talipocong
New member
Seks sebenarnya bukanlah ajang lomba untuk menentukan siapa yang menang dan kalah. Melainkan sebagai bentuk kerja sama yang harus memuaskan satu sama lain.
Disadari atau tidak, menjadi laki-laki ternyata lebih susah ketimbang menjadi seorang perempuan. Perhatikan saja berapa juta laki-laki yang memaksakan diri membeli obat kuat, mengikuti terapi, bahkan membesarkan "milik"nya hanya karena ingin dianggap jantan. Sementara cuma sedikit perempuan melakukan hal yang sama.
Boleh jadi munculnya kebutuhan pria untuk menjalani berbagai upaya tadi didorong oleh mitos-mitos seputar kejantanan. Intinya sih, laki-laki jadi merasa dituntut bisa tampil dominan di atas ranjang. Itulah mengapa isu tentang kejantanan selalu hangat dari masa ke masa.
Akan tetapi sejauh mana mitos seputar kejantanan perlu dipercaya, atau memang tidak perlu dipercaya sama sekali? Berikut penuturan konsultan seks Dr. Ferryal Loutan, ASC&T, Sp.RM, M.Kes (MMR) dari RS Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur. Menurutnya ada beberapa mitos seputar seks yang telanjur diyakini secara salah kaprah.
1. UKURAN IDENTIK DENGAN KEJANTANAN?
Cobalah baca beberapa surat kabar. Dapat dipastikan hampir 90% surat kabar tersebut memuat iklan yang menjanjikan bisa memperbesar maupun memperpanjang ukuran "senjata" pria. Soalnya, di kalangan pria beredar anggapan bahwa semakin besar dan kian panjang ukuran penis seorang pria, semakin jantanlah dia. Yang jadi pertanyaan, apa benar kaum Hawa menyukai pria yang penisnya tergolong "istimewa"?
Padahal, tukas Ferryal, bukan ukuran yang jadi patokan, melainkan kekuatan penis itu sendirilah yang paling banyak kontribusinya. "Buat apa punya barang gede kalau loyo alias enggak berfungsi? Ibarat pistol, biar kalibernya besar tapi kalau larasnya bengkok, ya sama aja boong. Toh percuma juga kalau ukurannya besar tapi tak mampu memuaskan pasangan. Baru nempel sedikit saja sudah meledak," seloroh Ferryal.
Yang pasti, tukasnya pula, tidak semua perempuan suka pria berpenis besar dan panjang. "Bahkan enggak sedikit kasus dimana si istri justru syok dan butuh terapi khusus gara-gara ketakutan melihat ukuran penis suaminya. Kalau sudah begini, hubungan intim jelas jadi hambar." Menurut Ferryal, perempuan umumnya lebih menyukai pria romantis yang merangkai adegan-adegan mesra sebagai "menu pembuka" kala mereka berintim-intim.
Kepada para pria yang kebetulan ukuran penisnya biasa-biasa saja, Ferryal mengatakan agar jangan berkecil hati. Soalnya G-Spot yang merupakan titik paling sensitif pada kemaluan wanita hanya berjarak 4,5 sampai 5 cm dari mulut vagina. "Dengan jarak sependek itu, penis terpendek pun bisa mencapainya kok."
Namun Ferryal tak menyangkal, faktor psikislah yang menumbuhkan persepsi salah di masyarakat luas. Yakni bahwa kepuasan seksual, baik pada wanita maupun pria, hanya mungkin didapat dari penis yang berukuran besar dan panjang. Tak heran kalau banyak pria jadi minder karena merasa miliknya tak berukuran istimewa. Anggapan salah kaprah seperti ini, menurut Ferryal, tentu saja mesti diluruskan. "Memang tidak ada patokan baku berapa ukuran yang ideal. Tapi selama penis dalam keadaan normal dan sehat, ukuran jangan dijadikan hambatan dalam memuaskan istri."
Ferryal pun menggarisbawahi, gaya bercinta hendaknya disesuaikan dengan ukuran penis. "Kalau ukurannya pas-pasan atau malah minim, ya jangan paksakan melakukan penetrasi dari belakang. Kalau maksain diri, ukuran penis yang pendek hanya akan menjangkau bibir vagina. Akibatnya, kepuasan seksual yang hendak digapai pun tinggal angan-angan."
