nurcahyo
New member
Imparsial Minta Wapres Dorong Pembahasan RUU Intelijen di DPR
Kapanlagi.com - Direktur Eksekutif Imparsial Rachlan Nashidik meminta Wapres Jusuf Kalla untuk ikut mendorong proses penyelesaian pembahasan RUU Intelijen di DPR yang saat ini masih berlangsung.
"Kita minta Wapres untuk membantu mendorong proses pembahasan RUU intelijen yg berlangsung di parlemen agar pada satu sisi bisa menjadi jalan pembemtukan badan intelijen yamg modern di Indonesia," katanya di Kantor Wapres Jakarta, Rabu, setelah mendampingi sejumlah anggota Eminent Jurists Panel bertemu Wapres Jusuf Kalla.
Rachlan Nashidik bersama Ketua Badan Pendiri Imparsial Todung Mulya Lubis mendampingi anggota Eminent Jurists Panel, Raul Zaffa Roni yang juga hakim agung Argentina dan Vitit Muntarbhorn (Thailand) yang juga utusan khusus (special rapporteur) PBB untuk HAM.
Pada saat yang bersamaan, katanya, proses pembahasan RUU Intelijen itu diharapkan bisa memberi jalan yang jelas terhadap batasan kewenangan kekuasaan intelijen agar tidak bertabrakan atau menjadi problem yang merusak sistem peradilan di Indonesia.
Wapres yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar, kata Rachlan, mengatakan bahwa ini semua tergantung pada proses demokratis di parlemen.
"Saya ingin menafsirkan secara positif bahwa dengan pernyataan itu Partai Golkar menaruh konsern dan berada dalam keprihatinan yang sama dengan kami di kalangan masyarakat untuk memastikan UU tersebut," katanya.
Pada bagian lain Rachlan mempertanyakan digunakannya komando teritorial untuk membantu proses intelijen di Indonesia. "Harus ada upaya jelas untuk memastikan bahwa tentara itu membantu peran polisi, bukan mengambil peran," katanya.
Aturan tersebut, lanjutnya, harus dipastikan masuk dalam RUU Intelijen agar tidak berhadapan dengan tentara, karena akibatnya akan melanggar hak-hak sipil, seperti adanya salah penangkapan dan kemudian tidak bisa melakukan gugatan.
Senada dengan itu, Todung Mulya Lubis mengharapkan, pembentukan badan intelijen modern diharapkan dapat menghindari terjadinya pelanggaran HAM dengan dalih pemberantasan terorisme.
"Kita sebagai bagian dari `civil society` ingin meminta kepastian dari pemerintah untuk menjamin hal itu tidak akan terjadi. Jangan mencampur aduk tugas negara dengan tugas penegakan hukum," katanya.
Sementara itu, kepada Wapres, Imparsial melaporkan bahwa mereka bekerjasama dengan Eminent Jurists Panel melakukan "public hearing" selama dua hari (6-7/12) dari dua perspektif yakni masyarakat sipil dan dari pihak pemerintah.
Selain itu, sebagai perbandingan juga akan dipaparkan bagaimana pemberantasan terorisme di Filipina, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.
Eminent Jurists Panel (EJP) merupakan lembaga yang dibentuk oleh International Commission of Jurists. EJP terdiri atas delapan orang pakar hukum yang bertugas secara khusus menangani masalah terorisme, penanganannya serta dampaknya terhadap HAM.
Kapanlagi.com - Direktur Eksekutif Imparsial Rachlan Nashidik meminta Wapres Jusuf Kalla untuk ikut mendorong proses penyelesaian pembahasan RUU Intelijen di DPR yang saat ini masih berlangsung.
"Kita minta Wapres untuk membantu mendorong proses pembahasan RUU intelijen yg berlangsung di parlemen agar pada satu sisi bisa menjadi jalan pembemtukan badan intelijen yamg modern di Indonesia," katanya di Kantor Wapres Jakarta, Rabu, setelah mendampingi sejumlah anggota Eminent Jurists Panel bertemu Wapres Jusuf Kalla.
Rachlan Nashidik bersama Ketua Badan Pendiri Imparsial Todung Mulya Lubis mendampingi anggota Eminent Jurists Panel, Raul Zaffa Roni yang juga hakim agung Argentina dan Vitit Muntarbhorn (Thailand) yang juga utusan khusus (special rapporteur) PBB untuk HAM.
Pada saat yang bersamaan, katanya, proses pembahasan RUU Intelijen itu diharapkan bisa memberi jalan yang jelas terhadap batasan kewenangan kekuasaan intelijen agar tidak bertabrakan atau menjadi problem yang merusak sistem peradilan di Indonesia.
Wapres yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar, kata Rachlan, mengatakan bahwa ini semua tergantung pada proses demokratis di parlemen.
"Saya ingin menafsirkan secara positif bahwa dengan pernyataan itu Partai Golkar menaruh konsern dan berada dalam keprihatinan yang sama dengan kami di kalangan masyarakat untuk memastikan UU tersebut," katanya.
Pada bagian lain Rachlan mempertanyakan digunakannya komando teritorial untuk membantu proses intelijen di Indonesia. "Harus ada upaya jelas untuk memastikan bahwa tentara itu membantu peran polisi, bukan mengambil peran," katanya.
Aturan tersebut, lanjutnya, harus dipastikan masuk dalam RUU Intelijen agar tidak berhadapan dengan tentara, karena akibatnya akan melanggar hak-hak sipil, seperti adanya salah penangkapan dan kemudian tidak bisa melakukan gugatan.
Senada dengan itu, Todung Mulya Lubis mengharapkan, pembentukan badan intelijen modern diharapkan dapat menghindari terjadinya pelanggaran HAM dengan dalih pemberantasan terorisme.
"Kita sebagai bagian dari `civil society` ingin meminta kepastian dari pemerintah untuk menjamin hal itu tidak akan terjadi. Jangan mencampur aduk tugas negara dengan tugas penegakan hukum," katanya.
Sementara itu, kepada Wapres, Imparsial melaporkan bahwa mereka bekerjasama dengan Eminent Jurists Panel melakukan "public hearing" selama dua hari (6-7/12) dari dua perspektif yakni masyarakat sipil dan dari pihak pemerintah.
Selain itu, sebagai perbandingan juga akan dipaparkan bagaimana pemberantasan terorisme di Filipina, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.
Eminent Jurists Panel (EJP) merupakan lembaga yang dibentuk oleh International Commission of Jurists. EJP terdiri atas delapan orang pakar hukum yang bertugas secara khusus menangani masalah terorisme, penanganannya serta dampaknya terhadap HAM.