jozz78
New member
“Before Elvis, there was nothing.”
—John Lennon—
TAHUN 2013 tidak hanya dibuka dengan kabar duka anak menteri mengantuk dan menabrakkan mobilnya ke mobil lain dan dua orang tewas karenanya.
Tidak hanya juga oleh banjir besar melanda Jakarta yang mengakibatkan kerugian besar dan belasan orang meninggal. Tapi awal tahun ini kita juga kehilangan seorang legenda musik dangdut Achmad Rafiq atau biasa kita kenal dengan nama A. Rafiq.
A. Rafiq (meninggal Sabtu [19/1] sore akibat serangan jantung dan penyakit diabetes) tentu bukan pencipta musik dangdut. Jenis musik ini tak bisa diketahui siapa penciptanya. Yang jelas, A. Rafiq bolehlah dibilang ikon pria pertama musik dangdut. Rhoma Irama, yang kemudian jadi raja dangdut hingga kini, lahir jadi ikon setelahnya. Before A. Rafiq, there was nothing.
Tentu pula, A. Rafiq bukan penyanyi dangdut pertama negeri ini. Menelusuri sejarahnya, dengan membaca buku Dangdut Stories yang ditulis Andrew N. Weintraub (sudah diterjemahkan tahun 2012) misalnya, Anda akan menemukan dangdut adalah musik hibrida yang merupakan gado-gado dari musik Melayu, Arab, dan India. Dangdut baru menemukan namanya pada dekade 1970-an. Tapi pada 1950-an dan 1960-an apa yang kemudian dinamakan “dangdut” sudah ada. Pada akhir dekade 1960-an, A. Rafiq, bersama Ellya Khadam, menjadi bintang.
Di bukunya, Weintraub mengaitkan kelahiran dangdut bermula dari arah politik rezim Soekarno yang berpaling dari Barat ke Timur. Di tahun 1950-an hingga pertengahan 1960-an, pengaruh budaya pop Barat dari musik dan film sangat terasa. Soekarno berusaha menangkalnya. Seniman musik Indonesia kemudian mengadopsi elemen musik Timur (India, Melayu dan Timur Tengah) agar bisa bertahan hidup di tengah rezim represif (yang melawan rezim dengan tetap berkiblat pada musik Barat, misalnya Koes Bersaudara, dipenjarakan Soekarno).
http://www.iyaa.com/hiburan/gosip/2436641_1271.html
—John Lennon—
TAHUN 2013 tidak hanya dibuka dengan kabar duka anak menteri mengantuk dan menabrakkan mobilnya ke mobil lain dan dua orang tewas karenanya.
Tidak hanya juga oleh banjir besar melanda Jakarta yang mengakibatkan kerugian besar dan belasan orang meninggal. Tapi awal tahun ini kita juga kehilangan seorang legenda musik dangdut Achmad Rafiq atau biasa kita kenal dengan nama A. Rafiq.
A. Rafiq (meninggal Sabtu [19/1] sore akibat serangan jantung dan penyakit diabetes) tentu bukan pencipta musik dangdut. Jenis musik ini tak bisa diketahui siapa penciptanya. Yang jelas, A. Rafiq bolehlah dibilang ikon pria pertama musik dangdut. Rhoma Irama, yang kemudian jadi raja dangdut hingga kini, lahir jadi ikon setelahnya. Before A. Rafiq, there was nothing.
Tentu pula, A. Rafiq bukan penyanyi dangdut pertama negeri ini. Menelusuri sejarahnya, dengan membaca buku Dangdut Stories yang ditulis Andrew N. Weintraub (sudah diterjemahkan tahun 2012) misalnya, Anda akan menemukan dangdut adalah musik hibrida yang merupakan gado-gado dari musik Melayu, Arab, dan India. Dangdut baru menemukan namanya pada dekade 1970-an. Tapi pada 1950-an dan 1960-an apa yang kemudian dinamakan “dangdut” sudah ada. Pada akhir dekade 1960-an, A. Rafiq, bersama Ellya Khadam, menjadi bintang.
Di bukunya, Weintraub mengaitkan kelahiran dangdut bermula dari arah politik rezim Soekarno yang berpaling dari Barat ke Timur. Di tahun 1950-an hingga pertengahan 1960-an, pengaruh budaya pop Barat dari musik dan film sangat terasa. Soekarno berusaha menangkalnya. Seniman musik Indonesia kemudian mengadopsi elemen musik Timur (India, Melayu dan Timur Tengah) agar bisa bertahan hidup di tengah rezim represif (yang melawan rezim dengan tetap berkiblat pada musik Barat, misalnya Koes Bersaudara, dipenjarakan Soekarno).
http://www.iyaa.com/hiburan/gosip/2436641_1271.html