Demikian juga soal posisi. Istri berada di atas, tidak cocok diterapkan oleh suami yang ukuran penisnya tergolong mini. Karena si istri pasti tidak bisa leluasa menggerakkan tubuhnya saat penetrasi. Jika dipaksakan, bukan tidak mungkin penis akan sering lepas dari mulut vagina. Bahkan tertindih hingga menimbulkan rasa sakit. Akibatnya, gairah seksual pun bisa-bisa turun drastis.
2. LAKI-LAKI LEBIH PERKASA DI RANJANG?
Hanya sedikit yang tahu, perempuan sebenarnya lebih perkasa di ranjang. Perempuan bisa berulang kali mencapai orgasme hanya dalam hitungan detik sekaligus mempertahankannya untuk waktu yang relatif lama. Sementara berapa banyak laki-laki yang bertahan cukup lama sebelum "pistol"nya meledak? Karena umumnya pria mencapai orgasme bersamaan dengan ejakulasi.
Tak heran jika mayoritas di antara mereka justru sibuk mencari obat kuat agar bisa tahan lama saat berintim-intim. Soalnya, untuk bisa memuaskan istrinya, seorang pria setidaknya mesti mempertahankan ereksi selama 10 sampai 15 menit. Itu pun jika sebelumnya mereka sudah melakukan foreplay yang memadai.
Meski begitu, bukan berarti pria tidak bisa mengoptimalkan kemampuannya. Lelaki pun bisa mencapai multiorgasme, asalkan bisa mengatur proses mencapai puncak kenikmatannya dengan melakukan latihan tertentu.
Salah satunya dengan melatih otot-otot pubococcygeal (PC) yang populer dengan istilah senam kegel. Dengan mengencangkan otot-otot tersebut minimal 10 kali dan mengendurkannya kembali sebanyak 10 kali setiap hari, dalam tempo 1-1,5 bulan diharapkan pria jadi terbiasa untuk menunda ejakulasi.
3. BENAR PRIA HARUS LEBIH DOMINAN?
Banyak anggapan bahwa ketika hubungan berlangsung, suamilah yang harus pegang kendali soal posisi dengan bersikap dominan dan bertindak agresif. Sebaliknya, istri mesti bersikap "manis" alias pasif dan pasrah saja. Mitos ini tentu tidak terlepas dari pengaruh nilai-nilai jender yang dianut masyarakat luas, yakni laki-laki harus aktif, punya inisiatif dan berani, sedangkan perempuan idealnya menunjukkan sikap malu-malu, pasif, dan cukup menunggu. Jika perempuan tidak bisa menyesuaikan diri dengan nilai tersebut, ia akan dianggap "murahan". Begitu pula sebaliknya, kalau pria tidak bisa memenuhi kriteria tersebut, ia akan dicap "kurang jantan".
Padahal, menurut Ferryal, hubungan suami-istri memerlukan kerja sama sebagai pasangan. Idealnya, tidak ada yang lebih tinggi dan pegang komando, sementara kedudukan lainnya lebih rendah.
Dengan kesetaraan itulah kepuasan seksual bisa didapatkan. Soalnya, kesetaraan memungkinkan keterbukaan di antara pasangan untuk membicarakan kehidupan seksual mereka.
4. UKURAN TUBUH TENTUKAN TINGKAT KEPERKASAAN?
Pria bertubuh tinggi besar banyak disukai kaum Hawa. Konon merekalah yang dianggap sebagai "pahlawan perang" yang bisa memuaskan perempuan di ranjang. Padahal, tandas Ferryal, kemampuan seksual pria tidak ditentukan oleh postur tubuh melainkan oleh stamina yang bisa didapat dengan menjalani pola hidup yang sehat. Jadi, jangan terkecoh oleh badan yang tinggi besar untuk mengukur kejantanan seseorang.
