nurcahyo
New member
Jelang KTT Cebu, Selangkah Lebih Dekat Dengan Piagam ASEAN
Kapanlagi.com - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-12 ASEAN yang akan diselenggarakan di Cebu, Filipina, 6-14 Desember mendatang akan mengesahkan Deklarasi Cebu mengenai cetak biru penyusunan Piagam ASEAN.
Dengan ditandatanganinya deklarasi itu oleh para kepala negara/pemerintahan 10 negara anggota ASEAN -Brunei Darussalam, Indonesia, Myanmar, Malaysia, Filipina, Kamboja, Vietnam, Laos, Thailand, dan Singapura-- maka impian ASEAN untuk memiliki piagam yang akan lebih menguatkan organisasi kawasan itu telah berada dalam jalur yang benar.
Penandatanganan deklarasi itu berarti rekomendasi yang telah disusun oleh kelompok Eminent Persons Group on ASEAN Charter (EPG), yaitu kelompok 10 orang terkemuka di ASEAN yang akan membahas pembentukan Piagam ASEAN (ASEAN Charter), telah diterima.
Pada KTT ASEAN ke-11 di Kuala Lumpur, Malaysia, EPG diberi mandat oleh para kepala negara/pemerintahan ASEAN untuk merumuskan rekomendasi penyusunan piagam ASEAN.
Rekomendasi-rekomendasi EPG nantinya akan dijadikan dasar perumusan piagam ASEAN oleh High Level Task Force yang akan dibentuk para kepala negara/pemerintahan ASEAN.
EPG beranggotakan 10 tokoh terkemuka dari 10 negara ASEAN, termasuk mantan menteri luar negeri Ali Alatas sebagai wakil dari Indonesia.
EPG diketuai oleh Tan Sri Musa Hitam dari Malaysia. Anggota EPG lainnya adalah Fidel Ramos (Filipina), Prof S Jayakumar (Singapura), Kasemsamosorn Kasemsri (Thailand), Dr. Than Nyun (Myanmar), Pangiran Dato Osman Patra (Brunei Darussalam), Hoang Thi Ninh (Vietnam), Dr.Aun Porn Moniroh (Kamboja), dan Khamphan Simmalarong (Laos).
Semenjak dideklarasikan di Bangkok pada 8 Agustus 1967, ASEAN tidak memiliki suatu piagam yang memberikan status hukum (legal personality).
Oleh karena itu menurut mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Ali Alatas, piagam ASEAN, diharapkan minimal akan mengakomodasi berbagai dokumen ASEAN yang sudah ada dan memberikan jati diri hukum terhadap ASEAN.
Sekalipun tanpa status hukum, ASEAN telah berjalan tetapi guna menghadapi tantangan ke depan dalam proses integrasi ASEAN, adanya suatu piagam yang memuat aturan hukum yang jelas merupakan keharusan, katanya yang ditemui dalam salah satu putaran perundingan EPG di Bali, Mei lalu.
EPG, lanjut dia, diharapkan mampu memberikan rekomendasi kepada pemimpin ASEAN untuk penyusunan suatu piagam yang nantinya mampu memanfaatkan berbagai peluang dan menghadapi beragam tantangan yang terus berubah sesuai dinamika politik global.
Piagam ASEAN juga diharapkan mampu mengikis sebutan kalau ASEAN adalah ajang `talking shop` tidak ada aksi lalu terlalu banyak pertemuan tingkat pemerintah dan kurang mengakomodasi masyarakat.
Keinginan untuk melibatkan masyarakat lebih aktif juga membuat EPG membahas mengenai mekanisme pengambilan keputusan ASEAN apakah dari atas ke bawah atau sebaliknya.
Sementara itu pada diskusi meja bundar tentang piagam ASEAN Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN Dian Triansyah D mengatakan, piagam ASEAN diharapkan akan memperkokoh upaya mencapai komunitas ASEAN.
Piagam itu, kata dia, diharapkan mencakup norma, nilai, dan prinsip yang disepakati bersama seperti antara lain demokrasi, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan transparansi sebagai landasan dan kode etik kerjasama ASEAN.
Piagam itu, lanjut dia, juga akan memperkuat landasan untuk menjadikan ASEAN sebagai pusat kendali dalam berbagai bentuk kerjasama kawasan baik dalam bidang ekonomi, politik dan keamanan serta sosial budaya.
