Kalina
Moderator
Pergantian musim kemarau ke musim hujan seperti sekarang ini selalu menjadi pemicu munculnya berbagai penyakit menular. Bukan hanya anak-anak yang menjadi sasaran, tetapi juga orang dewasa dan lanjut usia. Imunisasi merupakan satu cara efektif untuk mencegah penularan. Sayangnya, belum semua penyakit bisa dibentengi dengan imunisasi.
Imunisasi adalah pemberian vaksin agar tubuh memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu. Biasanya imunisasi diberikan dengan cara disuntikkan, ada pula yang diteteskan pada mulut. Vaksin merangsang kekebalan tubuh yang nantinya akan melawan kuman penyakit.
"Supaya sedini mungkin tidak tertular penyakit berbahaya, imunisasi sebaiknya dilakukan sejak anak berusia di bawah dua tahun," kata Soedjatmiko SpAK, dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.
Dokter yang juga menjabat sebagai Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini menambahkan, imunisasi sebaiknya juga diberikan kepada orang lanjut usia (lansia).
"Pada balita dan lansia kekebalan tubuhnya lebih lemah dibandingkan orang dewasa," ujar Soedjatmiko.
Pada saat pergantian musim, anak-anak dan lansia sangat rentan terkena penyakit menular, mulai dari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, tifus, demam berdarah dengue (DBD), dan penyakit kulit. Dari kelima penyakit itu, hanya ISPA dan tifus yang sudah bisa dicegah dengan imunisasi. Vaksin DBD sudah lama diteliti di Thailand, tetapi hasilnya belum memuaskan.
ISPA disebabkan bakteri maupun virus, yaitu golongan virus influenza yang dibagi menjadi dua tipe, tipe A dan tipe B. Virus tipe A lebih ganas dibandingkan virus tipe B. Virus H5N1 yang menyebabkan penyakit flu burung misalnya, termasuk dalam golongan virus tipe A. Sementara, bakteri penyebab influenza antara lain Hemofilus influenza tipe B dan Streptokokus pneumonia (pneumokokus).
Baik virus maupun bakteri bisa menyebabkan ISPA berat berupa peradangan paru-paru (pneumonia). Peradangan juga bisa sampai pada selaput otak (meningitis). Oleh karena itu, menurut Soedjatmiko, penangkalan dengan vaksin Hib dan vaksin pneumokokus (PCV/IPD) penting untuk bayi.
Vaksin Hib bisa diberikan sejak bayi berumur dua bulan. Untuk mencapai kekebalan optimal, imunisasi Hib sebaiknya diberikan tiga kali dengan jarak dua bulan. Hib keempat diberikan pada anak berumur 15 bulan. Adapun vaksin pneumokokus (PCV/IPD) bisa diberikan mulai anak umur dua bulan sampai di atas dua tahun.
Soedjatmiko mengungkapkan, penyakit ISPA biasa juga bisa ditekan dengan imunisasi influenza. Pada anak-anak atau orang dewasa yang memiliki alergi atau asma, imunisasi influenza sangat diperlukan.
"Pada anak yang memiliki alergi atau asma, kalau terkena flu biasanya langsung parah. Batuk pileknya cenderung berat dan bisa disertai sesak napas," kata Soedjatmiko.
Vaksin antiinfluenza bisa diberikan sejak bayi berumur enam bulan dan harus diulang setiap satu tahun karena kekebalannya hanya satu tahun. Tipe virus influenza tiap tahun sering berbeda sehingga tipe vaksinnya juga harus disesuaikan. Vaksin influenza yang ada sekarang tidak dapat mencegah flu burung pada manusia.
Relatif mahal
Masih banyak jenis imunisasi lain yang harus diberikan kepada anak-anak. Sampai sekarang, pemerintah mewajibkan setiap anak untuk mendapatkan imunisasi BCG (anti-TBC), hepatitis B, polio, DPT (anti-difteri, pertusis, tetanus), dan campak. Orang dewasa juga bisa mendapatkan imunisasi antitetanus, tapi cukup dengan vaksin TT (tetanus toxoid), bukan DPT.
