Infotainment Tak Perlu Sensor LSF, Perketat Pengawasan Redaksi

sakradeva

New member
Jakarta - Jika usulan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) disetujui, maka infotainment akan disensor LSF sebelum ditayangkan. Hal ini dinilai tidak perlu dilakukan. Namun perlu ada pengawasan yang ketat dari internal redaksi sebelum sebuah acara bisa ditayangkan.

"Sensor itu cara-cara lama. jangan biarkan cara-cara lama digunakan kembali," ujar Sosiolog Musni Umar kepada detikcom, Jumat (9/7/2010).

Musni menilai walau kadang mengundang kontroversi, tayangan infotainment bisa juga menjadi pelajaran. Contohnya dalam kasus video porno artis, ada efek jera yang bisa diambil.

"Ini jadi pelajaran juga. Setelah ramai-ramai diberitakan, mana ada yang mau dipidana karena kasus video porno," tambah dia.

Menurut Musni, daripada lembaga sensor yang berperan, justru pengawasan internal yang harus lebih berperan. Jika ada tayangan yang dinilai melanggar norma-norma di masyarakat, maka redaksi harus tegas bahwa program tersebut disensor atau dilarang tayang.

"Kalau sensor di luar dijalankan, nantinya bukan kebaikan yang didapat, tapi justru pengekangan akan terjadi," tegasnya.
sumber
 
Bls: Infotainment Tak Perlu Sensor LSF, Perketat Pengawasan Redaksi

LBH Pers: Infotainment Memang Bukan Produk Jurnalistik


Jakarta - Dalam Rakornas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) muncul usulan untuk memasukan infotainment dan reality show sebagai golongan tayangan di luar berita (nonfaktual). LBH Pers pun menyambut baik usulan ini.

"Infotainment dan reality show memang bukan produk jurnalistik," ujar pengurus dan advokat LBH Pers, Azas Tigor Nainggolan, kepada detikcom, Jumat (9/7/2010).

Tigor menambahkan saat ini tayangan infotainment dan reality show tidak ada manfaatnya sama sekali. Beberapa berita yang ditayangkan infotainment malah menimbulkan keresahan di masyarakat.

"Produk-produknya tidak mendidik," papar Tigor.

Namun Tigor tidak setuju jika infotainment harus melalui lembaga sensor film. Menurutnya penyensoran tidak perlu dilakukan karena ditakutkan penyensoran akan berkembang menjadi penyensoran tayangan faktual.

"Sekarang sensor hanya pada infotainment, tapi nanti bisa saja berkembang berita-berita aktual yang disensor," tambahnya.

LBH Pers pun menilai lebih baik mengeluarkan imbauan pada stasiun TV agar tidak menayangkan infotainment. Atau menerapkan standar yang ketat di dalam redaksi sebelum program itu ditayangkan.

"Kita imbau agar redaksi televisi tidak menayangkan infotainment," tegasnya.

Sebelumnya, usulan infotainment dikategorikan sebagai tayangan di luar berita (nonfaktual) muncul di Rakornas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Bandung pekan ini. Usulan ini muncul karena infotainment sering melanggar aturan jurnalistik.

"Beberapa tidak mematuhi kode etik. Mereka (infotainment) banyak melanggar privasi, mencampuradukkan fakta dan opini," kata Wakil Ketua KPI Nina Muthmainnah saat berbincang dengan detikcom, Jumat (9/7/2010). Bila usulan ini sukses, maka LSF akan menyensor tayangan infotainment sebelum tayang, tidak seperti yang berlaku sekarang ini.

sumber
 
Bls: Infotainment Tak Perlu Sensor LSF, Perketat Pengawasan Redaksi

AJI Usul Ada Lembaga Monitor Infotainment


Jakarta - Usulan infotainment dikategorikan sebagai tayangan di luar berita (nonfaktual) muncul di Rakornas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Bandung. Jika usulan ini lolos, maka infotainment harus melewati lembaga sensor film sebelum ditayangkan. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pun mengusulkan ada satu lembaga yang khusus memonitor infotainment.

"AJI mengusulkan ada satu lembaga atau badan yang khusus memonitor tayangan-tayangan infotainment," ujar Ketua AJI, Nezar Patria kepada detikcom, Jumat (10/7/2010).

Nezar menjelaskan badan ini bisa terdiri dari KPI, Dewan Pers dan LSM pemerhati media. Namun AJI tidak setuju jika sensor ini dilakukan oleh Lembaga Sensor Film (LSF) yang sudah ada.

"Jika lewat LSF prosesnya sangat panjang dan birokrasinya akan rumit. Ini berhubungan dengan waktu penayangan. Tayangan infotainment kan ratusan, waktunya bisa sangat panjang," beber Nezar.

AJI menyambut baik usulan KPI ini. Menurut Nezar, pihaknya pun merasa resah dengan tayangan infotainment akhir-akhir ini.

"Alangkah lebih baik KPI dan Dewan Pers membentuk badan khusus untuk infotainment. Tugasnya mereview, dan melakukan evaluasi terhadap tayangan yang menabrak koridor norma-norma yang berlaku," tegas Nezar.

sumber
 
Back
Top