ditangkap jajaran Ditjen Imigrasi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di daerah Kemanggisan, Jakarta Barat," katanya.
Hamid menjelaskan, dari berbagai kasus sebelumnya, imigran gelap masuk ke Indonesia terkait dengan narkotika, pekerja seks komersial, dan berdagang tanpa izin atau sekadar transit.
Berkaitan dengan banyaknya imigran gelap yang kos di rumah warga, Hamid meminta jajaran imigrasi bertemu dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengantisipasi.
Hamid menegaskan, pihaknya memang mempunyai kebijakan untuk meningkatkan pengawasan terhadap orang asing yang akan masuk ke Indonesia.
Kapanlagi.com - Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin membantah keras anggapan sebagian orang yang menilai tindakan keras yang dilakukannya dalam menangkap Warga Negara Asing (WNA) yang melanggar ketentuan imigrasi hanya dilakukan sehubungan dengan makin maraknya isu reshufle kabinet.
"Tidak ada hubunganya dengan itu (isu reshufle kabinet). Ini rutinitas saja. Pada tahun 2005 saya menggebrak seperti ini (juga). Soal reshufle kabinet itu hak prerogatif Presiden," kata Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin dengan nada keras kepada wartawan di Kantor Imigrasi Khusus Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Selasa (28/11/06).
Menurut Hamid, sejak awal ia menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM, terus melakukan gebrakan-gebrakan antara lain penangkapan para WNA yang melanggar ketentuan UU Keimigrasian maupun melakukan inspeksi mendadak ke Lembaga Pemasyarakatan (LP).
Hamid menjelaskan, pemerintah pada satu sisi memang memberikan kemudahan bagi orang asing yang akan menanamkan investasi di Indonesia, termasuk memperlebar pemberian visa kedatangan yang sekarang sudah mencakup 52 negara.
"Tetapi saya tak mau ada orang asing yang masuk secara illegal. Terlalu banyak yang harus dikorbankan (jika begitu/illegal -red) karena itu kita harus keras untuk masalah ini (pelanggaran keimigrasian)," kata Hamid.
Menurut catatan Ditjen Imigrasi, selama kurun waktu tahun 2005 terdapat 1.900 WNA yang dideportasi ke negaranya karena melakukan pelanggaran UU Keimigrasian.
Menurut Hamid, pelanggaran yang paling banyak terjadi adalah penyalahgunaan visa. Beberapa WNA menggunakan visa turis namun kemudian melakukan praktek bisnis seperti menjadi pekerja seks komersial (PSK) atau berdagang di pasar-pasar.
Hamid juga menceritakan baru-baru ini jajaran Ditjen Imigrasi telah berhasil menangkap WNA yang berdagang di pasar tradisional padahal mereka masuk menggunakan visa turis.
Hal ini, tambah Hamid jika tidak ditertibkan dengan keras akan sangat merugikan negara karena tidak membayar pajak, serta bisa kacaukan masyarakat karena bisa mengganggu masyarakat.
Selain menangkap enam orang yang diduga merupakan anggota sindikat internasional pemalsu paspor, sebelumnya jajaran Imigrasi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Senin (27/11) malam, juga menangkap 31 warga negara asing yang terdiri dari 13 warga negara Srilanka, 11 warga negara Nepal, dua warga negara India dan lima warga negara Nigeria.
Sebagian dari mereka menggunakan paspor, tetapi sebagian lagi tidak memiliki paspor ataupun visa.
Kepada pers, Hamid mengatakan, dari total imigran gelap itu, delapan warga negara Nepal masuk wilayah Indonesia dengan menggunakan paspor tetapi tidak memiliki visa, lalu delapan warga Srilanka masuk tanpa menggunakan visa.
"Mereka ditangkap jajaran Ditjen Imigrasi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di daerah Kemanggisan, Jakarta Barat," katanya.
Hamid menjelaskan, dari berbagai kasus sebelumnya, imigran gelap masuk ke Indonesia terkait dengan narkotika, pekerja seks komersial, dan berdagang tanpa izin atau sekadar transit.
Berkaitan dengan banyaknya imigran gelap yang kos di rumah warga, Hamid meminta jajaran imigrasi bertemu dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengantisipasi.
Hamid menegaskan, pihaknya memang mempunyai kebijakan untuk meningkatkan pengawasan terhadap orang asing yang akan masuk ke Indonesia.