Kalina
Moderator
Soal Klaim Sukses SBY
JAKARTA - Klaim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang keberhasilannya menyelesaikan sebelas persoalan warisan pemerintah masa lalu mendapat respons beragam dari Senayan.
Mantan Ketua Pansus RUU Pemerintahan Aceh Ferry Mursyidan Baldan mengatakan bahwa kinerja pemerintah di Aceh memang menunjukkan hasil yang signifikan. Meski demikian, Ferry menilai bahwa keberhasilan itu merupakan hasil kerja kolektif, yang tidak semata-mata hasil kerja pemerintah. "Ini sulit diklaim secara sepihak karena ini hasil kerja kolektif pemerintah yang juga di-back up parlemen dan tentu juga melibatkan banyak pihak lain," ujar mantan ketua Pansus Penyelenggara Pemilu itu kemarin.
Anggota Komisi II DPR itu juga menyayangkan pernyataan presiden yang seakan membuat garis demarkasi perjalanan pemerintahan bangsa ini. "Itu semua persoalan bangsa bersama, tidak perlu merasa terwarisi," tuturnya. Dengan begitu, semua pihak bisa tersadarkan untuk menyelesaikan setiap persoalan bangsa yang ada di depan mata, tanpa harus menyalahkan perjalanan sejarah masa lalu.
Ferry menyarankan kepada presiden supaya titik acuan yang dijadikan standardisasi keberhasilan kerja pemerintahannya hendaknya disesuaikan dengan prioritas program yang pernah dijanjikan saat kampanye. "Setelah mendaftar sudah atau belum terlaksana janji-janji kampanye dahulu, baru bisa kita bicara tentang keberhasilan," katanya.
Seperti diberitakan, Presiden SBY saat berpidato di hadapan 1.036 legislator Partai Demokrat di Hotel Sahid Minggu (04 Maret) mengatakan bahwa pemerintahannya telah menyelesaikan sebelas masalah warisan pemerintahan masa lalu. Kesebelas persoalan itu, antara lain, konflik Aceh, Papua, tudingan pelanggaran HAM Timor Leste, APBN yang terlalu banyak subsidi, embargo militer Amerika Serikat dan Uni Eropa, utang IMF, Dipasena, ancaman arbitrase Cemex, status quo Karaha Bodas, ExxonMobile-Pertamina, dan Texmaco.
Terkait sejumlah klaim tuntasnya masalah warisan masa lalu di sektor ekonomi, pengamat ekonomi dari INDEF Iman Sugama tidak menyangkal semua pencapaian yang disampaikan SBY itu. "Tapi, apa gunanya itu semua bila ternyata tidak ada manfaat yang dirasakan rakyat," katanya.
Dia lantas mencontohkan, naiknya harga-harga, semakin tingginya angka kemiskinan, dan pengangguran. Menurut dia, klaim SBY tentang tuntasnya utang kepada IMF juga sangat tidak tepat. Sebab, lunasnya utang itu sepenuhnya merupakan prestasi Bank Indonesia. "Uang yang kita utang dari IMF itu memang dari dulu nggak pernah dipakai alias ngendon di BI," ujarnya.
Iman menegaskan bahwa utang kepada IMF itulah yang disebut dengan standby loan. Artinya, kita memperoleh utang, tapi nggak bisa menggunakan kecuali cadangan devisa negara telah habis. "Jadi, dikembalikan dari dulu juga bisa, asal ada kemauan politik. Kalau SBY bergerak kan karena ada tekanan politik dari LSM-LSM," tandasnya.
Mengenai APBN yang diklaim telah sehat juga turut dipermasalahkan. Iman menilai, APBN masih jauh dari ideal. Di sana-sini terjadi fenomena APBN bodong. "Banyak terjadi penggelembungan dan hal-hal yang tidak perlu pun diada-adakan. Justru APBN kita itu tidak efisien," katanya.
JAKARTA - Klaim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang keberhasilannya menyelesaikan sebelas persoalan warisan pemerintah masa lalu mendapat respons beragam dari Senayan.
Mantan Ketua Pansus RUU Pemerintahan Aceh Ferry Mursyidan Baldan mengatakan bahwa kinerja pemerintah di Aceh memang menunjukkan hasil yang signifikan. Meski demikian, Ferry menilai bahwa keberhasilan itu merupakan hasil kerja kolektif, yang tidak semata-mata hasil kerja pemerintah. "Ini sulit diklaim secara sepihak karena ini hasil kerja kolektif pemerintah yang juga di-back up parlemen dan tentu juga melibatkan banyak pihak lain," ujar mantan ketua Pansus Penyelenggara Pemilu itu kemarin.
Anggota Komisi II DPR itu juga menyayangkan pernyataan presiden yang seakan membuat garis demarkasi perjalanan pemerintahan bangsa ini. "Itu semua persoalan bangsa bersama, tidak perlu merasa terwarisi," tuturnya. Dengan begitu, semua pihak bisa tersadarkan untuk menyelesaikan setiap persoalan bangsa yang ada di depan mata, tanpa harus menyalahkan perjalanan sejarah masa lalu.
Ferry menyarankan kepada presiden supaya titik acuan yang dijadikan standardisasi keberhasilan kerja pemerintahannya hendaknya disesuaikan dengan prioritas program yang pernah dijanjikan saat kampanye. "Setelah mendaftar sudah atau belum terlaksana janji-janji kampanye dahulu, baru bisa kita bicara tentang keberhasilan," katanya.
Seperti diberitakan, Presiden SBY saat berpidato di hadapan 1.036 legislator Partai Demokrat di Hotel Sahid Minggu (04 Maret) mengatakan bahwa pemerintahannya telah menyelesaikan sebelas masalah warisan pemerintahan masa lalu. Kesebelas persoalan itu, antara lain, konflik Aceh, Papua, tudingan pelanggaran HAM Timor Leste, APBN yang terlalu banyak subsidi, embargo militer Amerika Serikat dan Uni Eropa, utang IMF, Dipasena, ancaman arbitrase Cemex, status quo Karaha Bodas, ExxonMobile-Pertamina, dan Texmaco.
Terkait sejumlah klaim tuntasnya masalah warisan masa lalu di sektor ekonomi, pengamat ekonomi dari INDEF Iman Sugama tidak menyangkal semua pencapaian yang disampaikan SBY itu. "Tapi, apa gunanya itu semua bila ternyata tidak ada manfaat yang dirasakan rakyat," katanya.
Dia lantas mencontohkan, naiknya harga-harga, semakin tingginya angka kemiskinan, dan pengangguran. Menurut dia, klaim SBY tentang tuntasnya utang kepada IMF juga sangat tidak tepat. Sebab, lunasnya utang itu sepenuhnya merupakan prestasi Bank Indonesia. "Uang yang kita utang dari IMF itu memang dari dulu nggak pernah dipakai alias ngendon di BI," ujarnya.
Iman menegaskan bahwa utang kepada IMF itulah yang disebut dengan standby loan. Artinya, kita memperoleh utang, tapi nggak bisa menggunakan kecuali cadangan devisa negara telah habis. "Jadi, dikembalikan dari dulu juga bisa, asal ada kemauan politik. Kalau SBY bergerak kan karena ada tekanan politik dari LSM-LSM," tandasnya.
Mengenai APBN yang diklaim telah sehat juga turut dipermasalahkan. Iman menilai, APBN masih jauh dari ideal. Di sana-sini terjadi fenomena APBN bodong. "Banyak terjadi penggelembungan dan hal-hal yang tidak perlu pun diada-adakan. Justru APBN kita itu tidak efisien," katanya.