hukum memelihara burung bag 1

nurcahyo

New member
hukum memelihara burung

Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Saya bermaksud untuk menanyakan kepada Anda hukum syari'at tentang perdangan atau pemilikan hewan-hewan karena hobi atau karena dimaksudkan sebagai hiasan. Sebagaimana contohnya sebagai berikut :

1. Burung-burung hiasan , seperti ; beo dan burung-burung berhulu warna-warni
2. Binatang melata, seperti ; ular dan kadal
3. Binatang buas, seperti ; serigala, singan rubah dan lain-lain

Dimana hewan-hewan tersebut dipelihara karena bentuknya yang bagus atau karena kelangkaannya. Dan perlu diketahui, semua hewan-hewan tersebut berharga sangat mahal dan dikurung. Perdagangan seperti ini sangat menguntungkan sekali.

Pertama : Jual beli burung hiasan, seperti burung beo dan burung-burang warna warni serta burung kicauan karena suaranya adalah boleh, sebab memandangnya dan mendengar suaranya merupakan suatu yang mubah. Dan tidak ada dalil syari'at yang mengharamkan perdagangan atau memilikinya. Bahkan ada riwayat yang justru membolehkan pengurungannya jika diberikan makan, minum , serta diperlakukan secara lazim. Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan hadits Anas, dia bercerita : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan aku memiliki seorang saudara yang biasa dipanggil dengan sebutan Abu 'Umair (dia (perawi) berkata : Saya kira, anak baru disapih). Beliau datang, lalu memanggil : Wahai Abu 'Umair, apa yang sedang dilakukan oleh si Nughair kecil. Sementara anak itu sedang bermain dengannya?. Nughair adalah nama sejenis burung.

Di dalam syarahnya, Fathul Baari, Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam mengambil kesimpulan yang bermanfaat dari hadits tersebut : Di dalam hadits tersebut terkandung pengertian yang membolehkan anak kecil bermain dengan burung. Juga membolehkan kedua orang tuanya membiarkan anaknya bermain dengan permainan yang dibolehkan. Serta membolehkan pembelanjaan untuk membeli permainan anak kecil yang dibolehkan. Juga membolehkan pengurungan burung di dalam sangkar dan lain-lainnya, dan pemotongan bulu sayap burung,dimana keadaan burung Abu 'Umair tidak lepas dari salah satu dari keduanya. Apapun kenyataannya maka hukumnya sesuai dengan keadaan tersebut. Demikian juga dengan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

Artinya : Ada seorang wanita yang masuk Neraka karena seekor kucing yang disekapnya, karena dia tidak memberinya makan dan minum, dan tidak juga membiarkannya makan serangga tanah?

Jika yang demikian itu diperbolehkan pada kucing, maka dibolehkan juga pada burung dan yang sebangsanya.

Sebagian ulama ada yang berpendapat makruhnya pengekangan hewan-hewan itu untuk dilatih, dan sebagian melarangnya. Mereka mengatakan, bahwa mendengarkan suaranya dan menikmati pemandangannya bukan menjadi kebutuhan seseorang, bahkan hal itu merupakan kesombongan, kejahatan, kehidupan yang keras dan juga kebodohan. Sebab, hewan itu ingin bersuara keras dan orang tersebut sepertinya tidak suka burung itu terbang bebas di udara. Sebagaimana yang disebutkan di dalam buku Al-Furuu' Wa Tashbihuhu, karya Al-Mardawi, IV/9, serta Al-Inshaaf, IV/275.

Kedua : Di antara syarat sahnya jual beli adalah barang yang diperjualbelikan itu terdapat manfaat tanpa dibutuhkan, sedangkan ular sama sekali tidak memberi manfaat, bahkan malah membawa bahaya, sehingga tidak boleh dijual dan juga dibeli. Demikian halnya dengan kadal yang tidak memberi manfaat, sehingga tidak boleh diperjualbelikan.

Ketiga : Tidak diperbolehkan menjual binatang buas, baik itu serigala, singa, maupun rubah, dan lain-lain dari setiap binatang buas yang bertaring, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam malarang hal tersebut. Dan yang demikian itu menghambur-hamburkan uang. Sementara Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah melarang hal itu.

Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.


[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Fatwa Nomor 18807, Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]
 
Last edited:
Back
Top