lala_lulu
New member
Pemerintah akhirnya menyetujui kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada Juli 2010 untuk semua pelanggan kecuali golongan rumah tangga berdaya 430-900 VA. Adapun kenaikan TDL ini dilakukan konon katanya untuk menutupi kekurangan subsidi listrik. Kenaikan TDL ini sudah dapat dipastikan akan mengakibatkan kenaikan harga-harga barang kebutuhan.
Hal mi tentu akan dirasakan juga oleh semua orang, termasuk pelanggan listrik berdaya 450-900VA , ini pasti sangat berat sebab sebagian besar mereka—kalau tidak seluruhnya—berpenghasilan minim.
Kalangan industri juga akan merasakan dampak kenaikanTflL itu meski tingkat bervariasi. Bagi industri, solusi menaikkan harga jual produksi hampir tidak mungkin karena daya saing produksi akan kalah dibandingkan dengan produk lain terutama impor. Karena itu, agar bisa bertahan, yang paling mungkin adalah mengurangi produksi atau memangkas biaya lain, dan ujung-ujungnya adalah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Lagi-lagi, kelompok masyarakat kecil yang harus menanggung akibatnya.
Di sisi lain karena Perusahaan Listrik Negara sudah menjamin mulai 1 Juli tidak akan ada lagi pemadaman listrik bergilir, PLN harus menambah pasokan bahan bakar minyak (BBM) sehingga pengeluaran pun bertambah bengkak. Penambahan penggunaan BBM itu karena minimnya pasokan gas yang diterima PLN. Gas produksi dalam negeri justru lebih banyak diekspor dalam kontrak jangka panjang pada pihak swasta atau asing. Akibat itu, pemerintah tidak bisa sepenuhnya mengelola gas itu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sungguh ironis, gas milik kita yang sangat kita butuhkan dijual ke luar negeri,bahkan ada yang dengan harga murah, sementara industri dalam negeri kesulitan termasuk PLN dan kita harus mengimpor BBM dengan harga mahal. Hal ini akibat undang-undang yang dibuat oleh DPR yaitu Undang-Undang (UU) No 22/2001 tentang Migas. Dengan demikian, di dalam sistem demokrasi sesungguhnya menjadi penjahat yang mengatasnamakan rakyat untuk merampok harta rakyat.
Sumber : Sindo
Hal mi tentu akan dirasakan juga oleh semua orang, termasuk pelanggan listrik berdaya 450-900VA , ini pasti sangat berat sebab sebagian besar mereka—kalau tidak seluruhnya—berpenghasilan minim.
Kalangan industri juga akan merasakan dampak kenaikanTflL itu meski tingkat bervariasi. Bagi industri, solusi menaikkan harga jual produksi hampir tidak mungkin karena daya saing produksi akan kalah dibandingkan dengan produk lain terutama impor. Karena itu, agar bisa bertahan, yang paling mungkin adalah mengurangi produksi atau memangkas biaya lain, dan ujung-ujungnya adalah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Lagi-lagi, kelompok masyarakat kecil yang harus menanggung akibatnya.
Di sisi lain karena Perusahaan Listrik Negara sudah menjamin mulai 1 Juli tidak akan ada lagi pemadaman listrik bergilir, PLN harus menambah pasokan bahan bakar minyak (BBM) sehingga pengeluaran pun bertambah bengkak. Penambahan penggunaan BBM itu karena minimnya pasokan gas yang diterima PLN. Gas produksi dalam negeri justru lebih banyak diekspor dalam kontrak jangka panjang pada pihak swasta atau asing. Akibat itu, pemerintah tidak bisa sepenuhnya mengelola gas itu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sungguh ironis, gas milik kita yang sangat kita butuhkan dijual ke luar negeri,bahkan ada yang dengan harga murah, sementara industri dalam negeri kesulitan termasuk PLN dan kita harus mengimpor BBM dengan harga mahal. Hal ini akibat undang-undang yang dibuat oleh DPR yaitu Undang-Undang (UU) No 22/2001 tentang Migas. Dengan demikian, di dalam sistem demokrasi sesungguhnya menjadi penjahat yang mengatasnamakan rakyat untuk merampok harta rakyat.
Sumber : Sindo