ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia)
Organisasi yang merupakan wadah dialog intelektual bagi para cendekiawan muslim Indonesia yang mempunyai komitmen pada nilai-nilai keislaman tanpa melihat aliran, warna politik dan kelompoknya:
didirikan di Malang pada 7 Desember 1990.
ICMI adalah organisasi yang terbuka bagi semua cendekiawan beragama Islam. Artinya siapa saja, asal tidak buta terhadap permasalahan yang dihadapi rakyat dan mampu mencari jalan keluarnya, boleh menjadi anggota ICMI. Pengertian cendekiawan yang digunakan ICMI sangat luas, bisa berarti sarjana, intelektual, atau kecendekiaan.
Awal Mula Didirikan
Ide pembentukan ICMI bermula dari rencana mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Brawijaya untuk membuat simposium cendekiawan muslim pada 29 September dan 1 Oktober 1990. Dari pertemuan mereka dengan beberapa cendekiawan muslim, antara lain Menristek B.J. Habibie, Dawam Rahardjo, dan Imaduddin Abdulrachman, rencana itu berkembang hingga tercetus ide membentuk ICMI.
Tujuan Pembentukan
ICMI dibentuk dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas kehidupan rakyat Indonesia, khususnya umat Islam, dengan melebur ilmu pengetahuan dan teknologi ke dalam agama. ICMI tidak berorientasi ideologis dan politik.
ICMI bergerak dengan tiga landasan: iman sebagai landasan moral; Pancasila dan UUD 1945 sebagai asas filosofis dan konstitusional: dan teknologi sebagai alat sarana bagi peningkatan mutu kehidupan.
Kepengurusan
Dalam struktur organisasi, ketua umum membawahi 6 ketua departemen dan 6 asisten.
didampingi oleh dewan pakar dan dewan penasihat. Pengurus paripurna dibagi dalam kelompok fungsi: 17 pengurus lengkap, 45 dewan penasihat, 28 dewan pakar, 30 ketua bidang. dan 17 koordinator wilayah. Dari 17 pengurus lengkap, 8 orang ditarik menjadi fungsionaris pengurus harian.
Pro dan Kontra
Sambutan terhadap ICMI bermacam-macam. Ada yang bersikap mendukung, dan ada pula yang menolak. Ketua umum PDI, Soerjadi, tegas-tegas menyatakan tidak setuju ICMI dibentuk karena organisasi itu dinilainya bersifat primordial. Ketua umum PB NU, Abdurrahman Wahid, berkeberatan dengan adanya organisasi cendekiawan karena menurutnya intelektualitas tidak bisa diwakili atau dilahirkan oleh lembaga. Ridwan Saidi, mantan ketua umum PB HMI, menganggap cendekiawan bukanlah massa dan tidak bisa diormaskan. Sebaliknya, Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam Indonesia, bersikap mendukung terbentuknya ICMI dan tidak melarang anggotanya masuk ICMI. Emil Salim menolak anggapan bahwa ICMI bersifat primordial. Menurut dia, potensi Islam yang ada dalam ICMI bisa mendorong proses pembangunan dan mampu menjawab problematik sosial.
Perkembangan ICMI
Pada bulan Februari 1991, sebuah sarasehan yang membahas soal ICMI diadakan oleh Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat dari unit organisasi pemuda Muhammadiyah, di Jakarta. Dan 14 pembicara yang dijadwalkan, hanya 6 orang yang hadir. Dawam Rahardjo dan Ridwan Saidi termasuk pembicara yang tidak hadir. Karena sarasehan hanya dihadiri sedikit orang, ICMI dianggap mulai kehilangan pamornya.
Muktamar I
Pada tanggal 7—9 Desember 1995 berlangsung Muktamar ICMI I di Jakarta. Dalam muktamar ini B.J. Habibie kembali terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum ICMI untuk periode tahun 1995—2000. Seluruh orwil di dalam dan luar negeri menyatakan dukungan terhadap B.J. Habibie.
Sumber : Wikipedia Indonesia