Kalina
Moderator
Metrotvnews.com, Jakarta: Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia mendapat limpahan banyak cahaya matahari sepanjang tahun. Namun, selain bermanfaat untuk kehidupan, sinar
matahari juga mengadung bahaya. Sebab, di
dalamnya terkandung sinar ultraviolet (UV) A dan B.
Keduanya dikenal sebagai sinar perusak kulit dengan
efek kulit menjadi kusam, gelap, dan lebih cepat
berkeriput. Bahkan, sinar UV A juga dikenal sebagai penyebab kanker kulit. Karenanya, upaya melindungi kulit dengan tabir
surya (sunscreen/sunblock) sangat dianjurkan.
Mayoritas dokter spesialis kulit bahkan
menjadikannya sebagai kewajiban yang harus
dilakukan sebagai bagian dari perawatan kulit
sehari-hari. Sebagian masyarakat memang sudah
mempraktikkan anjuran tersebut. Namun, menurut
dr Mohamad Rachadian BMedSci, ada beberapa
kekeliruan di masyarakat terkait dengan
perlindungan kulit dari sinar matahari. "Antara lain, saat memilih losion kulit masyarakat
hanya memerhatikan besaran nilai SPF (sun
protecting factor). Mereka memburu produk yang
SPF-nya tinggi," ujar Rachadian dalam acara bincang-
bincang yang diselenggarakan bersamaan dengan
peluncuran produk pelembab tubuh Marina varian terbaru, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Padahal, menurutnya, untuk kulit orang Indonesia
yang beraktivitas normal seperti bekerja di gedung,
bersekolah, atau jalan-jalan, SPF 15 sudah cukup
melindungi kulit. SPF yang lebih tinggi diperlukan hanya bagi mereka
yang menghabiskan waktu lebih banyak di luar
ruangan. Yang perlu diingat, lanjut Rachadian, meski sudah
menggunakan losion ber-SPF tinggi, pengulangan
aplikasi losion tetap diperlukan. "SPF menunjukkan lama waktu untuk penggunaan
kembali tabir surya tersebut. Jadi, salah bila orang
menggunakan tabir surya dengan SPF tinggi
kemudian tidak mengulangi aplikasinya. Kulit tidak
akan terlindung," jelas dokter yang tengah
mendalami ilmu bedah plastik itu. Alih-alih fokus pada nilai SPF, Rachadian justru
menekankan pentingnya kelengkapan kandungan
tabir surya. Tabir surya yang baik harus mengandung
PFA (Protection Filter for UVA), yakni zat yang
berfungsi melindungi kulit dari sinar UV A. "Sekitar 95% kandungan sinar matahari adalah UV A
yang menyebabkan kanker kulit. Dengan PFA yang
tinggi, sinar UV A semakin efektif ditangkal,"
katanya. Lebih lanjut ia juga menyarankan agar memilih tabir
surya yang nyaman digunakan karena harus
diaplikasikan berulang, tahan air (water resistant),
dan tidak menimbulkan iritasi. Soal penggunaan, ada sebagian orang yang
mengaplikasikan tabir surya di wajah sesudah
memoleskan bedak. Tujuannya, menjadikan tabir
surya sebagai lapisan terakhir untuk melindungi kulit
dari bahaya sinar matahari. Hal itu jelas keliru. Tabir surya seharusnya menjadi
lapisan dasar agar diserap kulit sehingga bisa
melindungi kulit. "Tabir surya sifatnya bukan melapisi kulit, tapi
terserap di kulit. Bila dijadikan lapisan terakhir, kulit
tidak terlindungi," jelasnya. Kecuali pada penderita penyakit kulit tertentu yang
harus menjadikan obat-obatan sebagai lapisan
pertama, tabir surya diaplikasikan sesudah obat
dioleskan. Rachadian mengingatkan, meski sudah
menggunakan tabir surya bukan berarti seseorang
bisa berjemur sesuka hati. "Tetap upayakan untuk menghindari paparan sinar
matahari langsung antara jam sepuluh pagi hingga
jam 4 sore," pungkasnya.
matahari juga mengadung bahaya. Sebab, di
dalamnya terkandung sinar ultraviolet (UV) A dan B.