Imunisasi yang disediakan gratis oleh pemerintah ini biasa disebut dengan imunisasi dasar.
"Pemerintah bisa menyediakan vaksin untuk imunisasi dasar karena harganya tidak terlalu mahal," tutur Soedjatmiko.
Selain imunisasi dasar, imunisasi semacam Hib, pneumokokus (PCV/IPD), influenza, MMR, tifoid, hepatitis A, dan varisela (cacar air) sebaiknya juga diberikan kepada anak-anak. Namun karena harganya relatif mahal, vaksin-vaksin ini masih sulit dijangkau oleh masyarakat kelas bawah.
Harga vaksin yang dianjurkan oleh IDAI berkisar Rp 150.000 sampai Rp 800.000. Vaksin tifus dan vaksin hepatitis A, menurut Soedjatmiko, perlu diberikan kepada anak-anak atau orang dewasa yang sering jajan di tempat-tempat yang kurang bersih. Penularan penyakit ini banyak melalui makanan dan alat-alat makanan yang tercemar kuman.
Soedjatmiko mengungkapkan, saat ini Indonesia sedang bersiap-siap menerima vaksin baru, yaitu vaksin untuk mencegah diare yang disebabkan rotavirus. Vaksin ini belum secara resmi beredar di Indonesia karena masih diteliti di Yogyakarta.
Menurut Soedjatmiko, nantinya juga akan ada vaksin HPV (Human Papiloma Virus) untuk mencegah kanker leher rahim.
"Namun, HPV baru diteliti di Amerika dan Eropa. Di Asia dan Indonesia sedang dijajaki penelitian untuk HPV," tutur Soedjatmiko, Ketua III Pengurus Pusat IDAI.
Bagi yang akan bepergian ke Arab Saudi, untuk beribadah haji misalnya, perlu mendapatkan imunisasi meningokokus yang bisa mencegah radang selaput otak. Bakteri meningokokus, menurut Soedjatmiko, banyak terdapat di negara Afrika, termasuk Arab Saudi. Oleh karena itu, bagi mereka yang akan bepergian ke Afrika sebaiknya mendapatkan imunisasi Meningokokus dan Yellow Fever lebih dulu. (LUSIANA INDRIASARI)
Sumber: Kompas
Imunisasi adalah pemberian vaksin agar tubuh memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu. Biasanya imunisasi diberikan dengan cara disuntikkan, ada pula yang diteteskan pada mulut. Vaksin merangsang kekebalan tubuh yang nantinya akan melawan kuman penyakit.
"Supaya sedini mungkin tidak tertular penyakit berbahaya, imunisasi sebaiknya dilakukan sejak anak berusia di bawah dua tahun," kata Soedjatmiko SpAK, dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.
Dokter yang juga menjabat sebagai Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini menambahkan, imunisasi sebaiknya juga diberikan kepada orang lanjut usia (lansia).
"Pada balita dan lansia kekebalan tubuhnya lebih lemah dibandingkan orang dewasa," ujar Soedjatmiko.
Pada saat pergantian musim, anak-anak dan lansia sangat rentan terkena penyakit menular, mulai dari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, tifus, demam berdarah dengue (DBD), dan penyakit kulit. Dari kelima penyakit itu, hanya ISPA dan tifus yang sudah bisa dicegah dengan imunisasi. Vaksin DBD sudah lama diteliti di Thailand, tetapi hasilnya belum memuaskan.
ISPA disebabkan bakteri maupun virus, yaitu golongan virus influenza yang dibagi menjadi dua tipe, tipe A dan tipe B. Virus tipe A lebih ganas dibandingkan virus tipe B. Virus H5N1 yang menyebabkan penyakit flu burung misalnya, termasuk dalam golongan virus tipe A. Sementara, bakteri penyebab influenza antara lain Hemofilus influenza tipe B dan Streptokokus pneumonia (pneumokokus).
Baik virus maupun bakteri bisa menyebabkan ISPA berat berupa peradangan paru-paru (pneumonia). Peradangan juga bisa sampai pada selaput otak (meningitis). Oleh karena itu, menurut Soedjatmiko, penangkalan dengan vaksin Hib dan vaksin pneumokokus (PCV/IPD) penting untuk bayi.
Vaksin Hib bisa diberikan sejak bayi berumur dua bulan. Untuk mencapai kekebalan optimal, imunisasi Hib sebaiknya diberikan tiga kali dengan jarak dua bulan. Hib keempat diberikan pada anak berumur 15 bulan. Adapun vaksin pneumokokus (PCV/IPD) bisa diberikan mulai anak umur dua bulan sampai di atas dua tahun.
Soedjatmiko mengungkapkan, penyakit ISPA biasa juga bisa ditekan dengan imunisasi influenza. Pada anak-anak atau orang dewasa yang memiliki alergi atau asma, imunisasi influenza sangat diperlukan.
"Pada anak yang memiliki alergi atau asma, kalau terkena flu biasanya langsung parah. Batuk pileknya cenderung berat dan bisa disertai sesak napas," kata Soedjatmiko.
Vaksin antiinfluenza bisa diberikan sejak bayi berumur enam bulan dan harus diulang setiap satu tahun karena kekebalannya hanya satu tahun. Tipe virus influenza tiap tahun sering berbeda sehingga tipe vaksinnya juga harus disesuaikan. Vaksin influenza yang ada sekarang tidak dapat mencegah flu burung pada manusia.
Relatif mahal
Masih banyak jenis imunisasi lain yang harus diberikan kepada anak-anak. Sampai sekarang, pemerintah mewajibkan setiap anak untuk mendapatkan imunisasi BCG (anti-TBC), hepatitis B, polio, DPT (anti-difteri, pertusis, tetanus), dan campak. Orang dewasa juga bisa mendapatkan imunisasi antitetanus, tapi cukup dengan vaksin TT (tetanus toxoid), bukan DPT.
Imunisasi yang disediakan gratis oleh pemerintah ini biasa disebut dengan imunisasi dasar.
"Pemerintah bisa menyediakan vaksin untuk imunisasi dasar karena harganya tidak terlalu mahal," tutur Soedjatmiko.
Selain imunisasi dasar, imunisasi semacam Hib, pneumokokus (PCV/IPD), influenza, MMR, tifoid, hepatitis A, dan varisela (cacar air) sebaiknya juga diberikan kepada anak-anak. Namun karena harganya relatif mahal, vaksin-vaksin ini masih sulit dijangkau oleh masyarakat kelas bawah.
Harga vaksin yang dianjurkan oleh IDAI berkisar Rp 150.000 sampai Rp 800.000. Vaksin tifus dan vaksin hepatitis A, menurut Soedjatmiko, perlu diberikan kepada anak-anak atau orang dewasa yang sering jajan di tempat-tempat yang kurang bersih. Penularan penyakit ini banyak melalui makanan dan alat-alat makanan yang tercemar kuman.
Soedjatmiko mengungkapkan, saat ini Indonesia sedang bersiap-siap menerima vaksin baru, yaitu vaksin untuk mencegah diare yang disebabkan rotavirus. Vaksin ini belum secara resmi beredar di Indonesia karena masih diteliti di Yogyakarta.
Menurut Soedjatmiko, nantinya juga akan ada vaksin HPV (Human Papiloma Virus) untuk mencegah kanker leher rahim.
"Namun, HPV baru diteliti di Amerika dan Eropa. Di Asia dan Indonesia sedang dijajaki penelitian untuk HPV," tutur Soedjatmiko, Ketua III Pengurus Pusat IDAI.
Bagi yang akan bepergian ke Arab Saudi, untuk beribadah haji misalnya, perlu mendapatkan imunisasi meningokokus yang bisa mencegah radang selaput otak. Bakteri meningokokus, menurut Soedjatmiko, banyak terdapat di negara Afrika, termasuk Arab Saudi. Oleh karena itu, bagi mereka yang akan bepergian ke Afrika sebaiknya mendapatkan imunisasi Meningokokus dan Yellow Fever lebih dulu. (LUSIANA INDRIASARI)
Sumber: Kompas