Indonesia Tak Lagi Terkorup di Asia

lelaki

New member
Meski belum sampai tuntas, namun usaha pemberantasan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di Indonesia mulai menunjukan hasil. Menurut hasil survey lembaga pemeringkat yang berbasis di Hongkong, Political and Economic Risk Consultancy (PERC), dalam persepsi pengusaha ekspatriat di Asia, Indonesia tidak lagi dianggap sebagai negara terkorup.

Dalam publikasi hasil survey terhadap 1.500 pengusaha ekspatriat itu, PERC menempatkan Indonesia di urutan kedua bersama Thailand. Sedangkan predikat negara terkorup di Asia, menurut responden survei, adalah Filipina. Pada survey yang sama tahun lalu, Indonesia berada di urutan pertama alias berpredikat negara paling korup di Asia.

Menurut lembaga yang memberikan konsultasi bagi perusahaan dan pemerintah itu, Indonesia mencatat kemajuan yang berarti dalam penindakan terhadap pelaku korupsi. "Ada niat kuat dari pemerintah Indonesia untuk memberantas korupsi, meskipun hasilnya belum terlihat banyak oleh responden," komentar PERC dalam laporan hasil surveinya.

Apa yang dilakukan pemerintah Indonesia, menurut PERC, dinilai lebih baik oleh responden survey dibanding yang dilakukan oleh pemerintah Filipina dan Thailand. "Komitmen Indonesia lebih baik, sedangkan junta militer di Thailand dan pemerintah Filipina masih jalan di tempat," lanjut PERC. Rakyat Filipina dan Thailand, tulis laporan PERC, sudah bosan dengan janji-janji pemerintah untuk memberantas korupsi.

Hasil survey PERC itu mendapat tanggapan dari berbagai pihak. "Saya rasa rating tersebut rasional, karena hingga kini telah banyak kebijakan anti korupsi yang dijalankan di Indonesia ," kata Ketua Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki.

Dihubungi koran ini tadi malam, penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua mengungkapkan bahwa kenaikan tingkat dala survey PERC itu belum berarti apa-apa. "Itu bukan berarti pemberantasan korupsi sudah berhasiL," ujarnya. Meski demikian, diakuinya gebrakan pemberantasan korupsi sudah mulai ada hasilnya.

Sejalan dengan survey PERC, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia menurut surveyTransparency International Indonesia (TII) semakin meningkat tiap tahunnya. Tahun 2005, IPK Indonesia 2,2, pada tahun 2006 mencapai 2,4. "Padahal KPK mentargetkan IPK 2,6 pada tahun 2006," ujar pria paro baya tersebut. Masalahnya, adalah birokrasi yang masih menjadi kendala terbesar dalam usaha pemberantasan korupsi.

Untuk mengikis hambatan-hambatan dalam pemberantasan korupsi perlu ada kemauan politik (political will) dari pemerintah untuk melakukan percepatan reformasi birokrasi. Dunia usaha juga harus berperan dalam mewujudkan birokrasi yang bersih. "Tidak kalah pentingnya adalah peran serta yang berani dari masyarakat dan pers yang tanggap dan profesional," tambahnya.

Ketua KPK Taifiequrachman Ruki juga berpendapat birokrasi yang korup sebagai masalah terbesar usaha pemberantasan korupsi. Hasil survey beberapa lembaga, menurut dia, yang menunjukan kesadaran antikorupsi di Indonesia mulai membaik, diamini Ruki.

Pria kelahiran Rangkasbitung Banten itu menambahkan, pemberantasan korupsi akan maksimal, jika tidak hanya menjadi jargon, namun dilaksanakan secara aktif dan sadar oleh semua elemen masyarakat.

Jika tokoh pemberantasan korupsi di Indonesia menyambut gembira hasil survey PERC, Presiden Filipina Gloria Arroyo justru menolak hasil survey tersebut. Dia mengatakan, data survey itu sudah kadaluwarsa.

"Mereka menggunakan data lama yang sudah tidak akurat," tegas Arroyo. Kepada majalah Business News Asia magazine, Arroyo mengungkapkan, rating utang Filipina kini membaik. Arroyo pun menegaskan, para analis membuat penilaian dari data yang sudah lama.

Constancia de Guzman, kepala komisi antikorupsi yang bekerja untuk Presiden Arroyo menegaskan bahwa pemerintahnya telah melakukan langkah-langkah pemberantasan korupsi. "Pemerintah telah melakukan sesuatu meskipun hasilnya belum maksimal," katanya kepada wartawan
 
Back
Top