ndot_rendys
New member
Dua hari yang lalu gw ketemu dengan salah
seorang
AFI (Akademi Fantasi Indosiar). Selain
lepas
kangen (he..he) gw juga dapat cerita seru dari
kehidupan mereka.
Di balik image mereka yang gemerlap saat manggung
atau
ketika nongol di teve, kehidupan artis AFI sangat
memprihatinkan.
Banyak di antara mereka yang hidup terlilit utang
ratusan juta rupiah. Pasalnya, orang tua mereka
ngutang ke sana-sini buat menggenjot sms
putera-puteri
mereka. Bisa dipastikan tidak ada satu pun
kemenangan
AFI itu yang berasal dari pilihan publik. Kemenangan
mereka ditentukan seberapa besar orang tua mereka
sanggup menghabiskan uang untuk sms. Orang tua Alfin
dan Bojes abis 1 M. Namun mereka orang kaya, biarin
aja.
Yang kasian mah, yang kaga punya duit. Fibri (AFI
2005) yang tereliminasi di minggu-minggu awal kini
punya utang 250 juta. Dia sekarang hidup di sebuah
kos
sederhana di depan Indosiar. Kosnya emang sedikit
mahal RP 500..000. Namun itu dipilih karena
pertimbangan hemat ongkos transportasi. Kos itu
sederhana (masih bagusan kos gw gitu loh), bahkan
kamar mandi pun di luar. Makannya sekali sehari.
Makan
dua kali sehari sudah mewah buat Fibri. Kaga ada
dugem
and kehidupan glamor, lha makan aja susah.
Ada banyak yang seperti Fibri. Sebut saja intan,Nana, Yuke, Eki, dll.
Mereka teikat kontrak ekslusif dengan manajemen
Indosiar. Jadi, kaga bisa cari job di luar Indosiar.
Bayaran di Indonesiar sangat kecil. Lagian pembagian
job manggung sangat tidak adil. Beberapa artis AFI
seperti Jovita dan Pasya kebanjiran job, sementara
yang lain kaga dapat/jarang dapat job. Maklum artisnya
sudah kebanyakan. Makanya buat makan aja mereka susah.
Temen gw malah sering dijadiin tempat buat minjem
duit. Minjemnya bahkan cuma Rp 100.000. Buat makan
gitu loh. Mereka ga berani minjem banyak karena takut ga bisa bayar.
Ini benar-benar proyek yang tidak manusiawi. Para orang tua dan
anak Indonesia dijanjikan ketenaran
dan kekayaan lewat sebuah ajang adu bakat di televisi.
Mereka dikontrak ekslusif selama dua tahun oleh
Indosiar. Namun tidak ada jaminan hidup sama sekali.
Mereka hanya dibayar kalo ada manggung. Itu pun
kecil
sekali, dan tidak menentu. Buruh pabrik yang gajinya
Rp 900.000 jauh lebih sejahtera daripada mereka.
Nah acara ini dan acara sejenis masih banyak,
Pildacil
juga begitu. Kasian orang tua dan anak yang rela
antre
berjam-jam untuk sebuah penipuan seperti ini.
Seorang
anak pernah menangis tersedu-sedu saat tidak lolos
dalam audisi AFI. Padahal dia beruntung. Kalau dia
sampai masuk, bisa dibayangkan betapa dia akan
membuat
orang tuanya punya utang yang melilit pinggang, yang
tidak akan terbayar sampai kontraknya habis.
mungkin ada yang tertarik buat ngangkat cerita itu
ke
media anda? Gw punya nomer kontak mereka. Gaya hidup
mereka yang kontras dengan image publik kayanya
menarik untuk diangkat. Ini juga penting agar
anak-anak dan orang tua di Indonesia kaga tertipu
lebih banyak lagi.
**** SMS MENGGILAAAA ......
Tiap stasiun televisi di Indonesia mempunyai acara
kontes-kontesan.
Tengok saja misalnya AFI, Indonesian Idol, Penghuni
Terakhir,
KDI, Putri Cantrik, dsb.
Sejatinya, tujuan dari acara ini bukan mencari bibit
penyanyi terbaik.
Acara ini hanya sebagai kedok. Bisnis sebenarnya
adalah SMS premium.
Bisnis ini sangat menggiurkan,
lagi pula aman dari jeratan hukum -- setidaknya
sampai saat ini.
Mari kita hitung. Satu kali kirim SMS biayanya
--anggaplah-- Rp 2000.
Uang dua ribu rupiah ini sekitar 60% untuk
penyelenggara SMS Center
(Satelindo, Telkomsel, dsb).
Sisanya yang 40% untuk "******" (penyelenggara) SMS.