Agar stamina tetap terjaga, jauhi minuman keras. Kandungan alkohol bisa menyebabkan hati menghasilkan sejumlah besar enzim yang dapat menghancurkan produksi testosteron, hormon penentu libido pria. Jika kebiasaan mengonsumsi minuman ini berlangsung cukup lama, pria berisiko mengalami impotensi permanen.
http://solusisejati.blogspot.com/
Disadari atau tidak, menjadi laki-laki ternyata lebih susah ketimbang menjadi seorang perempuan. Perhatikan saja berapa juta laki-laki yang memaksakan diri membeli obat kuat, mengikuti terapi, bahkan membesarkan "milik"nya hanya karena ingin dianggap jantan. Sementara cuma sedikit perempuan melakukan hal yang sama.
Boleh jadi munculnya kebutuhan pria untuk menjalani berbagai upaya tadi didorong oleh mitos-mitos seputar kejantanan. Intinya sih, laki-laki jadi merasa dituntut bisa tampil dominan di atas ranjang. Itulah mengapa isu tentang kejantanan selalu hangat dari masa ke masa.
Akan tetapi sejauh mana mitos seputar kejantanan perlu dipercaya, atau memang tidak perlu dipercaya sama sekali? Berikut penuturan konsultan seks Dr. Ferryal Loutan, ASC&T, Sp.RM, M.Kes (MMR) dari RS Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur. Menurutnya ada beberapa mitos seputar seks yang telanjur diyakini secara salah kaprah.
1. UKURAN IDENTIK DENGAN KEJANTANAN?
Cobalah baca beberapa surat kabar. Dapat dipastikan hampir 90% surat kabar tersebut memuat iklan yang menjanjikan bisa memperbesar maupun memperpanjang ukuran "senjata" pria. Soalnya, di kalangan pria beredar anggapan bahwa semakin besar dan kian panjang ukuran penis seorang pria, semakin jantanlah dia. Yang jadi pertanyaan, apa benar kaum Hawa menyukai pria yang penisnya tergolong "istimewa"?
Padahal, tukas Ferryal, bukan ukuran yang jadi patokan, melainkan kekuatan penis itu sendirilah yang paling banyak kontribusinya. "Buat apa punya barang gede kalau loyo alias enggak berfungsi? Ibarat pistol, biar kalibernya besar tapi kalau larasnya bengkok, ya sama aja boong. Toh percuma juga kalau ukurannya besar tapi tak mampu memuaskan pasangan. Baru nempel sedikit saja sudah meledak," seloroh Ferryal.
Yang pasti, tukasnya pula, tidak semua perempuan suka pria berpenis besar dan panjang. "Bahkan enggak sedikit kasus dimana si istri justru syok dan butuh terapi khusus gara-gara ketakutan melihat ukuran penis suaminya. Kalau sudah begini, hubungan intim jelas jadi hambar." Menurut Ferryal, perempuan umumnya lebih menyukai pria romantis yang merangkai adegan-adegan mesra sebagai "menu pembuka" kala mereka berintim-intim.
Kepada para pria yang kebetulan ukuran penisnya biasa-biasa saja, Ferryal mengatakan agar jangan berkecil hati. Soalnya G-Spot yang merupakan titik paling sensitif pada kemaluan wanita hanya berjarak 4,5 sampai 5 cm dari mulut vagina. "Dengan jarak sependek itu, penis terpendek pun bisa mencapainya kok."
Namun Ferryal tak menyangkal, faktor psikislah yang menumbuhkan persepsi salah di masyarakat luas. Yakni bahwa kepuasan seksual, baik pada wanita maupun pria, hanya mungkin didapat dari penis yang berukuran besar dan panjang. Tak heran kalau banyak pria jadi minder karena merasa miliknya tak berukuran istimewa. Anggapan salah kaprah seperti ini, menurut Ferryal, tentu saja mesti diluruskan. "Memang tidak ada patokan baku berapa ukuran yang ideal. Tapi selama penis dalam keadaan normal dan sehat, ukuran jangan dijadikan hambatan dalam memuaskan istri."
Ferryal pun menggarisbawahi, gaya bercinta hendaknya disesuaikan dengan ukuran penis. "Kalau ukurannya pas-pasan atau malah minim, ya jangan paksakan melakukan penetrasi dari belakang. Kalau maksain diri, ukuran penis yang pendek hanya akan menjangkau bibir vagina. Akibatnya, kepuasan seksual yang hendak digapai pun tinggal angan-angan."