Oleh karena itu, kata dia, EPG diharapkan dapat mendengarkan masukan dari berbagai elemen masyarakat di wilayah ASEAN, baik secara individual maupun kolektif sehingga mampu menyerap berbagai aspirasi untuk menjadi pertimbangan dalam penyusunan piagam ASEAN.
Seperti Uni Eropa?
Terkait dengan mekanisme pengambilan keputusan atas dasar konsensus, Ketua EPG Dato Tan Sri Musa Hitam beberapa waktu lalu mengatakan, di antara para EPG maupun para pemimpin ASEAN sebenarnya sudah ada pandangan yang sama bahwa pengambilan keputusan atas dasar konsensus itu sudah harus direvisi.
Dengan adanya ide pembentukan piagam ASEAN tampaknya ASEAN berusaha lepas dari karakternya yang selalu diidentikan dengan karakter fleksibel, sabar, evolusi dan konsensus. Untuk kemudian menjadi seperti Uni Eropa yang mengikat dengan suatu komisi yang sangat berkuasa yang dapat melaksanakan keputusan yang diambil anggotanya.
Upaya menuju ke arah itu, Musa Hitam mengatakan EPG juga membahas kemungkinan opsi yang akan diberikan bagi anggota yang tidak mengikuti kesepakatan.
"Opsi-opsinya sudah ada, tetapi kami membahas opsi-opsi itu dengan memperhitungkan konsekuensinya dan juga kepraktisannya untuk dilaksanakan," katanya.
Saat ditanya tentang salah satu opsi tersebut, menurut Alatas, adalah penundaan keanggotaan (suspension) ASEAN kepada negara yang tak melaksanakan keputusan ASEAN.
Ketika ditanya lebih jauh mengenai kemungkinan pencabutan status keanggotaan ASEAN, hal itu tidak bisa diterima oleh semua pihak di ASEAN.
Ali Alatas juga menekankan mengenai adanya keperluan bagi ASEAN untuk memikirkan suatu hubungan yang organik dan integral antara apa yang dipikir dan direncanakan oleh pemerintah dan masyarakat sipil di satu sisi, dan apa yang dipikirkan dan diusulkan oleh parlemen ASEAN dan masyarakat ekonomi ASEAN di sisi lain.
Namun, dia menolak anggapan bahwa ASEAN akan berubah menjadi duplikat Uni Eropa dengan adanya piagam ASEAN.
"Tidak mungkin akan sama seperti EU (Uni Eropa --red). Negara anggota ASEAN kan negara-negara berkembang," katanya.
Uni Eropa, kata dia, sudah jauh di depan atau setidaknya sudah mulai lebih dahulu. Situasi di Eropa berbeda dengan di Asia Tenggara, jadi menurut Ali Alatas sudah saatnya orang berhenti berpikir bahwa apa yang tepat dan bagus untuk negara Eropa akan baik juga untuk ASEAN.
"Tapi, tentu saja kita mengumpulkan masukan dan pengalaman sejumlah organisasi regional lainnya. Yang baik dan sesuai kita ambil untuk pelajaran," ujarnya.
Ali Alatas menjelaska, Piagam ASEAN dibentuk dengan tujuan untuk memperkuat ASEAN sebagai organisasi regional yang memiliki kompetensi untuk mengelola isu-isu regional maupun internasional secara efektif melalui cara-cara yang produktif.
Namun, belajar dari sejarah sejumlah negara anggota ASEAN acapkali mengalami perbenturan kepentingan berbeda dengan negara anggota Uni Eropa yang meski masih mempertahankan kedaulatan masing-masing tetapi ada arah menuju integrasi sosial dan ekonomi.
Piagam ASEAN diharapkan mampu mengikis benturan-benturan yang terjadi di kalangan masing-masing anggota ASEAN.
"Setelah penandatanganan cetak biru penyusunan Piagam ASEAN di Cebu maka diharapkan PIagam ASEAN dapat ditandatangani pada KTT ke-13 ASEAN mendatang, 2007," kata Jurubicara Departemen Luar Negeri (Deplu-RI) Desra Percaya.