Siapa saja bisa jadi ******,
asal punya modal untuk sewa server yang terhubung ke
Internet
nonstop 24 jam per hari dan membuat program
aplikasinya.
Jika dari satu SMS ini "******" mendapat 40%
(artinya sekitar Rp 800),
maka jika yang mengirimkan sebanyak 5% saja dari
total penduduk
Indonesia
(Coba anda hitung, dari 100 orang kawan anda, berapa
yang punya
handphone?
Saya yakin lebih dari 40%), maka ****** ini bisa
meraup uang sebanyak
Rp 80.000.000.000
(baca: Delapan puluh milyar rupiah).
Jika hadiah yang diiming-imingkan adalah ?
rumah senilai 1 milyar, itu artinya ****** hanya
perlu menyisihkan
1,25% dari
keuntungan yang diraupnya sebagai "biaya promosi"!
Dan ingat, satu orang biasanya tidak mengirimkan SMS
hanya sekali.
Masyarakat diminta mengirimkan SMS
sebanyak-banyaknya
agar jagoannya tidak tersisih,
dan "siapa tahu" mendapat hadiah.
Kata "siapa tahu" adalah untung-untungan,
yang mempertaruhkan pulsa handphone.
Pulsa ini dibeli pakai uang.
Artinya : Kuis SMS adalah 100% ****.
Begitu menggiurkannya bisnis ini,
sampai-sampai Nutrisari membuat iklan yang saya
pikir menyesatkan.
Pemirsa televisi diminta menebak, "buka" atau
"sahur",
lalu jawabannya dikirim via SMS.
Ada embel-embel gratis.
Ada kata, "dapatkan handphone..." Saya bilang ini
menyesatkan,
karena pemirsa televisi bisa menyangka :
"Dengan mengirimkan SMS ke nomor sekian yang gratis
(toll free),
saya bisa mendapat handphone gratis".
Kondisi ini sudah sangat menyedihkan.
Bahkan sangat gawat.
Lebih parah daripada zaman Porkas atau SDSB.
Jika dulu, orang untuk bisa berjudi harus mendatangi
agen,
jika dulu zaman jahiliyah orang berjudi dengan anak
panah,
sekarang orang bisa berjudi,
hanya dengan beberapa ketukan jari di pesawat
handphone!
Last edited by Ravie poetra : 19-02-2008 at 07:46 PM.
seorang
AFI (Akademi Fantasi Indosiar). Selain
lepas
kangen (he..he) gw juga dapat cerita seru dari
kehidupan mereka.
Di balik image mereka yang gemerlap saat manggung
atau
ketika nongol di teve, kehidupan artis AFI sangat
memprihatinkan.
Banyak di antara mereka yang hidup terlilit utang
ratusan juta rupiah. Pasalnya, orang tua mereka
ngutang ke sana-sini buat menggenjot sms
putera-puteri
mereka. Bisa dipastikan tidak ada satu pun
kemenangan
AFI itu yang berasal dari pilihan publik. Kemenangan
mereka ditentukan seberapa besar orang tua mereka
sanggup menghabiskan uang untuk sms. Orang tua Alfin
dan Bojes abis 1 M. Namun mereka orang kaya, biarin
aja.
Yang kasian mah, yang kaga punya duit. Fibri (AFI
2005) yang tereliminasi di minggu-minggu awal kini
punya utang 250 juta. Dia sekarang hidup di sebuah
kos
sederhana di depan Indosiar. Kosnya emang sedikit
mahal RP 500..000. Namun itu dipilih karena
pertimbangan hemat ongkos transportasi. Kos itu
sederhana (masih bagusan kos gw gitu loh), bahkan
kamar mandi pun di luar. Makannya sekali sehari.
Makan
dua kali sehari sudah mewah buat Fibri. Kaga ada
dugem
and kehidupan glamor, lha makan aja susah.
Ada banyak yang seperti Fibri. Sebut saja intan,Nana, Yuke, Eki, dll.
Mereka teikat kontrak ekslusif dengan manajemen
Indosiar. Jadi, kaga bisa cari job di luar Indosiar.
Bayaran di Indonesiar sangat kecil. Lagian pembagian
job manggung sangat tidak adil. Beberapa artis AFI
seperti Jovita dan Pasya kebanjiran job, sementara
yang lain kaga dapat/jarang dapat job. Maklum artisnya
sudah kebanyakan. Makanya buat makan aja mereka susah.
Temen gw malah sering dijadiin tempat buat minjem
duit. Minjemnya bahkan cuma Rp 100.000. Buat makan
gitu loh. Mereka ga berani minjem banyak karena takut ga bisa bayar.
