serigalahitam
New member
Laki-laki boleh berbangga sebagai makhluk yang superior. Namun, khusus urusan patah hati, superioritas laki-laki mendadak hilang dan segera merasakan dampak psikologis yang begitu berat. Sejatinya, kondisi itu juga dirasakan kaum hawa, tapi tidak separah yang dirasakan kaum adam.
Perkembangan peradaban mengubah kondisi psikologis pria menjadi lebih sensitif ketika berbicara tentang hubungan. Di awal abad ke-20 misalnya, peneliti menemukan pria cenderung sulit menjalin hubungan dan kerap mengalami pasang surut hubungan ketimbang perempuan. Peneliti menduga, kecenderungan itu disebabkan perempuan memiliki hubungan yang lebih dekat dengan teman dan keluarga. Sedangkan pria cenderung nyaman bersama pasangannya ketimbang teman atau keluarga.
Pakar sosiologi dari University College of London, Prof Melanie Bartley, menuturkan perempuan muda memiliki hubungan yang luas dengan teman dan keluarga dibandingkan dengan laki-laki. "Mereka (laki-laki) tidak bisa melakukan hal yang sama dan cenderung terisolasi. Pola persahabatan mereka bukanlah persoalan saling menyayangi melainkan cenderung kuat berkompetisi," tukasnya seperti dikutip dari Telegraph, Kamis (10/6).
Merujuk pada sebuah survei, hubungan yang dialami pria beresiko menyebabkan stres berat. Survei itu justru mencatat perempuan jauh lebih pandai mengolah emosi guna menciptakan kebahagian.
Secara terpisah, Professor Robin Simon, peneliti dari Wake Forest University in North Carolina mengatakan pihaknya berhasil mengetahui keterkaitan antara hubungan romantis non-menikah dengan emosional yang terikat antara laki-laki dan perempuan dewasa. "Begitu mengejutkan, kami menemukan laki-laki muda lebih reaktif terhadap kualitas hubungan mereka," tutur dia.
Sebelumnya, sebagian sosiolog menduga, hasil survei yang melibatkan 1.000 pasangan yang belum menikah dengan rantang usia 18-23 tahun ini sangat terpengaruh krisis ekonomi. Mereka berasumsi, ketika laki-laki sulit memperoleh kerja maka hal itu bakal berpengaruh terhadap hubungannya bersama pasangan.
republika
Sumber : republika.co.id
Perkembangan peradaban mengubah kondisi psikologis pria menjadi lebih sensitif ketika berbicara tentang hubungan. Di awal abad ke-20 misalnya, peneliti menemukan pria cenderung sulit menjalin hubungan dan kerap mengalami pasang surut hubungan ketimbang perempuan. Peneliti menduga, kecenderungan itu disebabkan perempuan memiliki hubungan yang lebih dekat dengan teman dan keluarga. Sedangkan pria cenderung nyaman bersama pasangannya ketimbang teman atau keluarga.
Pakar sosiologi dari University College of London, Prof Melanie Bartley, menuturkan perempuan muda memiliki hubungan yang luas dengan teman dan keluarga dibandingkan dengan laki-laki. "Mereka (laki-laki) tidak bisa melakukan hal yang sama dan cenderung terisolasi. Pola persahabatan mereka bukanlah persoalan saling menyayangi melainkan cenderung kuat berkompetisi," tukasnya seperti dikutip dari Telegraph, Kamis (10/6).
Merujuk pada sebuah survei, hubungan yang dialami pria beresiko menyebabkan stres berat. Survei itu justru mencatat perempuan jauh lebih pandai mengolah emosi guna menciptakan kebahagian.
Secara terpisah, Professor Robin Simon, peneliti dari Wake Forest University in North Carolina mengatakan pihaknya berhasil mengetahui keterkaitan antara hubungan romantis non-menikah dengan emosional yang terikat antara laki-laki dan perempuan dewasa. "Begitu mengejutkan, kami menemukan laki-laki muda lebih reaktif terhadap kualitas hubungan mereka," tutur dia.
Sebelumnya, sebagian sosiolog menduga, hasil survei yang melibatkan 1.000 pasangan yang belum menikah dengan rantang usia 18-23 tahun ini sangat terpengaruh krisis ekonomi. Mereka berasumsi, ketika laki-laki sulit memperoleh kerja maka hal itu bakal berpengaruh terhadap hubungannya bersama pasangan.
republika
Sumber : republika.co.id
Last edited by a moderator: