Lima mahasiswa Teknobiomedik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, yaitu Evlyn Anggraini Santoso, Fulky A’yunni, Fathania Nabilla, Novita Putri Rahayu, dan Adita Wardani Rahmania, berhasil melakukan inovasi dalam penelitiannya yaitu membuat membran dialyzer (membran untuk cuci darah/hemodialisa) yang memiliki sifat antibakteri.
Terapi hemodialisa (HD) merupakan pengobatan terbanyak yang dipilih penderita gagal ginjal kronik. Berdasarkan survei berbagai pusat hemodialisis, di Indonesia terdapat 30,7% pasien per juta penduduk yang memerlukan hemodialisis. Akses vaskuler yang rutin dilakukan setiap menjalani HD bisa mengakibatkan kondisi bakterimia dan infeksi yang dapat menurunkan kualitas hidup pasien dan berakhir pada kematian. Selain akses vaskuler, infeksi yang disebabkan bakteri bisa berasal dari cairan dialisat, penggunaan reuse dialyzer, pengolahan air pada pusat dialisis, dan mesin dialisis.
Sedangkan membran dialyzer selama ini yang digunakan tidak memiliki sifat antibakteri. Padahal ketika proses berlangsungnya pengobatan HD banyak faktor yang memungkinkan bakteri dari luar itu masuk dan menyebabkan infeksi, sehingga berdampak pada menurunnya kadar albumin. Presentase terjadinya infeksi dalam waktu dibawah satu bulan sebesar 15%, 1-12 bulan 44%, dan di atas 1 tahun 41%. Terjadinya infeksi ini disebabkan karena patogen gram positif sebesar 97% kasus, terutama oleh bakteri Staphylococcus aureus (60%) dan Staphylococcus epidermis (22%).
Oleh karena itulah, dibawah bimbingan Dr. Prihartini Widiyanti, drg., M.Kes., mahasiswa tersebut mencoba membuat membran dialyzer untuk terapi hemodialisa yang memiliki sifat antibakteri, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal.
“Kami mencoba membuat membran dialyzer yang terbuat dari bahan polyurethane, citric acid dan polyethersulfon untuk kemudian ditambahkan kitosan untuk memunculkan sifat antibakterinya. Kitosan merupakan bahan alam yang dikenal memiliki sifat antibakteri tinggi, mudah ditemukan, dan harga yang tidak terlalu mahal,” ujar Evlyn Anggraini Santoso, ketua kelompok.
Membran dialyzer yang selesai dicetak dalam dua bentuk flat (datar) dan hollow fiber kemudian dicelupkan dalam larutan kitosan dan disimpan selama 24 jam pada suhu 4°C. Setelah itu dicuci menggunakan larutan PBS dan dilakukan sterilisasi dengan direndam dalam glutaraldehid selama 30 menit.
Penelitian yang dikemas dalam judul “Biokomposit Inovatif Berbasis Citric Acid-Polyurethane-Chitosan sebagai Kandidat Membran Dialyzer Antibakteri” berhasil menarik perhatian Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemenristek Dikti, yang kemudian memberi dana pengembangan penelitian melalui Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKM-PE).
Hasil penelitian ini telah diuji dengan uji antibakteri menggunakan bakteri Staphylococcus aureus dan didapatkan hasil diameter zona bening disekitar cakram sekitar 6,946-11,086 mm. Hal ini menunjukkan bahwa sampel membran dialyzer telah memiliki sifat antibakteri. Aktivitas antibakteri dari kitosan berasal dari gugus fungsional amina yang dapat membentuk ikatan dengan dinding sel bakteri dan bakteri akan lisis.
Hasil uji FTIR menunjukkan ditemukannya gugus fungsi kitosan N-H/ O-H (amina dan hidroksil) yang penyusun kitosan. Hasil pengukuran pori membran telah dilakukan menggunakan uji SEM dan diperoleh ukuran pori sebesar 0,944 µm, hasil ini sesuai dengan ukuran pori membran filtrasi.
Selain itu juga telah dilakukan uji hemolisis untuk mengetahui sifat material apabila berkontak langsung dengan darah. Apabila presentase hemolisis dibawah 5% maka sampel dianggap aman untuk kontak dengan darah. Dari hasil uji tersebut kelima sampel menunjukkan presentase hemolisis kurang dari 5% sehingga aman digunakan untuk proses hemodialisa.
Terapi hemodialisa (HD) merupakan pengobatan terbanyak yang dipilih penderita gagal ginjal kronik. Berdasarkan survei berbagai pusat hemodialisis, di Indonesia terdapat 30,7% pasien per juta penduduk yang memerlukan hemodialisis. Akses vaskuler yang rutin dilakukan setiap menjalani HD bisa mengakibatkan kondisi bakterimia dan infeksi yang dapat menurunkan kualitas hidup pasien dan berakhir pada kematian. Selain akses vaskuler, infeksi yang disebabkan bakteri bisa berasal dari cairan dialisat, penggunaan reuse dialyzer, pengolahan air pada pusat dialisis, dan mesin dialisis.
Sedangkan membran dialyzer selama ini yang digunakan tidak memiliki sifat antibakteri. Padahal ketika proses berlangsungnya pengobatan HD banyak faktor yang memungkinkan bakteri dari luar itu masuk dan menyebabkan infeksi, sehingga berdampak pada menurunnya kadar albumin. Presentase terjadinya infeksi dalam waktu dibawah satu bulan sebesar 15%, 1-12 bulan 44%, dan di atas 1 tahun 41%. Terjadinya infeksi ini disebabkan karena patogen gram positif sebesar 97% kasus, terutama oleh bakteri Staphylococcus aureus (60%) dan Staphylococcus epidermis (22%).
Oleh karena itulah, dibawah bimbingan Dr. Prihartini Widiyanti, drg., M.Kes., mahasiswa tersebut mencoba membuat membran dialyzer untuk terapi hemodialisa yang memiliki sifat antibakteri, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal.
“Kami mencoba membuat membran dialyzer yang terbuat dari bahan polyurethane, citric acid dan polyethersulfon untuk kemudian ditambahkan kitosan untuk memunculkan sifat antibakterinya. Kitosan merupakan bahan alam yang dikenal memiliki sifat antibakteri tinggi, mudah ditemukan, dan harga yang tidak terlalu mahal,” ujar Evlyn Anggraini Santoso, ketua kelompok.
Membran dialyzer yang selesai dicetak dalam dua bentuk flat (datar) dan hollow fiber kemudian dicelupkan dalam larutan kitosan dan disimpan selama 24 jam pada suhu 4°C. Setelah itu dicuci menggunakan larutan PBS dan dilakukan sterilisasi dengan direndam dalam glutaraldehid selama 30 menit.
Penelitian yang dikemas dalam judul “Biokomposit Inovatif Berbasis Citric Acid-Polyurethane-Chitosan sebagai Kandidat Membran Dialyzer Antibakteri” berhasil menarik perhatian Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemenristek Dikti, yang kemudian memberi dana pengembangan penelitian melalui Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKM-PE).
Hasil penelitian ini telah diuji dengan uji antibakteri menggunakan bakteri Staphylococcus aureus dan didapatkan hasil diameter zona bening disekitar cakram sekitar 6,946-11,086 mm. Hal ini menunjukkan bahwa sampel membran dialyzer telah memiliki sifat antibakteri. Aktivitas antibakteri dari kitosan berasal dari gugus fungsional amina yang dapat membentuk ikatan dengan dinding sel bakteri dan bakteri akan lisis.
Hasil uji FTIR menunjukkan ditemukannya gugus fungsi kitosan N-H/ O-H (amina dan hidroksil) yang penyusun kitosan. Hasil pengukuran pori membran telah dilakukan menggunakan uji SEM dan diperoleh ukuran pori sebesar 0,944 µm, hasil ini sesuai dengan ukuran pori membran filtrasi.
Selain itu juga telah dilakukan uji hemolisis untuk mengetahui sifat material apabila berkontak langsung dengan darah. Apabila presentase hemolisis dibawah 5% maka sampel dianggap aman untuk kontak dengan darah. Dari hasil uji tersebut kelima sampel menunjukkan presentase hemolisis kurang dari 5% sehingga aman digunakan untuk proses hemodialisa.