nurcahyo
New member
Hasballah: Perdamaian Lebih Penting dari Pilkada
Kapanlagi.com - Mantan Menteri Hukum dan HAM, Hasballah M Saad, menyatakan, mempertahankan perdamaian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) itu lebih penting dari pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
"Artinya, proses pilkada harus berjalan sukses, lancar dan damai. Jika pesta demokrasi berlangsung kacau atau rusuh, lebih baik tanpa pilkada karena perdamaian bisa sangat penting di Aceh," katanya di Banda Aceh, Selasa.
Hal itu disampaikan menanggapi adanya insiden-insiden kecil yang terjadi pada hari-hari kampanye pilkada gubernur/wakil gubernur serta bupati/walikota dan para wakilnya di beberapa wilayah di Aceh, menjelang pesta demokrasi 11 Desember 2006.
"Saya mengingatkan semua pihak bahwa masalah-masalah kecil di lapangan jangan sampai besar yang akhirnya menimbulkan konflik baru di tengah-tengah masyarakat kita," tambah dia.
Hasballah menegaskan, pilkada untuk memilih pemimpin secara langsung di Aceh itu ada karena adanya perdamaian setelah pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menandatangani nota kesepakatan (MoU) Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005.
"Penyelengaraan pilkada itu jangan sampai merusak semangat perdamaian yang telah terbangun di Aceh. Itu harapan semua masyarakat yang sudah lama hidup di bawah situasi keamanan tidak kondusif akibat konflik berkepanjangan," jelas dia.
Karena, Hasballah, mengingatkan para kandidat dan tim suksesnya agar tidak terjebak dalam konflik pilkada.
"Sebab, jika konflik kedua pascakonflik bersenjata di Aceh muncul maka situasi tersebut akan sulit dipadamkan dan masyarakat akan kembali hidup dalam ketidaknyamanan," tambahnya.
Untuk itu, ia menilai, proses pilkada damai yang telah diikrarkan para kandidat di provinsi ujung paling barat Indonesia ini belum sepenuhnya berlaku di lapangan, menyusul adanya laporan berbagai insiden kecil tersebut.
Oleh karenanya, Hasballah, mengimbau para kandidat dan tim sukses serta simpatisannya agar tetap dewasa dalam mempergunakan sisa-sisa masa kampanye hingga 7 Desember 2006, sehingga pilkada damai di Aceh benar-benar terwujud.
Pilkada gubernur/wakil gubernur NAD diikuti delapan pasangan, masing-masing Iskandar Hosein-M Saleh Manaf, Tamlicha Ali-Harmen Nuriqmar, A Malik Raden-Sayed Fuad Zakaria, A Humam Hamid-Hasbi Abdullah, M Djali Yusuf-Syyauqas Rahmatillah, Irwandi Yusuf-M Nazar, Azwar Abubakar-M Nasir Djamil dan Ghazali Abbas Adan-Salahuddin Alfata.
Ketika ditanya tentang delapan kandidat gubernur, Hasballah, menyatakan ke depalan calon itu masing-masing memiliki nilai baik dan kurang, namun yang paling penting adalah siapapun yang kalah harus mampu menerimanya dengan hati yang lapang.
"Sistem pemilihan langsung memang berbeda dengan sebelumnya. Setiap kandidat harus mengeluarkan banyak uang dan tenaga untuk bisa unggul menjadi gubernur/wakil gubernur, akan tetapi bila kalah jangan terus menggerakkan massa untuk protes, biarlah masyarakat memilih sesuai hati nuraninya masing-masing," tambah dia
Kapanlagi.com - Mantan Menteri Hukum dan HAM, Hasballah M Saad, menyatakan, mempertahankan perdamaian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) itu lebih penting dari pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
"Artinya, proses pilkada harus berjalan sukses, lancar dan damai. Jika pesta demokrasi berlangsung kacau atau rusuh, lebih baik tanpa pilkada karena perdamaian bisa sangat penting di Aceh," katanya di Banda Aceh, Selasa.
Hal itu disampaikan menanggapi adanya insiden-insiden kecil yang terjadi pada hari-hari kampanye pilkada gubernur/wakil gubernur serta bupati/walikota dan para wakilnya di beberapa wilayah di Aceh, menjelang pesta demokrasi 11 Desember 2006.
"Saya mengingatkan semua pihak bahwa masalah-masalah kecil di lapangan jangan sampai besar yang akhirnya menimbulkan konflik baru di tengah-tengah masyarakat kita," tambah dia.
Hasballah menegaskan, pilkada untuk memilih pemimpin secara langsung di Aceh itu ada karena adanya perdamaian setelah pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menandatangani nota kesepakatan (MoU) Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005.
"Penyelengaraan pilkada itu jangan sampai merusak semangat perdamaian yang telah terbangun di Aceh. Itu harapan semua masyarakat yang sudah lama hidup di bawah situasi keamanan tidak kondusif akibat konflik berkepanjangan," jelas dia.
Karena, Hasballah, mengingatkan para kandidat dan tim suksesnya agar tidak terjebak dalam konflik pilkada.
"Sebab, jika konflik kedua pascakonflik bersenjata di Aceh muncul maka situasi tersebut akan sulit dipadamkan dan masyarakat akan kembali hidup dalam ketidaknyamanan," tambahnya.
Untuk itu, ia menilai, proses pilkada damai yang telah diikrarkan para kandidat di provinsi ujung paling barat Indonesia ini belum sepenuhnya berlaku di lapangan, menyusul adanya laporan berbagai insiden kecil tersebut.
Oleh karenanya, Hasballah, mengimbau para kandidat dan tim sukses serta simpatisannya agar tetap dewasa dalam mempergunakan sisa-sisa masa kampanye hingga 7 Desember 2006, sehingga pilkada damai di Aceh benar-benar terwujud.
Pilkada gubernur/wakil gubernur NAD diikuti delapan pasangan, masing-masing Iskandar Hosein-M Saleh Manaf, Tamlicha Ali-Harmen Nuriqmar, A Malik Raden-Sayed Fuad Zakaria, A Humam Hamid-Hasbi Abdullah, M Djali Yusuf-Syyauqas Rahmatillah, Irwandi Yusuf-M Nazar, Azwar Abubakar-M Nasir Djamil dan Ghazali Abbas Adan-Salahuddin Alfata.
Ketika ditanya tentang delapan kandidat gubernur, Hasballah, menyatakan ke depalan calon itu masing-masing memiliki nilai baik dan kurang, namun yang paling penting adalah siapapun yang kalah harus mampu menerimanya dengan hati yang lapang.
"Sistem pemilihan langsung memang berbeda dengan sebelumnya. Setiap kandidat harus mengeluarkan banyak uang dan tenaga untuk bisa unggul menjadi gubernur/wakil gubernur, akan tetapi bila kalah jangan terus menggerakkan massa untuk protes, biarlah masyarakat memilih sesuai hati nuraninya masing-masing," tambah dia