Kalina
Moderator
BANYUWANGI - Kerja polisi mengungkap kasus pembuangan bayi di Dusun Jenisari, Desa Genteng Wetan, Kecamatan Genteng, Banyuwangi membuahkan hasil. Tak sampai sebulan, pelakunya terkuak. Dia adalah Arina Mukaromah, 20, ibu kandung dari jabang bayi yang dibuang di sungai Jenisari 2 Februari lalu.
Untuk menebus kesalahannya, Arina menyerahkan diri ke Mapolsek Genteng. Siang kemarin, dia diperiksa maraton oleh penyidik Polsek Genteng. Wajahnya tampak pucat menyiratkan penyesalan. Sesekali dia juga tampak menangis. Selama menjalani pemeriksaan, dia diminta memperagakan cara membunuh anak kandungnya itu.
Mulai adegan mencekik leher hingga membuangnya ke tepian sungai. Sebagai alat peraganya, si jabang bayi itu diganti boneka. Cukup lama Arina mereka ulang pembunuhan bayinya. "Begini caranya Pak," kata Arina sembari memegang leher boneka di hadapan Kapolsek Genteng AKP Adi Sudjipto. Wanita itu mengaku terus terang kalau bayi tak berdosa tersebut adalah anak kandungnya sendiri.
Diberitakan sebelumnya, 2 Februari lalu, warga Dusun Jenisari, Genteng Wetan digegerkan penemuan mayat bayi laki-laki di tepi sungai setempat. Kondisi mayat bayi mengenaskan. Di lehernya ada bekas cekikkan. Penemu mayat bayi itu Fanani, 12, dan Kasto, 15 tahun. Sore itu, kedua bocah itu sedang bermain di tepi sungai. Mereka lantas curiga melihat tas plastik warna merah muda tergeletak di tepi sungai. Setelah dibuka ternyata mayat bayi laki-laki yang baru dilahirkan.
Mengapa harus dibunuh? Dengan mata berkaca-kaca Arina mengungkapkan, motif dari pembunuhan anaknya itu. Kata dia, jabang bayi itu merupakan hasil hubungannya dengan lelaki yang tak bertanggung. Dia berhubungan badan dengan lelaki itu tanpa ikatan pernikahan. "Karena merasa malu, saya bingung lalu berbuat seperti itu (membuang bayi, Red)," akunya di hadapan penyidik.
Sebelum membuangnya ke tepi sungai, dia lebih dulu mencekik leher si jabang bayi hingga menemui ajalnya. "Begitu lahir, saya takut suaranya terdengar tetangga. Makanya saya langsung mencekiknya. Tapi, sebelum melakukan hal itu, saya sangat bingung. Bahkan, saya sempat mencium wajah dan kening bayi saya karena merasa sayang," papar Arina sambil menitikkan air mata.
Setelah dipastikan meninggal, Arina buru-buru membuangnya ke tepi sungai. Keesokan harinya bayi tersebut ditemukan warga. Kemana setelah membuang bayi tersebut? Arina mengaku hanya berdiam diri di rumah. "Sampai empat hari kemudian, saya pergi ke rumah saudara di Surabaya," ujarnya. Sepulang dari Surabaya inilah, dia menyerahkan ke polisi. Iut dilakukan setelah beberapa kali kedua orang tuanya di Genteng terus membujuknya. "Saya merasa tidak tenang, dan memilih pulang menyerahkan diri," akunya.
Kapolsek Genteng AKP Adi Sudjipto mengatakan, penyerahan diri itu tak lepas dari upaya aparat kepolisian dan masyarakat setempat. "Selain melakukan penyelidikan, polisi juga terus membujuk orang tua tersangka agar tersangka menyerahkan dirii," tandas Kapolsek.
Untuk menebus kesalahannya, Arina menyerahkan diri ke Mapolsek Genteng. Siang kemarin, dia diperiksa maraton oleh penyidik Polsek Genteng. Wajahnya tampak pucat menyiratkan penyesalan. Sesekali dia juga tampak menangis. Selama menjalani pemeriksaan, dia diminta memperagakan cara membunuh anak kandungnya itu.
Mulai adegan mencekik leher hingga membuangnya ke tepian sungai. Sebagai alat peraganya, si jabang bayi itu diganti boneka. Cukup lama Arina mereka ulang pembunuhan bayinya. "Begini caranya Pak," kata Arina sembari memegang leher boneka di hadapan Kapolsek Genteng AKP Adi Sudjipto. Wanita itu mengaku terus terang kalau bayi tak berdosa tersebut adalah anak kandungnya sendiri.
Diberitakan sebelumnya, 2 Februari lalu, warga Dusun Jenisari, Genteng Wetan digegerkan penemuan mayat bayi laki-laki di tepi sungai setempat. Kondisi mayat bayi mengenaskan. Di lehernya ada bekas cekikkan. Penemu mayat bayi itu Fanani, 12, dan Kasto, 15 tahun. Sore itu, kedua bocah itu sedang bermain di tepi sungai. Mereka lantas curiga melihat tas plastik warna merah muda tergeletak di tepi sungai. Setelah dibuka ternyata mayat bayi laki-laki yang baru dilahirkan.
Mengapa harus dibunuh? Dengan mata berkaca-kaca Arina mengungkapkan, motif dari pembunuhan anaknya itu. Kata dia, jabang bayi itu merupakan hasil hubungannya dengan lelaki yang tak bertanggung. Dia berhubungan badan dengan lelaki itu tanpa ikatan pernikahan. "Karena merasa malu, saya bingung lalu berbuat seperti itu (membuang bayi, Red)," akunya di hadapan penyidik.
Sebelum membuangnya ke tepi sungai, dia lebih dulu mencekik leher si jabang bayi hingga menemui ajalnya. "Begitu lahir, saya takut suaranya terdengar tetangga. Makanya saya langsung mencekiknya. Tapi, sebelum melakukan hal itu, saya sangat bingung. Bahkan, saya sempat mencium wajah dan kening bayi saya karena merasa sayang," papar Arina sambil menitikkan air mata.
Setelah dipastikan meninggal, Arina buru-buru membuangnya ke tepi sungai. Keesokan harinya bayi tersebut ditemukan warga. Kemana setelah membuang bayi tersebut? Arina mengaku hanya berdiam diri di rumah. "Sampai empat hari kemudian, saya pergi ke rumah saudara di Surabaya," ujarnya. Sepulang dari Surabaya inilah, dia menyerahkan ke polisi. Iut dilakukan setelah beberapa kali kedua orang tuanya di Genteng terus membujuknya. "Saya merasa tidak tenang, dan memilih pulang menyerahkan diri," akunya.
Kapolsek Genteng AKP Adi Sudjipto mengatakan, penyerahan diri itu tak lepas dari upaya aparat kepolisian dan masyarakat setempat. "Selain melakukan penyelidikan, polisi juga terus membujuk orang tua tersangka agar tersangka menyerahkan dirii," tandas Kapolsek.