Ini benar-benar proyek yang tidak manusiawi. Para orang tua dan
anak Indonesia dijanjikan ketenaran
dan kekayaan lewat sebuah ajang adu bakat di televisi.
Mereka dikontrak ekslusif selama dua tahun oleh
Indosiar. Namun tidak ada jaminan hidup sama sekali.
Mereka hanya dibayar kalo ada manggung. Itu pun
kecil
sekali, dan tidak menentu. Buruh pabrik yang gajinya
Rp 900.000 jauh lebih sejahtera daripada mereka.
Nah acara ini dan acara sejenis masih banyak,
Pildacil
juga begitu. Kasian orang tua dan anak yang rela
antre
berjam-jam untuk sebuah penipuan seperti ini.
Seorang
anak pernah menangis tersedu-sedu saat tidak lolos
dalam audisi AFI. Padahal dia beruntung. Kalau dia
sampai masuk, bisa dibayangkan betapa dia akan
membuat
orang tuanya punya utang yang melilit pinggang, yang
tidak akan terbayar sampai kontraknya habis.
mungkin ada yang tertarik buat ngangkat cerita itu
ke
media anda? Gw punya nomer kontak mereka. Gaya hidup
mereka yang kontras dengan image publik kayanya
menarik untuk diangkat. Ini juga penting agar
anak-anak dan orang tua di Indonesia kaga tertipu
lebih banyak lagi.
**** SMS MENGGILAAAA ......
Tiap stasiun televisi di Indonesia mempunyai acara
kontes-kontesan.
Tengok saja misalnya AFI, Indonesian Idol, Penghuni
Terakhir,
KDI, Putri Cantrik, dsb.
Sejatinya, tujuan dari acara ini bukan mencari bibit
penyanyi terbaik.
Acara ini hanya sebagai kedok. Bisnis sebenarnya
adalah SMS premium.
Bisnis ini sangat menggiurkan,
lagi pula aman dari jeratan hukum -- setidaknya
sampai saat ini.
Mari kita hitung. Satu kali kirim SMS biayanya
--anggaplah-- Rp 2000.
Uang dua ribu rupiah ini sekitar 60% untuk
penyelenggara SMS Center
(Satelindo, Telkomsel, dsb).
Sisanya yang 40% untuk "******" (penyelenggara) SMS.
Siapa saja bisa jadi ******,
asal punya modal untuk sewa server yang terhubung ke
Internet
nonstop 24 jam per hari dan membuat program
aplikasinya.
Jika dari satu SMS ini "******" mendapat 40%
(artinya sekitar Rp 800),
maka jika yang mengirimkan sebanyak 5% saja dari
total penduduk
Indonesia
(Coba anda hitung, dari 100 orang kawan anda, berapa
yang punya
handphone?
Saya yakin lebih dari 40%), maka ****** ini bisa
meraup uang sebanyak
Rp 80.000.000.000
(baca: Delapan puluh milyar rupiah).
Jika hadiah yang diiming-imingkan adalah ?
rumah senilai 1 milyar, itu artinya ****** hanya
perlu menyisihkan
1,25% dari
keuntungan yang diraupnya sebagai "biaya promosi"!
Dan ingat, satu orang biasanya tidak mengirimkan SMS
hanya sekali.
Masyarakat diminta mengirimkan SMS
sebanyak-banyaknya
agar jagoannya tidak tersisih,
dan "siapa tahu" mendapat hadiah.
Kata "siapa tahu" adalah untung-untungan,
yang mempertaruhkan pulsa handphone.
Pulsa ini dibeli pakai uang.
Artinya : Kuis SMS adalah 100% ****.
Begitu menggiurkannya bisnis ini,
sampai-sampai Nutrisari membuat iklan yang saya
pikir menyesatkan.
Pemirsa televisi diminta menebak, "buka" atau
"sahur",
lalu jawabannya dikirim via SMS.
Ada embel-embel gratis.
Ada kata, "dapatkan handphone..." Saya bilang ini
menyesatkan,
karena pemirsa televisi bisa menyangka :
"Dengan mengirimkan SMS ke nomor sekian yang gratis
(toll free),
saya bisa mendapat handphone gratis".
Kondisi ini sudah sangat menyedihkan.
Bahkan sangat gawat.
Lebih parah daripada zaman Porkas atau SDSB.
Jika dulu, orang untuk bisa berjudi harus mendatangi
agen,
jika dulu zaman jahiliyah orang berjudi dengan anak
panah,
sekarang orang bisa berjudi,
hanya dengan beberapa ketukan jari di pesawat
handphone!
Last edited by Ravie poetra : 19-02-2008 at 07:46 PM.