Keduanya dikenal sebagai sinar perusak kulit dengan
efek kulit menjadi kusam, gelap, dan lebih cepat
berkeriput. Bahkan, sinar UV A juga dikenal sebagai penyebab kanker kulit. Karenanya, upaya melindungi kulit dengan tabir
surya (sunscreen/sunblock) sangat dianjurkan.
Mayoritas dokter spesialis kulit bahkan
menjadikannya sebagai kewajiban yang harus
dilakukan sebagai bagian dari perawatan kulit
sehari-hari. Sebagian masyarakat memang sudah
mempraktikkan anjuran tersebut. Namun, menurut
dr Mohamad Rachadian BMedSci, ada beberapa
kekeliruan di masyarakat terkait dengan
perlindungan kulit dari sinar matahari. "Antara lain, saat memilih losion kulit masyarakat
hanya memerhatikan besaran nilai SPF (sun
protecting factor). Mereka memburu produk yang
SPF-nya tinggi," ujar Rachadian dalam acara bincang-
bincang yang diselenggarakan bersamaan dengan
peluncuran produk pelembab tubuh Marina varian terbaru, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Padahal, menurutnya, untuk kulit orang Indonesia
yang beraktivitas normal seperti bekerja di gedung,
bersekolah, atau jalan-jalan, SPF 15 sudah cukup
melindungi kulit. SPF yang lebih tinggi diperlukan hanya bagi mereka
yang menghabiskan waktu lebih banyak di luar
ruangan. Yang perlu diingat, lanjut Rachadian, meski sudah
menggunakan losion ber-SPF tinggi, pengulangan
aplikasi losion tetap diperlukan. "SPF menunjukkan lama waktu untuk penggunaan
kembali tabir surya tersebut. Jadi, salah bila orang
menggunakan tabir surya dengan SPF tinggi
kemudian tidak mengulangi aplikasinya. Kulit tidak
akan terlindung," jelas dokter yang tengah
mendalami ilmu bedah plastik itu. Alih-alih fokus pada nilai SPF, Rachadian justru
menekankan pentingnya kelengkapan kandungan
tabir surya. Tabir surya yang baik harus mengandung
PFA (Protection Filter for UVA), yakni zat yang
berfungsi melindungi kulit dari sinar UV A. "Sekitar 95% kandungan sinar matahari adalah UV A
yang menyebabkan kanker kulit. Dengan PFA yang
tinggi, sinar UV A semakin efektif ditangkal,"
katanya. Lebih lanjut ia juga menyarankan agar memilih tabir
surya yang nyaman digunakan karena harus
diaplikasikan berulang, tahan air (water resistant),
dan tidak menimbulkan iritasi. Soal penggunaan, ada sebagian orang yang
mengaplikasikan tabir surya di wajah sesudah
memoleskan bedak. Tujuannya, menjadikan tabir
surya sebagai lapisan terakhir untuk melindungi kulit
dari bahaya sinar matahari. Hal itu jelas keliru. Tabir surya seharusnya menjadi
lapisan dasar agar diserap kulit sehingga bisa
melindungi kulit. "Tabir surya sifatnya bukan melapisi kulit, tapi
terserap di kulit. Bila dijadikan lapisan terakhir, kulit
tidak terlindungi," jelasnya. Kecuali pada penderita penyakit kulit tertentu yang
harus menjadikan obat-obatan sebagai lapisan
pertama, tabir surya diaplikasikan sesudah obat
dioleskan. Rachadian mengingatkan, meski sudah
menggunakan tabir surya bukan berarti seseorang
bisa berjemur sesuka hati. "Tetap upayakan untuk menghindari paparan sinar
matahari langsung antara jam sepuluh pagi hingga
jam 4 sore," pungkasnya.