Tampaknya, ASEAN kini telah selangkah lebih dekat menuju cita-citanya untuk memiliki status hukum.
Kapanlagi.com - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-12 ASEAN yang akan diselenggarakan di Cebu, Filipina, 6-14 Desember mendatang akan mengesahkan Deklarasi Cebu mengenai cetak biru penyusunan Piagam ASEAN.
Dengan ditandatanganinya deklarasi itu oleh para kepala negara/pemerintahan 10 negara anggota ASEAN -Brunei Darussalam, Indonesia, Myanmar, Malaysia, Filipina, Kamboja, Vietnam, Laos, Thailand, dan Singapura-- maka impian ASEAN untuk memiliki piagam yang akan lebih menguatkan organisasi kawasan itu telah berada dalam jalur yang benar.
Penandatanganan deklarasi itu berarti rekomendasi yang telah disusun oleh kelompok Eminent Persons Group on ASEAN Charter (EPG), yaitu kelompok 10 orang terkemuka di ASEAN yang akan membahas pembentukan Piagam ASEAN (ASEAN Charter), telah diterima.
Pada KTT ASEAN ke-11 di Kuala Lumpur, Malaysia, EPG diberi mandat oleh para kepala negara/pemerintahan ASEAN untuk merumuskan rekomendasi penyusunan piagam ASEAN.
Rekomendasi-rekomendasi EPG nantinya akan dijadikan dasar perumusan piagam ASEAN oleh High Level Task Force yang akan dibentuk para kepala negara/pemerintahan ASEAN.
EPG beranggotakan 10 tokoh terkemuka dari 10 negara ASEAN, termasuk mantan menteri luar negeri Ali Alatas sebagai wakil dari Indonesia.
EPG diketuai oleh Tan Sri Musa Hitam dari Malaysia. Anggota EPG lainnya adalah Fidel Ramos (Filipina), Prof S Jayakumar (Singapura), Kasemsamosorn Kasemsri (Thailand), Dr. Than Nyun (Myanmar), Pangiran Dato Osman Patra (Brunei Darussalam), Hoang Thi Ninh (Vietnam), Dr.Aun Porn Moniroh (Kamboja), dan Khamphan Simmalarong (Laos).
Semenjak dideklarasikan di Bangkok pada 8 Agustus 1967, ASEAN tidak memiliki suatu piagam yang memberikan status hukum (legal personality).
Oleh karena itu menurut mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Ali Alatas, piagam ASEAN, diharapkan minimal akan mengakomodasi berbagai dokumen ASEAN yang sudah ada dan memberikan jati diri hukum terhadap ASEAN.
Sekalipun tanpa status hukum, ASEAN telah berjalan tetapi guna menghadapi tantangan ke depan dalam proses integrasi ASEAN, adanya suatu piagam yang memuat aturan hukum yang jelas merupakan keharusan, katanya yang ditemui dalam salah satu putaran perundingan EPG di Bali, Mei lalu.
EPG, lanjut dia, diharapkan mampu memberikan rekomendasi kepada pemimpin ASEAN untuk penyusunan suatu piagam yang nantinya mampu memanfaatkan berbagai peluang dan menghadapi beragam tantangan yang terus berubah sesuai dinamika politik global.
Piagam ASEAN juga diharapkan mampu mengikis sebutan kalau ASEAN adalah ajang `talking shop` tidak ada aksi lalu terlalu banyak pertemuan tingkat pemerintah dan kurang mengakomodasi masyarakat.
Keinginan untuk melibatkan masyarakat lebih aktif juga membuat EPG membahas mengenai mekanisme pengambilan keputusan ASEAN apakah dari atas ke bawah atau sebaliknya.
Sementara itu pada diskusi meja bundar tentang piagam ASEAN Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN Dian Triansyah D mengatakan, piagam ASEAN diharapkan akan memperkokoh upaya mencapai komunitas ASEAN.
Piagam itu, kata dia, diharapkan mencakup norma, nilai, dan prinsip yang disepakati bersama seperti antara lain demokrasi, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan transparansi sebagai landasan dan kode etik kerjasama ASEAN.
Piagam itu, lanjut dia, juga akan memperkuat landasan untuk menjadikan ASEAN sebagai pusat kendali dalam berbagai bentuk kerjasama kawasan baik dalam bidang ekonomi, politik dan keamanan serta sosial budaya.
