Ironis, 4 Desa Lumbung Padi Tak Nikmati Nasi

Dipi76

New member
Ketahanan Pangan
Ironis, 4 Desa Lumbung Padi Tak Nikmati Nasi
K23-11 | Glori K. Wadrianto | Kamis, 12 Mei 2011 | 09:08 WIB

0550538620X310.jpg


BANTAENG, KOMPAS.com - Sejak puluhan tahun, empat desa di Kecamatan Eremerasa, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan tidak lagi menikmati nasi sebagai makanan pokok sehari-hari. Padahal, Kabupaten Bantaeng merupakan lumbung padi di Sulawesi Selatan.

Sebagai pengganti beras, setiap harinya warga terpaksa menggunakan jagung kuning sebagai makanan pokok mereka. "Sejak lahir saya tidak pernah makan nasi, karena orang tua saya tidak punya banyak uang untuk membeli beras. Sebagai gantinya jagung kuning ini kami giling lalu dimasak seperti nasi," cerita Aminang kepada Kompas.com saat bertandang ke rumah di Desa Pambumbungan, Rabu (11/5/2011) siang.

Sambil mengupas-ngupas kulit jagung untuk persiapkan makan malam, perempuan setengah baya ini mengatakan mereka baru bisa makan nasi ketika memiliki uang berlebih untuk membeli beras di pasar, atau menikmati pembagian beras miskin (raskin) yang dikirimkan oleh pemerintah setempat.

Selain beras, daging ikan pun juga tidak pernah dinikmati warga yang bermukim di kaki gunung Bawakaraeng. Pasalnya, penghasilan sebagai petani sayuran tidak sama dengan petani-petani lainnya yang berada di kecamatan tetangga.

"Ke empat desa yang sampai saat ini belum menikmati beras adalah Desa Pambumbungan, Desa Kampala, Desa Parangloe dan Desa Kayuloe," kata Sekertaris Desa Pabumbungan, Hamid.

Hamid menjelaskan, hal itu disebabkan tidak adanya lahan sawah ataupun tambak sebab lahan yang mereka tinggali memiliki kemiringan sekitar 30 sampai 40 derajat dan tanahnya dipenuhi dengan bebatuan.

Sekitar 700 sampai 1100 Sehingga warga hanya bisa menanam sayur mayur seperti labu, ubi jalar, kol dan jagung. Namun hasil kebun itu tidak sebagus yang diharapkan. Sehingga kebanyakan warga tidak dapat menjual sayur mayur mereka ke pasar. Mereka dapat menjual kepada pembeli dengan harga paling murah.

"Selain dijadikan nasi sebagai pengganti beras, sebagian jagung kuning juga diberi kepada ternak-ternak mereka. Memang lahan di sini agak susah untuk bercocok tanam, apalagi harus buat sawah ataupun tambak karena di sini memiliki ketinggian sekitar 700 hingga 1100 dari permukaan laut," jelas Hamid.



sumber: kompas



-dipi-
 
Back
Top