Demikian juga soal posisi. Istri berada di atas, tidak cocok diterapkan oleh suami yang ukuran penisnya tergolong mini. Karena si istri pasti tidak bisa leluasa menggerakkan tubuhnya saat penetrasi. Jika dipaksakan, bukan tidak mungkin penis akan sering lepas dari mulut vagina. Bahkan tertindih hingga menimbulkan rasa sakit. Akibatnya, gairah seksual pun bisa-bisa turun drastis.
2. LAKI-LAKI LEBIH PERKASA DI RANJANG?
Hanya sedikit yang tahu, perempuan sebenarnya lebih perkasa di ranjang. Perempuan bisa berulang kali mencapai orgasme hanya dalam hitungan detik sekaligus mempertahankannya untuk waktu yang relatif lama. Sementara berapa banyak laki-laki yang bertahan cukup lama sebelum "pistol"nya meledak? Karena umumnya pria mencapai orgasme bersamaan dengan ejakulasi.
Tak heran jika mayoritas di antara mereka justru sibuk mencari obat kuat agar bisa tahan lama saat berintim-intim. Soalnya, untuk bisa memuaskan istrinya, seorang pria setidaknya mesti mempertahankan ereksi selama 10 sampai 15 menit. Itu pun jika sebelumnya mereka sudah melakukan foreplay yang memadai.
Meski begitu, bukan berarti pria tidak bisa mengoptimalkan kemampuannya. Lelaki pun bisa mencapai multiorgasme, asalkan bisa mengatur proses mencapai puncak kenikmatannya dengan melakukan latihan tertentu.
Salah satunya dengan melatih otot-otot pubococcygeal (PC) yang populer dengan istilah senam kegel. Dengan mengencangkan otot-otot tersebut minimal 10 kali dan mengendurkannya kembali sebanyak 10 kali setiap hari, dalam tempo 1-1,5 bulan diharapkan pria jadi terbiasa untuk menunda ejakulasi.
3. BENAR PRIA HARUS LEBIH DOMINAN?
Banyak anggapan bahwa ketika hubungan berlangsung, suamilah yang harus pegang kendali soal posisi dengan bersikap dominan dan bertindak agresif. Sebaliknya, istri mesti bersikap "manis" alias pasif dan pasrah saja. Mitos ini tentu tidak terlepas dari pengaruh nilai-nilai jender yang dianut masyarakat luas, yakni laki-laki harus aktif, punya inisiatif dan berani, sedangkan perempuan idealnya menunjukkan sikap malu-malu, pasif, dan cukup menunggu. Jika perempuan tidak bisa menyesuaikan diri dengan nilai tersebut, ia akan dianggap "murahan". Begitu pula sebaliknya, kalau pria tidak bisa memenuhi kriteria tersebut, ia akan dicap "kurang jantan".
Padahal, menurut Ferryal, hubungan suami-istri memerlukan kerja sama sebagai pasangan. Idealnya, tidak ada yang lebih tinggi dan pegang komando, sementara kedudukan lainnya lebih rendah.
Dengan kesetaraan itulah kepuasan seksual bisa didapatkan. Soalnya, kesetaraan memungkinkan keterbukaan di antara pasangan untuk membicarakan kehidupan seksual mereka.
4. UKURAN TUBUH TENTUKAN TINGKAT KEPERKASAAN?
Pria bertubuh tinggi besar banyak disukai kaum Hawa. Konon merekalah yang dianggap sebagai "pahlawan perang" yang bisa memuaskan perempuan di ranjang. Padahal, tandas Ferryal, kemampuan seksual pria tidak ditentukan oleh postur tubuh melainkan oleh stamina yang bisa didapat dengan menjalani pola hidup yang sehat. Jadi, jangan terkecoh oleh badan yang tinggi besar untuk mengukur kejantanan seseorang.
Agar stamina tetap terjaga, jauhi minuman keras. Kandungan alkohol bisa menyebabkan hati menghasilkan sejumlah besar enzim yang dapat menghancurkan produksi testosteron, hormon penentu libido pria. Jika kebiasaan mengonsumsi minuman ini berlangsung cukup lama, pria berisiko mengalami impotensi permanen.
http://solusisejati.blogspot.com/