Oleh karena itu, kata dia, EPG diharapkan dapat mendengarkan masukan dari berbagai elemen masyarakat di wilayah ASEAN, baik secara individual maupun kolektif sehingga mampu menyerap berbagai aspirasi untuk menjadi pertimbangan dalam penyusunan piagam ASEAN.
Seperti Uni Eropa?
Terkait dengan mekanisme pengambilan keputusan atas dasar konsensus, Ketua EPG Dato Tan Sri Musa Hitam beberapa waktu lalu mengatakan, di antara para EPG maupun para pemimpin ASEAN sebenarnya sudah ada pandangan yang sama bahwa pengambilan keputusan atas dasar konsensus itu sudah harus direvisi.
Dengan adanya ide pembentukan piagam ASEAN tampaknya ASEAN berusaha lepas dari karakternya yang selalu diidentikan dengan karakter fleksibel, sabar, evolusi dan konsensus. Untuk kemudian menjadi seperti Uni Eropa yang mengikat dengan suatu komisi yang sangat berkuasa yang dapat melaksanakan keputusan yang diambil anggotanya.
Upaya menuju ke arah itu, Musa Hitam mengatakan EPG juga membahas kemungkinan opsi yang akan diberikan bagi anggota yang tidak mengikuti kesepakatan.
"Opsi-opsinya sudah ada, tetapi kami membahas opsi-opsi itu dengan memperhitungkan konsekuensinya dan juga kepraktisannya untuk dilaksanakan," katanya.
Saat ditanya tentang salah satu opsi tersebut, menurut Alatas, adalah penundaan keanggotaan (suspension) ASEAN kepada negara yang tak melaksanakan keputusan ASEAN.
Ketika ditanya lebih jauh mengenai kemungkinan pencabutan status keanggotaan ASEAN, hal itu tidak bisa diterima oleh semua pihak di ASEAN.
Ali Alatas juga menekankan mengenai adanya keperluan bagi ASEAN untuk memikirkan suatu hubungan yang organik dan integral antara apa yang dipikir dan direncanakan oleh pemerintah dan masyarakat sipil di satu sisi, dan apa yang dipikirkan dan diusulkan oleh parlemen ASEAN dan masyarakat ekonomi ASEAN di sisi lain.
Namun, dia menolak anggapan bahwa ASEAN akan berubah menjadi duplikat Uni Eropa dengan adanya piagam ASEAN.
"Tidak mungkin akan sama seperti EU (Uni Eropa --red). Negara anggota ASEAN kan negara-negara berkembang," katanya.
Uni Eropa, kata dia, sudah jauh di depan atau setidaknya sudah mulai lebih dahulu. Situasi di Eropa berbeda dengan di Asia Tenggara, jadi menurut Ali Alatas sudah saatnya orang berhenti berpikir bahwa apa yang tepat dan bagus untuk negara Eropa akan baik juga untuk ASEAN.
"Tapi, tentu saja kita mengumpulkan masukan dan pengalaman sejumlah organisasi regional lainnya. Yang baik dan sesuai kita ambil untuk pelajaran," ujarnya.
Ali Alatas menjelaska, Piagam ASEAN dibentuk dengan tujuan untuk memperkuat ASEAN sebagai organisasi regional yang memiliki kompetensi untuk mengelola isu-isu regional maupun internasional secara efektif melalui cara-cara yang produktif.
Namun, belajar dari sejarah sejumlah negara anggota ASEAN acapkali mengalami perbenturan kepentingan berbeda dengan negara anggota Uni Eropa yang meski masih mempertahankan kedaulatan masing-masing tetapi ada arah menuju integrasi sosial dan ekonomi.
Piagam ASEAN diharapkan mampu mengikis benturan-benturan yang terjadi di kalangan masing-masing anggota ASEAN.
"Setelah penandatanganan cetak biru penyusunan Piagam ASEAN di Cebu maka diharapkan PIagam ASEAN dapat ditandatangani pada KTT ke-13 ASEAN mendatang, 2007," kata Jurubicara Departemen Luar Negeri (Deplu-RI) Desra Percaya.
Tampaknya, ASEAN kini telah selangkah lebih dekat menuju cita-citanya untuk memiliki status hukum.