T-Rex
New member
Written by Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Jarullah
Sunday, 03 October 2004
1. Definisi:
Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari. Firman Allah Ta \'ala:
\'\' ??.dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam ... \'\'(Al-Baqarah: 187)
2. Kapan dan bagaimana puasa Ramadhan diwajibkan?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya\'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
\r\n
3. Siapa yang wajib berpuasa Ramadhan?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk berpuasa.
4. Syarat wajibnya puasa Ramadhan?
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.
5. Kapan anak kecil diperintahkan puasa?
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri
6. Syarat sahnya puasa:
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam:
a. Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam
b. Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal
c. Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang balk dengan yang buruk)
d. Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya
e. Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas
f. Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu \'Alaihi wa Sallam: \'\'Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. \'\' (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa\'i dan At-Tirmidzi.) [Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi]
\r\n
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu bagian malam
7. SunahPuasa
Sunah puasa ada enam:
a. Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar
b. Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam
c. Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur\'an dan amal kebajikan lainnya
d. Jika dicaci maki, supaya mengatakan: \'\'Saya berpuasa,\'\' dan jangan membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa
\r\n
e. Berdo\'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do\'a \r\n:
\r\n
\'\'Telah hilang haus, dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap insya Allah\'\'(HR.Abu Dawud 2/306)
f. Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air
8. Hukum orang yang tidak berpuasa Ramadhan
Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi empat golongan
a. Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta\'ala:
\'\' ?..Maka barangsiapa di antaua kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain... \'\' (Al-Baqarah:184).
Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang bepergian tidak berpuasa maka wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan Ramadhan
b. Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha. Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah radhiallahu \'anha berkata :
\'\'Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan menggadha shalat. \'\' (Hadits Muttafaq \'Alaih)
c. Wanita hamil dan wanita menyusui, jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus meng-qadha serta memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus meng-gadha saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan o!eh Abu Dawud. [Lihat kitab Ar Raudhul Murbi\', 1/124]
\r\n
d. Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas menurut riwayat Al-Bukhari. [Lihat kitab Tafsir Ibnu Katsir, 1/215]
Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud (genggam tangan) gandum, atau satu sha\' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya. [Lihat kitab \'Umdatul Fiqh, oleh Ibnu Qudamah, him. 28]
9. Hukum jima\'pada siang hari bulan Ramadhan
Diharamkan melakukan jima\' (bersenggama) pada siang hari bulan Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya harus meng-qadha dan membayar kaffarah mughallazhah (denda berat) yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut; jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin; dan jika tidak punya maka bebaslah ia dari kafarah itu. Firman Allah Ta\'ala:\'\'Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...\'\' (Al-Baqarah: 285). [Lihat kitab Majalisu Syahri Ramadhan, him. 102 ? 108]
\r\n
10. Hal-hal yang membatalkan puasa
a. Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya
b. Jima\' (bersenggama)
c. Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa
d. Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja
e. Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari
f. Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu \'alaihi wasallam:
Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. \'\' (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan : \'\'Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti (puasanya).\'\' Diriwayatkan oleh Al-Harbi dalam Gharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara marfu\' dan dishahihkan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923
g. Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta\'ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. \'\'(Al-An\'aam: 88)
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa
11. Kewajiban orang yang berpuasa
Orang yang berpuasa, juga lainnya, wajib menjauhkan diri dari perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan kejelekan orang lain), namimah (mengadu domba), laknat (mendo\'akan orang dijauhkan dari rahmat Allah) dan mencaci-maki. Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan yang haram, penglihatan yang haram, pendengaran yang haram, makan dan minum yang haram.
\r\n
12. Puasa yang disunatkan
Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15; disebut shaumul biidh), hari Senin dan Kamis, 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah), hari \'Asyura (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum Yahudi
\r\n
13. Pesan dan nasihat
Manfaatkan dan pergunakan masa hidup Anda, kesehatan dan masa muda Anda dengan amal kebaikan sebelum maut datang menjemput. Bertaubatlah kepada Allah dengan sebenar-benar taubat dalam setiap waktu dari segala dosa dan perbuatan terlarang. Jagalah fardhu-fardhu Allah dan perintah-perintah-Nya serta jauhilah apa-apa yang diharamkan dan dilarang-Nya, baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan lainnya
\r\n
Jangan sampai Anda menunda-nunda taubat, lalu Anda pun mati dalam keadaan maksiat sebelum sempat bertaubat, karena Anda tidak tahu apakah Anda dapat menjumpai lagi bulan Ramadhan mendatang atau tidak?
Bersungguh-sungguhlah dalam mengurus keluarga, anak-anak dan siapa saja yang menjadi tanggung jawab Anda agar mereka taat kepada Allah dan menjauhkan diri dari maksiat kepada-Nya. Jadilah suri tauladan yang baik bagi mereka dalam segala bidang, karena Andalah pemimpin mereka dan bertanggung jawab atas mereka di hadapan Allah Ta\'ala. Bersihkan rumah Anda dari segala bentuk kemungkaran yang menjadi penghalang untuk berdzikir dan shalat kepada Allah.
\r\n
Sibukkan diri dan keluarga Anda dalam hal yang bermanfaat bagi Anda dan mereka. Dan ingatkan mereka agar menjauhkan diri dari hal yang membahayakan mereka dalam agama, dunia dan akhirat mereka.
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
Catatan:
Disalin dari: Risalah Ramadhan; karya Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al Jarullah.
Edisi Indonesia: Risalah Ramadhan. Penerjemah: Muhammad Yusuf Harun, Ainul Haris Arifin, Ahmad Musthalih Afandi. Penerbit: Yayasan Al-Sofwa, Jakarta. Cat II, Des 1998; hal.29-39
Copyright pada Yayasan Al-Sofwa, Jakarta
Sunday, 03 October 2004
1. Definisi:
Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari. Firman Allah Ta \'ala:
\'\' ??.dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam ... \'\'(Al-Baqarah: 187)
2. Kapan dan bagaimana puasa Ramadhan diwajibkan?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya\'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
\r\n
3. Siapa yang wajib berpuasa Ramadhan?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk berpuasa.
4. Syarat wajibnya puasa Ramadhan?
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.
5. Kapan anak kecil diperintahkan puasa?
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri
6. Syarat sahnya puasa:
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam:
a. Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam
b. Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal
c. Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang balk dengan yang buruk)
d. Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya
e. Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas
f. Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu \'Alaihi wa Sallam: \'\'Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. \'\' (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa\'i dan At-Tirmidzi.) [Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi]
\r\n
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu bagian malam
7. SunahPuasa
Sunah puasa ada enam:
a. Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar
b. Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam
c. Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur\'an dan amal kebajikan lainnya
d. Jika dicaci maki, supaya mengatakan: \'\'Saya berpuasa,\'\' dan jangan membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa
\r\n
e. Berdo\'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do\'a \r\n:
\r\n
\'\'Telah hilang haus, dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap insya Allah\'\'(HR.Abu Dawud 2/306)
f. Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air
8. Hukum orang yang tidak berpuasa Ramadhan
Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi empat golongan
a. Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta\'ala:
\'\' ?..Maka barangsiapa di antaua kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain... \'\' (Al-Baqarah:184).
Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang bepergian tidak berpuasa maka wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan Ramadhan
b. Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha. Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah radhiallahu \'anha berkata :
\'\'Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan menggadha shalat. \'\' (Hadits Muttafaq \'Alaih)
c. Wanita hamil dan wanita menyusui, jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus meng-qadha serta memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus meng-gadha saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan o!eh Abu Dawud. [Lihat kitab Ar Raudhul Murbi\', 1/124]
\r\n
d. Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas menurut riwayat Al-Bukhari. [Lihat kitab Tafsir Ibnu Katsir, 1/215]
Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud (genggam tangan) gandum, atau satu sha\' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya. [Lihat kitab \'Umdatul Fiqh, oleh Ibnu Qudamah, him. 28]
9. Hukum jima\'pada siang hari bulan Ramadhan
Diharamkan melakukan jima\' (bersenggama) pada siang hari bulan Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya harus meng-qadha dan membayar kaffarah mughallazhah (denda berat) yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut; jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin; dan jika tidak punya maka bebaslah ia dari kafarah itu. Firman Allah Ta\'ala:\'\'Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...\'\' (Al-Baqarah: 285). [Lihat kitab Majalisu Syahri Ramadhan, him. 102 ? 108]
\r\n
10. Hal-hal yang membatalkan puasa
a. Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya
b. Jima\' (bersenggama)
c. Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa
d. Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja
e. Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari
f. Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu \'alaihi wasallam:
Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. \'\' (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan : \'\'Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti (puasanya).\'\' Diriwayatkan oleh Al-Harbi dalam Gharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara marfu\' dan dishahihkan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923
g. Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta\'ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. \'\'(Al-An\'aam: 88)
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa
11. Kewajiban orang yang berpuasa
Orang yang berpuasa, juga lainnya, wajib menjauhkan diri dari perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan kejelekan orang lain), namimah (mengadu domba), laknat (mendo\'akan orang dijauhkan dari rahmat Allah) dan mencaci-maki. Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan yang haram, penglihatan yang haram, pendengaran yang haram, makan dan minum yang haram.
\r\n
12. Puasa yang disunatkan
Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15; disebut shaumul biidh), hari Senin dan Kamis, 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah), hari \'Asyura (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum Yahudi
\r\n
13. Pesan dan nasihat
Manfaatkan dan pergunakan masa hidup Anda, kesehatan dan masa muda Anda dengan amal kebaikan sebelum maut datang menjemput. Bertaubatlah kepada Allah dengan sebenar-benar taubat dalam setiap waktu dari segala dosa dan perbuatan terlarang. Jagalah fardhu-fardhu Allah dan perintah-perintah-Nya serta jauhilah apa-apa yang diharamkan dan dilarang-Nya, baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan lainnya
\r\n
Jangan sampai Anda menunda-nunda taubat, lalu Anda pun mati dalam keadaan maksiat sebelum sempat bertaubat, karena Anda tidak tahu apakah Anda dapat menjumpai lagi bulan Ramadhan mendatang atau tidak?
Bersungguh-sungguhlah dalam mengurus keluarga, anak-anak dan siapa saja yang menjadi tanggung jawab Anda agar mereka taat kepada Allah dan menjauhkan diri dari maksiat kepada-Nya. Jadilah suri tauladan yang baik bagi mereka dalam segala bidang, karena Andalah pemimpin mereka dan bertanggung jawab atas mereka di hadapan Allah Ta\'ala. Bersihkan rumah Anda dari segala bentuk kemungkaran yang menjadi penghalang untuk berdzikir dan shalat kepada Allah.
\r\n
Sibukkan diri dan keluarga Anda dalam hal yang bermanfaat bagi Anda dan mereka. Dan ingatkan mereka agar menjauhkan diri dari hal yang membahayakan mereka dalam agama, dunia dan akhirat mereka.
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
Catatan:
Disalin dari: Risalah Ramadhan; karya Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al Jarullah.
Edisi Indonesia: Risalah Ramadhan. Penerjemah: Muhammad Yusuf Harun, Ainul Haris Arifin, Ahmad Musthalih Afandi. Penerbit: Yayasan Al-Sofwa, Jakarta. Cat II, Des 1998; hal.29-39
Copyright pada Yayasan Al-Sofwa, Jakarta